Rabu, 06 November 2013

~ Mengenal Suku Dayak Ma'anyan ~ Kalimantan Tengah.

          MENGENAL  SUKU  DAYAK  MA’ANYAN
                DISUSUN  OLEH       : DAVID. Y


                                             BAB 1.  PENDAHULUAN

LATAR BELAKANG
Suku Dayak, sebagaimana suku bangsa lainnya, memiliki kebudayaan atau adat-istiadat tersendiri yang pula tidak sama secara tepat dengan suku bangsa lainnya di Indonesia. Adat-istiadat yang hidup di dalam masyarakat Dayak merupakan unsur terpenting, akar identitas bagi manusia Dayak. Kebudayaan dapat diartikan sebagai keseluruhan sistem gagasan, tindakan, dan hasil karya manusia dalam rangka kehidupan masyarakat yang dijadikan milik dari manusia dengan belajar (Garna, 1996).
Jika pengertian tersebut dijadikan untuk mengartikan kebudayaan Dayak maka paralel dengan itu, kebudayaan Dayak Maanyan adalah seluruh sistem gagasan, tindakan dan hasil karya manusia Dayak Maanyan dalam rangka kehidupan masyarakat Dayak yang dijadikan milik manusia Dayak dengan belajar. Ini berarti bahwa kebudayaan dan adat-istiadat yang sudah berurat berakar dalam kehidupan masyarakat Dayak Maanyan, kepemilikannya tidak melalui warisan biologis yang ada di dalam tubuh manusia Dayak, melainkan diperoleh melalui proses belajar yang diwariskan secara turun-temurun dari generasi ke generasi.
Berdasarkan atas pengertian kebudayaan tersebut, bila merujuk pada wujud kebudayaan sebagaimana yang dikemukakan Koentjaraningrat, maka dalam kebudayaan Dayak juga dapat ditemukan ketiga wujud tersebut yang meliputi: Pertama, wujud kebudayan sebagai suatu himpunan gagasan, nilai-nilai, norma-norma, peraturan-peraturan. Wujud itu merupakan wujud hakiki dari kebudayaan atau yang sering disebut dengan adat, yang berfungsi sebagai tata kelakuan yang mengatur, mengendalikan dan memberi arah kepada perilaku manusia Dayak,
Tampak jelas di dalam pelbagai upacara adat yang dilaksanakan berdasarkan siklus kehidupan, yakni kelahiran, perkawinan dan kematian, juga tampak dalam pelbagai upcara adat yang berkaitan siklus perladangan; Kedua, wujud kebudayaan sebagai sejumlah perilaku yang berpola, atau lazim disebut sistem sosial. Sistem sosial itu terdiri dari aktivitas manusia yang berinteraksi yang senantiasa merujuk pada pola-pola tertentu yang di dasarkan pada adat tata kelakuan yang mereka miliki, hal ini tampak dalam sistem kehidupan sosial orang Dayak yang sejak masa kecil sampai tua selalu dihadapkan pada aturan-aturan mengenai hal-hal mana yang harus dilakukan dan mana yang dilarang yang sifatnya tidak tertulis yang diwariskan secara turun temurun dari generasi ke generasi sebagai pedoman dalam bertingkah laku bagi masyarakat Dayak; Ketiga, wujud kebudayaan sebagai benda-benda hasil karya manusia, yang lazim disebut kebudayaan fisik, berupa keseluruhan hasil karya manusia Dayak, misalnya seperti rumah panjang dan lain-lain. Berdasarkan atas pemahaman itu, maka kebudayaan Dayak sangat mempunyai makna dan peran yang amat penting, yaitu merupakan bagian yang tak terpisahkan dari proses kehidupan orang Dayak. Atau dengan kata lain kebudayaan Dayak Maanyan dalam perkembangan sejarahnya telah tumbuh dan berkembang seiring dengan masyarakat Dayak sebagai pendukungnya.
Dewasa ini, seiring dengan perkembangan dan perubahan zaman, kebudayaan Dayak juga mengalami pergeseran dan perubahan. Hal ini berarti bahwa kebudayaan Dayak itu sifatnya tidak statis dan selalu dinamik; meskipun demikian, sampai saat ini masih ada yang tetap bertahan dan tak tergoyahkan oleh adanya pergantian generasi, bahkan semakin menunjukkan identitasnya sebagai suatu warisan leluhur.
Dalam konteks ini dan dalam tulisan ini bermaksud untuk mengupas kebudayaan yang terdapat dalam masyarakat Dayak Maanyan dan memperkenalkannya, baik yang berupa kebudayaan material maupun non material.


RUMUSAN  MASALAH
Berdasarkan latar belakang diatas, dan mengacu pada judul yang ada, peneliti merumuskan masalah dalam penulisan makalah ini sebagai berikut :
1.            Mengenal suku Dayak Maanyan di Kabupaten Barito Timur, Kalimantan Tengah beserta budayanya sebagai bagian dari kekayaan budaya bangsa.
2.            Mengenal suku Dayak Maanyan untuk memperkaya wawasan pengetahuan tentang adat istiadat untuk memperkaya ilmu pengetahuan etnologi bangsa.
3.            Mengenal suku Dayak Maanyan untuk memperlengkapi pengetahuan yang sudah ada di dalam mempelajari sejarah bangsa dan budaya Indonesia. 



PERTANYAAN  PENELITIAN
Bagaimana sejarah suku Dayak Maanyan?
Bagaimana sistem religi dan kepercayaan  pada suku Dayak Maanyan?
Seperti apa  sistem mata pencaharian hidup suku Dayak Maanyan?
Bahasa apa yang di gunakan suku Dayak Maanyan?
Bagaimana sistem kesenian yang ada di suku Dayak Maanyan?
Bagaimana sistem teknologi dan peralatan suku Dayak Maanyan?
Bagaimana sistem organisasi kemasyarakatan yang ada di suku Dayak Maanyan?

TUJUAN  PENELITIAN
Tujuan penelitian dan pembuatan makalah ini adalah untuk menghasilkan suatu informasi yang dapat di sajikan untuk di pergunakan :
Sebagai  bahan untuk mengetahui ragam adat istiadat yang ada di suku Dayak Maanyan
Sebagai bahan untuk memperkuat apresiasi budaya bangsa.
Sebagai bahan untuk studi lanjutan, sehingga memperkaya budaya bangsa.

PENTINGNYA PENELITIAN
Pentingnya penelitian tentang kehidupan suku Dayak Maanyan di Barito Timur adalah :
Memberikan sumbangan bagi ilmu pengetahuan di dalam mempelajari budaya Indonesia, khususnya suku Dayak untuk memperkuat apresiasi budaya Indonesia yang beragam. Mengajak kita semua untuk mengenal serta menjaga kekayaan bangsa dengan ragam budayanya serta mengenal adat istiadat suku Dayak Maanyan sebagai bagian dari kehidupan berbangsa dan bernegara.
TESIS
Dayak Maanyan adalah salah satu suku yang ada di pulau Kalimantan memiliki budaya yang unik sebagai bagian dari kekayaan budaya bangsa yang perlu dilestarikan dan dijaga di tengah kemajuan zaman yang semakin hari menggerus jati diri suatu bagsa.
RUANG  LINGKUP  PENELITIAN
Ruang lingkup penelitian ini dimaksudkan untuk memudahkan penelitian dalam pengumpulan data sehingga arah penelitian ini menjadi lebih jelas. Dengan demikian, ruang lingkup penelitian ini akan mengamati tata cara kehidupan masyarakat Dayak Maanyan di dalam kehidupan sehari-harinya di Kabupaten Barito Timur, Kalimantan Tengah.

METODE DAN PROSEDUR  PENELITIAN
Metode Kualitatif.
Penelitian kualitatif adalah penelitian yang berusaha memahami kejadian sosial berdasarkan pandangan-pandangan subjektif dari para pelaku. Penelitian jenis ini menganggap masyarakat adalah kumpulan dari individu-individu manusia sebagai subjek. Berbeda dengan penelitian-penelitian jenis lain yang memandang manusia yang diteliti sebagai objek. Dalam penelitian kualitatif, kelompok yang teliti dipandang sebagai manusia yang mempunyai ekspresi, perasaan, emosi, dan pandangan yang tidak mudah diungkap dengan angket. Oleh karena itu, penelitian jenis ini mengandalkan teknik wawancara mendalam (depth interview) dalam penggalian datanya.
Metode ini digunakan untuk memperoleh data yang ada pada kehidupan   masyarakat  secara langsung. Data dapat diperoleh  melalui ,wawancara atau observasi secara  langsung. 

1.         Metode Penelitian
Penelitian ini mengkaji kehidupan sehari-hari masyarakat Dayak Maanyan di Kabupaten Barito Timur. Untuk mencapai tujuan tersebut, penelitian ini menggunakan metode deskriptif. Metode deskriptif diarahakn sebagai prosedur pemecahan masalah yang akan diselidiki dengan menggambarkan atau melukiskan keadaan subjek atau objek yang diteliti secara apa adanya sesuai dengan fakta pada saat penelitian dilakukan.
Menurut Sudaryanto, (1988:62)
Metode deskriptif menyarankan bahwa penelitian yang dilakukan semata-mata berdasarkan pada fakta yang ada atau fenomena yang memang secara empiris hidup pada penutur-penuturnya, sehingga dihasilkan atau dicatat berupa pemberian bahasa yang dikatakan sifatnya seperti potret, paparan seperti apa adanya.
Dengan metode deskriptif, penelitian dilakukan semata-mata berdasarkan fakta atau fenomena yang memang hidup pada penuturnya. Dalam hal ini, metode dekriptif memberikan gambaran yang objektif tentang kehidupan sehari-hari masyarakat Dayak Maanyan di Kabupaten Barito Timur, Kalimantan Tengah.
 2.        Pendekatan Penelitian
Pendekatan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah menggunakan pendekatan kualitatif. Penelitian kualitatif merupakan bentuk penelitian yang menggambarkan suatu keadaaan dengan uraian. Data yang dikumpulkan berupa kata-kata, gambar, dan bukan angka-angka (Moleong, 2005:11). Oleh karena itu, data yang akan dikumpulkan tidak menggunakan angka-angka atau perhitungan, melainkan mengacu pada makna atau pemahaman terhadap interkasi terhadap konsep data yang dianalisis. Dengan demikian data dianalisis dalam bentuk uraian dalam bentuk kata-kata atau kalimat.
Pendekatan kualitatif memiliki ciri-ciri berlatar alamiah, bersifat deskriptif, lebih mengutamakan proses daripada hasil, dan analisis data bersifat induktif (Bogdan dan Biklen, 1982 dalam Djajasudarma,1994).
Berlatar alamiah, maksudnya data penelitian bersumber dari peristiwa-peristiwa komunikasi dan situasi alamiah yang berlangsung di masyarakat Dayak Maanyan.
Bersifat deskriptif, maksudnya data dikumpulkan berbentuk deskripsi wacana. Data dilengkapi dengan konteks terjadinya interaksi. Pendeskripsian konteks diupayakan hingga menyentuh hal-hal kecil, seperti waktu, tempat, dan kedudukan partisipan. Hasil analisis data dilaporkan dalam bentuk deskripsi fenomenologis, artinya hasil analisis dipaparkan sesuai dengan temuan di lapangan.
Lebih mengutamakan proses daripada hasil, maksudnya dalam pelaksanaan penelitian ini, khususnya kegiatan pengumpulan lebih diorientasikan pada proses. Pengorientasian tersebut, misalnya pengupayaan waktu pelaksanaan pengumpulan data yang bersifat fleksibel. Karena itu, jadwal tidak dijadikan target. Demikian halnya dengan perolehan data, baik jenis maupun jumlahnya tidak didasarkan pada perencanaan atau target tertentu.
Analisis data bersifat induktif, maksudnya penelitian ini tidak diarahkan untuk memperkuat atau menolak hipotesis tertentu. Karena itu, paparan hasil analisis penelitian yang berkaitan dengan fonologi bahasa masyarakat Dayak Maanyan lebih didasarkan pada data alamiah yang terkumpul di lapangan.

3.         Data dan Sumber Data
a.         Data
Data dalam penelitian ini berupa paparan dari hasil wawancara dengan sumber data dan juga hasil dari pengalaman peneliti sebagai salah seorang suku Dayak Maanyan yang juga telah mengetahui kehidupan sehari-hari masyarakat Dayak Maanyan.
b.         Sumber Data
Sumber data dalam penelitian ini adalah penuturan yang dituturkan oleh penutur asli suku Dayak Maanyan yang diperoleh melalui wawancara dan juga dari pengalaman peneliti sendiri sebagai salah seorang putera Dayak Maanyan yang juga mengetahui kehidupan masyarakat Maanyan itu sendiri.
Subjek penelitian yang dipilih dalam penelitian ini adalah masyarakat asli suku Dayak Maanyan. Namun, tidak semua masyarakat asli mempunyai kedudukan yang sama. Oleh karena itu, untuk mendapatkan data yang valid diperlukan seorang informan. Adapun Nothofer dan Slamet dalam bukunya mengemukakan delapan kriteria yang harus dipenuhi bagi seorang informan.
Menurut Taryono, (1993:23-24) dalam Susilo dkk. (1998:6):
1)         Informan merupakan penutur asli suku Dayak Maanyan.
2)         Penutur berusia (51-60 tahun).
3)         Informan mempunyai intelegensi cukup tinggi dan setidak-tidaknya berpendidikan SD.
4)         Informan ridak terlalu lama meninggalkan tempat asal.
5)         Informan dapat berbahasa Indonesia.
6)         Informan tidak cacat wicara.
7)         Informan tidak terlalu lama menggunakan bahasa lain secara terus menerus.
8)         Informan bersedia menjadi informan.
9)         Informan bersikap terbuka, sabar, ramah, jujur, dan tidak terlalu emosional dan mudah tersinggung.
10)       Informan memiliki daya ingatan yang baik, tidak malu, dan suka berbicara.

4.         Teknik dan Alat Pengumpul Data
a.         Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini adalah wawancara dan perekaman. Teknik wawancara merupakan teknik penjaringan data melalui percakapan antara peneliti dan informan. Pelaksanaan teknik ini dilakukan dengan cara tanya jawab langsung sesuai dengan data yang telah dipersiapkan. Teknik perekaman dalam penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk memperoleh data yang sebenarnya dalam bentuk rekaman audio yang akan ditranskripsikan dalam bentuk tulisan.
b.         Instrumen Penelitian
Dalam penelitian kualitatif, para ahli mengemukakan pendapatnya bahwa yang menjadi instrumen penelitian adalah peneliti itu sendiri, atau dengan bantuan orang lain yang merupakan alat pengumpul data utama (Guba dan Lincoln, 1981 dalam Moleong, 2005). Hal ini dikarenakan peneliti dalam penelitian kualitatif dipandang sebagai pencari tahu alami dalam pengumpulan data.
Peneliti sebagai instrumen, ada beberapa prasyarat yang harus diperhatikan, yaitu: (1) peneliti ada jarak dengan objek terteliti, (2) tetap objektif, (3) berorientasi pada tujuan penelitian, (4) tetap setia pada data penelitian, dan (5) menyelesaikan sesuai dengan disiplin ilmu serta paradigma.
Selain peneliti sebagai instrumen utama, penelitian ini menggunakan instrumen bantu, yaitu alat perekam ( Telepon Seluler BlackBerry), Alat perekam digunakan untuk merekam tuturan informan, catatan lapangan digunakan untuk mencatat konteks tuturan.
c.         Teknik Analisis Data
Teknik analisis data ini didasarkan pada teknik yang dikemukakan oleh Miles dan Huberman (1992: 15-20). Teknik analisis yang dimaksud meliputi: (a) reduksi data, (b) penyajian data, dan (c) penyimpulan. Ketiga langkah tersebut merupakan satu siklus yang saling terkait dan dilaksanakan secara serentak selama dan setelah pengumpulan data. Ketiga langkah itu secara memadai dipaparkan di bawah ini.
Reduksi data adalah kegiatan analisis yang meliputi (a) identifikasi, dan (b) klasifikasi. Identifikasi data adalah kegiatan menyeleksi kelayakan data, klasifikasi data adalah kegiatan memilah dan mengelompokkan data. Penyajian data adalah kegiatan mengelompokkan data yang telah direduksi. Dengan penyajian data ini diharapkan penarikan kesimpulan menjadi terarah.
Penarikan simpulan adalah kegiatan analisis yang lebih dikhususkan pada penafsiran data yang telah disajikan.
d.         Pengecekan Keabsahan Data
Konsekuensi bagi peneliti yang melakukan penelitian kualitatif adalah sering dijumpai data kasus negatif dan data bervariasi. Dalam kegiatan penelitian diperlukan kriteria tertentu yang dapat memenuhi nilai kebenaran (keabsahan) terhadap data informasi yang dikumpulkan peneliti dari lapangan, untuk mengantisipasi kemungkinan-kemungkinan terjadi kesalahan, kekurangan atau bias terhadap data yang dianalisis. Kekhawatiran ini dapat dihindari dengan melakukan trianggulasi sebagai salah satu teknik pemeriksaan data (Moleong, 2005).
Pengecekan keabsahan data menurut Moleong (2005:175) ada sembilan teknik, yaitu: (1) perpanjangan keikutsertaan, (2) ketekunan pengamatan, (3) trianggulasi, (4) pemeriksaan sejawat melalui diskusi, (5) analisis kasus negatif, (6) kecukupan referensi, (7) pengecekan keanggotaan, (8) uraian rinci, dan (9) auditing. Dalam penelitian ini, pemeriksaan keabsahan data hanya difokuskan pada ketekunan pengamatan, trianggulasi, dan kecukupan referensial.
Trianggulasi adalah teknik pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu yang lain di luar data itu (Moleong, 2005:178). Teknik trianggulasi paling banyak digunakan ialah pemeriksaan yang memanfaatkan penggunaan sumber, metode penyidik dan teori (Denzin dan Moleong, 2005). Perlunya diadakan trianggulasi adalah untuk memeriksa kepercayaan dan validasi dari hasil-hasil temuan penelitian. Trianggulasi sebagai salah satu alat yang tepat untuk mengatasi terjadinya perbedaan-perbedaan sumber dalam temuan penelitian. Beberapa ahli mengatakan bahwa trianggulasi dilakukan untuk pengecekan data agar penelitian memiliki taraf kepercayaan yang tinggi (Miles dan Huberman, 1984). Dalam penelitian ini, trianggulasi digunakan untuk memeriksa keabsahan dan kesalahan data sebagai strategi yang dapat meningkatkan kredibitas penelitian ini.  

DEFINISI  ISTILAH
1.      Wadian / Balian adalah pemimpin ritual dalam beberapa upacara adat Dayak.
2.      Damang / Damung adalah pemimpin/ tokoh masyarakat adat Dayak Maanyan.
3.      Mantir adalah tetua adat atau kepala suku / kepala adat yang dihormati di tengah masyarakat Dayak Maanyan.
4.      Wadian matei adalah pemimpin ritual dalam upacara kematian suku Dayak Maanyan.
5.      Wadian welum adalah pemimpin ritual dalam upacara pengucapan syukur.
6.      Datu Tunyung adalah surga dalam kepercayaan suku Dayak Maanyan.
7.      Nansarunai adalah nama daerah atau kerajaan yang ada di Kalimantan, khususnya di Kabupaten Barito Timur.
8.      Talamana Tuah Hukat adalah Tuhan dalam kepercayaan suku Dayak Maanyan dan juga sering disebut Alatala.
9.      Kariau adalah roh-roh atau makhluk halus.
10.  Adiau adalah roh orang yang sudah meninggal.
11.  Tunti-Tarutuh adalah pinangan dalam masyarakat Dayak Maanyan.
12.  Sihala adalah suatu hukum adat yang menangkap pasangan kumpul kebo atau praduga telah melakukan hal-hal yang tidak baik menurut pandangan adat atau telah melakukan perzinahan.
13.  Mangkau adalah suatu tindakan mengambil isteri atau suami orang lain.

SISTEMATIKA  PENELITIAN
Sistematika penulisan dalam mkalah ini adalah sebagai berikut :
BAB I adalah pandahuluan. Bab ini berisi latar belakang masalah, rumusan masalah, pertanyaan penelitian, tujuan penelitian, pentingnya penelitian, tesis, ruang lingkup penelitian, metode dan prosedur penelitian, definisi istilah beserta sistematika penelitian / penulisan. BAB II adalah landasan teori yang berisi beberapa penjelasan mengenai letak geografi dan sejarah suku beserta bentuk pemerintahan dalam masyarakat serta tata krama dan aturan dalam masyarakat Dayak Maanyan.. BAB III adalah pembahasan dan uraian mengenai kehidupan beragama atau kepercayaan masyarakat Dayak Maanyan, susunan masyarakat agama dan juga uraian mengenai hukum adat dalam perkawinan dan upacara kematian serta bahasa dan kosakata bahasa Dayak Maanyan. BAB IV adalah pembahasan dan uraian tentang mata pencaharian dan perlengkapan hidup masyarakat Dayak Maanyan. BAB V adalah penjelasan tentang ciri khas yang dimiliki oleh suku Dayak Maanyan, termasuk kuliner, buah musiman, senjata, bahan kerajinan dan juga keseniannya. BAB VI adalah kesimpulan dan saran beserta daftar pustaka.

   BAB  II.   LETAK GEOGRAFI, SEJARAH  DAN TATANAN MASYARAKAT

                                           1.    LETAK  GEOGRAFI.
Kabupaten Barito Timur yang beribukota di Tamiang Layang terletak antara 1°2’ Lintang Utara dan 2°5’ Lintang Selatan, 114° dan 115° Bujur Timur. Diapit oleh Kabupaten tetangga yaitu di sebelah Utara dengan sebagian wilayah Kabupaten Barito Selatan, di sebelah Timur dengan sebagian Wilayah Propinsi Kalimantan Selatan, di Selatan dengan Kabupaten Barito Selatan dan Propinsi Kalimantan Selatan serta di sebelah Barat dengan Kabupaten Barito Selatan.
      Luas wilayah Kabupaten Barito Timur tercatat 3.834 km2 meliputi sepuluh kecamatan. Kecamatan Dusun Timur dan Kecamatan Paju Epat merupakan kecamatan terluas, masing-masing 867,70 km2 dan 664,30 km2 atau luas kedua kecamatan tersebut mencapai 40,15 % dari seluruh wilayah Barito Timur. Sebagian besar wilayah Kabupaten Barito Timur merupakan dataran rendah, ketinggiannya berkisar antara 50 s/d 100 meter dari permukaan air laut. Kecuali sebagian wilayah Kecamatan Awang dan Patangkep Tutui yang merupakan daerah perbukitan.
Dengan tidak ada sungai besar dan banyak sungai kecil/anak sungai, keberadaannya menjadi salah satu ciri khas Kabupaten Barito Timur. Sebagai daerah yang beriklim tropis, wilayah Kabupaten Barito Timur rata-rata mendapat penyinaran matahari lebih dari 50% sepanjang tahun. Udaranya relatif panas yaitu siang hari mencapai 34,6°C dan malam hari 21,0°C, sedangkan rata-rata curah hujan pertahunnya relatif tinggi yaitu mencapai 228,9 mm.

                                              2 .  SEJARAH  SUKU
Berbicara untuk memahami Kebudayaan Dayak Maanyan sekarang bukanlah mudah. Perubahan begitu cepat yang telah dialami suku ini terutama setelah lebih setengah abad berlalu. Nilai -nilai telah bergeser dan berubah, karena pengaruh yang masuk ke tengah-tengah masyarakatnya. Pengaruh Pemerintah Belanda, Jepang, zaman pergolakan hingga tercapainya kemerdekaan bangsa kita, zaman Orde Baru dan setelah keruntuhan orde baru sampai Pemerintahan saat ini.
Sumbangan berupa pemikiran terutama bagi peminat serta bersedia mau membangun dan mengembangkan masyarakat Dayak Maanyan sangat diharapkan pada masa ini. Terutama mendampingi mereka dalam gejolak perubahan tajam meninggalkan kepercayaan lama dari benturan-benturan yang mungkin merugikan. Jalan yang memungkinkan dengan memperhatikan sejarah, adat kebiasaan dan budaya suku ini.
Menurut legenda turun temurun, kelompok ini berasal dari Asia Selatan termasuk Proto Melayu. Dari ceritera yang dituturkan oleh Wadian Matei dalam upacara kematian Marubia Kiyaen, kelompok suku ini pernah melewati Sri Bagawan dan kota Lingga. Di dalam Kiyaen itu, tidak pernah disebut-sebut nama-nama tempat di Sumatera dan Jawa. Kiyaen adalah kisah perjalanan suku ini. Besar kemungkinan melalui atau melewati Kalimantan bagian Utara memakai Banung atau bahtera, kemudian menyusuri pantai timur Kalimantan, Selat Makassar. Banung mereka ada yang sesat ke Pilipina selatan, ada pula singgah di Tanjung Pamukan dan kemudian dikenal dengan Dayak Sumihin menempati Tanah Gerogot selatan.
Dikisahkan bahwa rombongan utama yang dipimpin oleh Datuk Sigumpulan dan isterinya Dara Sigumpulan tiba disuatu tempat yang bernama Gusung Kadumanyan atau Gusung Malangkasari tidak jauh dari Ujung Panti di tepi sungai Barito. Tidak diketahui dengan jelas mengapa kelompok ini berpindah-pindah dari sana ke Bakumpai Lawas, Jengah Tarabang, Katuping Baluh, Bamban Sabuku, Kupang Sundung, Unsum Ruang, Eteen (Balangan) dan kemudian Nan Sarunai. Nan Sarunai menjadi tempat yang makmur dan maju. Tata pemerintahan sudah teratur. Diperkirakan letaknya di sekitar Banua Lawas, Pasar Arba di hilir Kelua sekarang. Pemerintahannya dipegang oleh semacam dewan, terdiri dari 40 orang yang mempunyai keahlian masing-masing. Sebagai pimpinan pemerintahan pada masa itu adalah Ambah Jarang dengan dibantu oleh 7 orang Uria dan 12 orang Patis.
Ketika Nan Sarunai mencapai puncak kemajuannya, tiba-tiba diserang oleh pasukan dari Jawa. Kejadian tersebut terkenal dengan ungkapan "Nan Sarunai hancur, usak Jawa". Sebagian kecil penduduknya melarikan diri dan membangun tempat baru diberi nama "Batang Helang Ranu". Karena tidak aman Batang Helang Ranu itupun ditinggalkan, lalu menyebar ke daerah Barito Timur dengan pembagian Paju IV, Paju X dan Banua Lima. Sekitar abad ke 16 datanglah Lebai Lamiyah meng-Islamkan, kecuali Paju IV, sampai ke Kampung Sarapat. Itulah sebabnya di daerah Paju IV masih ada Hukum Kematian dengan membakar tulang dan mayat. Karena ajaran-ajaran agama Islam sangat berbeda dengan adat istiadat dan kebudayaan mereka, maka kembalilah mereka ke status kepercayaan asli mereka semula. Akibatnya disana sini ada perubahan termasuk tak ada "Mapui" atau Pembakaran Mayat.
Penghujung abad ke 18 Belanda dapat dengan mudah berkuasa atas kelompok yang sangat mencintai kedamaian dan ketentraman ini. Kemudian diikuti oleh penyebaran agama Kristen Protestan. Masih pada ujung abad itu sudah ada diantara penduduk yang dibaptis oleh Pendeta Tromp dari Zending Bremen. Agama Kristen merambat masuk melalui Kuala Kapuas. Misi itu diikuti dengan mendirikan gedung gereja di Tamianglayang tahun 1933 dan sekolah Rakyat di beberapa kampung. Semula menempati Kampung Beto, kemudian Murutuwu, akan tetapi kampung tersebut menolak misi itu.
Dengan dibukanya sekolah tadi maka daerah ini menerima perubahan yang sangat berarti. Melalui pendidikan kemudian, orang Maanyan mulai masuk dan menjadi Kristen yang dikenal dengan "Ulun Ungkup", sedang yang menjadi Islam karena perkawinan dan hal lain disebut "Ulun Hakei". Kata Maanyan masih simpang siur mengartikannya. "Ma" artinya ke dan "anyan" berarti tanah kering dan berpasir. Jadi orang yang mendiami tanah kering dan berpasir, tetapi ada juga yang berpendapat dan mengartikan, ialah orang yang mendiami Gusung Kadumanyan. Kelompok ini sudah mengenal bertani ladang dengan memperhatikan bintang "Awahat". Mata pencaharian lain yakni berburu, menangkap ikan, membuat perahu dan lain-lain. Ketika ini tetap berladang, berkebun karet, rotan dan buah-buahan dan berternak babi. Jika dahulu hanya untuk memenuhi kebutuhan keluarga, sekarang sudah merupakan tambahan nilai ekonomis.
Sebelum perang dunia kedua sudah banyak keluar untuk mencari lahan baru dan lebih subur. Disamping hutan merupakan sumber usaha tambahan. Mengumpulkan hasil hutan dan usaha membuat perahu. Karena hutan semakin menipis, maka pertanda kemunduran bagi hidup dan kehidupan mereka. Kemana lagi? kini lebih 40% menjadi buruh dan pegawai meninggalkan tempat asal mereka, menyebar kemana-mana. Ciri khas watak pada umumnya sangat menyukai seni dan bahasa satra asli, lemah lembut bertutur kata, suka merendah-rendah, dalam berbicara ceplas ceplos dan terus terang bila sudah mengenal teman bicara. Agak mudah percaya, bila tertipu jadi pendendam. Suku Dayak Maanyan sangat mempertahankan harga diri dan tidak suka mencari masalah.


                     3. SISTEM PEMERINTAHAN DALAM MASYARAKAT

a. Kepala Suku.
Suku Dayak Maanyan tidak mengenal raja. Pemimpin merupakan Kepala Suku. Yang menjadi pemimpin karena kecakapan, jujur, adil, dan berani. Pemimpin yang lalim tak akan terpilih. Pemilihan melalui musyawarah kemudian didudus atau dinobatkan. Di dalam pendudusan ia harus berjanji berlaku jujur dan adil. Pemimpin tertinggi disebut Damung merangkap Uria. mengatur pemerintahan merangkap menjadi Panglima atau orang kebal,menjaga keamanan. Penghulu atau Kepala Adat mengatur jalan dan ketaatan Hukum Adat. Balian atau Wadian melaksanakan kepercayaan. Pada waktu ini hanya ada Kepala Adat dengan beberapa orang anggotanya terdiri dari Mantir dang Penghulu, termasuk para Balian. Sedangkan Kampung dipimpin oleh Kepala Kampung. Kepala Kampung sekarang adalah pilihan masyarakatnya.
b. Kepala Adat / Penghulu / Damang.
Kepala Adat dan Penghulu bertanggung jawab dibidang Adat, melaksanakan, mengatur agar tidak salah menurut kebiasaan adat. Dalam pelaksanaan selalu melalui musyawarah termasuk harus disaksikan oleh Kepala Kampung.
c. Balian atau Wadian.
Balian atau Wadian Matei sangat berperan memanggil, mengantar dan menunjuk jalan yang berliku-liku agar sampai ke Datu Tunyung yang dikatakan penuh dengan keriaan, kecukupan tak berhingga. Biaya dan bahan yang harus tersedia : uang, beras, beras pulut, jelai, telur, ayam kecil dan besar, babi bahkan kerbau. Lama pelaksanaan dari satu malam, dua, tiga, lima, tujuh bahkan sembilan. Urutan menurut hari pelaksanaannya : Tarawen, Irupak, Irapat, Nantak Siukur dalam Marabia, untuk Ngadaton dan Ijambe dan lain sebagainya.
Pelaksanaan upacara siang malam dapat selesai berkat kegotongroyongan dan semangat kebersamaan yang tinggi. Tidak ada perhitungan berapa biaya, tenaga dan waktu maupun perhitungan ekonomi lain asal si mati bisa diantarkan sampai ke Datu Tunyung. Perbuatan kaum kerabat demikian bahkan memberi kebahagiaan kehidupan dengan arwah lain yang telah mendahului mereka. Biaya yang dikeluarkan tidak sia-sia karena menjadi bekal perjalanan adiau menuju dunia kaum keluarga yang telah meninggal mendahului mereka. Sebelum memulai tahun perladangan, segala upacara untuk masalah kematian dan upacara syukuran harus sudah selesai dilaksanakan. Jika tidak, sangat berbahaya dan merugikan untuk keselamatan keluarga seisi kampung dan padi yang akan ditanam. Semua upacara harus ditutup mengadakan "Ipaket" atau "Ibubuhan" dengan tujuan menolak bala bencana untuk tahun depan. Semua roh jahat harus diberi bagian, agar dapat bekerja dengan tenteram dan keluarga dijauhkan dari sampar dan sebagainya. Upacara diadakan pada malam hari penuh seperti Nyepi di Bali. Artinya, tidak membunuh, tidak memotong kayu/pohon, menumbuk dan membuat ingar bingar di kampung sehari penuh.

       4.  TATA KRAMA DAN ATURAN DALAM MASYARAKAT

1.       Adat istiadat dalam keluarga :
Orang tua sangat berperan dan menentukan di dalam keluarga. Dalam hal ini juga dapat dibantu oleh Kakah atau Itak. perilaku, tutur kata dengan contoh dan teladan demikian belajar bekerja untuk menolong orang tua sangat diutamakan. menanam rasa hormat dan taat serta tertib menggunakan waktu, pagi buta sudah ke kebun atau ke ladang, pulang bila hari sudah gelap. Sebutir padi tak boleh jatuh ke tanah, sebiji nasi tak boleh jatuh ke tikar dan bangun harus mendahului margasatwa di hutan. Menjawab kata suara lembut, lewat didepan orang tua harus membungkuk. yang kakak melindungi dan dihormati dan adik harus menghargai.
Kakak laki-laki akan menjadi "Usbah Bungkut" yakni melindungi harta milik yang ada di luar rumah. Sedangkan jika kakak perempuan harus menuntun adik-adiknya dan melatih menjadi pemimpin di dalam rumah. Dia disebut "Taragaan" tugasnya menjaga, memelihara milik dan harta di dalam rumah. Hormat dan kepatuhan terjaga sejauh mana "Uruk ajar" oleh orang tua mereka. Bila melanggar nasihat dan ajaran oran tua dia akan menerima : Panalaen, kuta dusa dulat dan segalamacam bencana dari Talamana. Ini diartikan sama dengan hukum karma, hanya saja dosa yang besar, bila disebut mati tidak diterima bumi. Orang Dayak Maanyan memandang kedudukan dan martabat anak laki dan perempuan sama.
2.      Warisan
Sebab kedudukan anak laki-laki sama dengan perempuan, maka pembagian berupa waris sama. Bila orang tua merasa perlu, harta kekayaan, tanah dan kebun sudah dapat ditentukan lebih dahulu dan dihadapi oleh "Usbah Pulau". Jarang terjadi suara Usbah Bungkut diingkari oleh saudara-saudaranya. Kerukunan dan musyawarah adalah merupakan kekayaan sebagian besar keluarga Dayak Maanyan, dimana keadilan sangat dijunjung tinggi.
3.       Pergaulan
Pergaulan antara pria dan wanita boleh dikatakan cukup bebas. Karena itu dibebankan kepada sikap pribadi masing-masing, teristimewa dalam memilih jodoh. Namun cara yang terbaik biasanya ada orang ketiga terutama dari pihak si gadis selalu mendampinginya. Ini kita harus mengenal batas dan waktu, serta keluarga masing-masing. Jangan sampai mencurigakan seolah-olah mempermainkan gadis di depan mata kaum keluarganya. Jika sindiran dan nasihat tak mempan, maka pasti ada orang yang menuntut malu. Melanggar adat akan dituntut oleh adat.
4.      Sikap Terhadap Orang Tua
Terhadap orang tua maupun sesepuh kampung mereka selamanya dihargai dan dihormati selama hidupnya. Orang merasa aib besar jika tidak memberi tempat kepada mereka. Tempat duduk dalam rapat, kenduri, ketika makan dan berbicara, memberi nasihat kepada pengantin dan dalam menyelesaikan pertikaian antar keluarga. Sungguh sesuatu keaiban bagi anak yang durhaka kepada orang tua dan para sesepuh.
5.      Sikap terhadap tamu atau pendatang :
"Potong Pantan" dan "Natas Banyang" bukti adat kebiasaan cara menghargai dan menghormati tamu. Orang merasa malu bila tidak dapat memberi kesan baik, maupun tutur kata dan pelayanan bila rumahnya kedatangan tamu. Mereka akan selalu berusaha agar tamu merasa seolah olah dirumah sendiri. Sekarang tergantung pada sikap si tamu ramah atau angkuh dan sombong. Bila tamu murah hatinya, separuh kehidupan mereka akan mereka serahkan kepada kita dan mereka akan melayani sebaik mungkin dan bahkan mereka menjadikan diri mereka sebagai tameng hidup untuk melindungi tamu.
6.      Nilai-nilai yang dijunjung tinggi :
Semangat "Anrau Iram Suluk Matu" dalam susah dan senang. Setiap pekerjaan selalu melalui musyawarah. Patuh dan taat pada apa yang diyakini, mematuhi pimpinan dan mau berkorban demi kehormatan, keamanan dan kesejahteraan bersama. Nama kelompok masih dijunjung tinggi.
7.      Peranan adat dan larangan / hal tabu yang harus dihindari:
Pada umumnya peranan adat masih ditaati sampai mati, kecuali ajaran baru yang melemahkan mereka.  Hal yang tabu tersebut adalah diantaranya : Kumpul kebo, hamil di luar nikah, mencuri, berzinah dan lain sebagainya. Melanggar adat berarti akan menerima bencana dan kehancuran untuk umum. Semangat Suruk Samah, Ngulung Maku akan menghilangkan rasa bersalah dengan ikhlas. Kesadaran takut akan dikucilkan dari kelompok bila mengabaikan tuntutan adat. Semua yang ditabukan sangat dipatuhi, karena sadar akan merugikan keselamatan, kesejahteraan dan keamanan bersama. Pengawasan selalu dilakukan oleh Kepala /Penghulu Adat serta dibantu oleh semua pihak. Namun akhir-akhir ini oleh mereka yang melepaskan kepercayaan dahulu dengan sengaja menginjak dan melanggar segala pantangan yang sudah berurat akar, sehingga menimbulkan kekurang serasian antar mereka dan penganut agama yang baru.
8.      Sangsi Adat :
Pelanggaran membuat hubungan tidak serasi lagi. Kalau ada yang terjadi, pelanggar harus memenuhi segala tuntutan yang dibebankan oleh adat. Sangsi tersebut tergantung keputusan Kepala Adat / Penghulu / Damang. Pada kenyataannya sekarang ini karena majunya pendidikan, maka kebanyakan merubah agamanya dengan cepat sesuai dengan kebebasan dan pilihan mereka. Kini diduga yang menganut kepercayaan asli sekitar 40 % lagi. Jika anak berubah agama, lambat laun diikuti oleh orang tua. Yang pasti mempercepat perubahan sikap dan arah hidup mereka. Kini Penghulu Adat masih dihargai untuk memutuskan Hukum Adat dalam perkawinan pada orang Kristen, untuk alasan ada kerja sama.
Ringkasan :
   BAB  II.   Letak Geografi, Sejarah dan Tatanan Masyarakat.
1.    Letak Geografi..
Kabupaten Barito Timur yang beribukota di Tamiang Layang terletak antara 1°2’ Lintang Utara dan 2°5’ Lintang Selatan, 114° dan 115° Bujur Timur. Diapit oleh Kabupaten tetangga yaitu di sebelah Utara dengan sebagian wilayah Kabupaten Barito Selatan, di sebelah Timur dengan sebagian Wilayah Propinsi Kalimantan Selatan, di Selatan dengan Kabupaten Barito Selatan dan Propinsi Kalimantan Selatan serta di sebelah Barat dengan Kabupaten Barito Selatan.
Luas wilayah Kabupaten Barito Timur tercatat 3.834 km2 meliputi sepuluh kecamatan. Kecamatan Dusun Timur dan Kecamatan Paju Epat merupakan kecamatan terluas, masing-masing 867,70 km2 dan 664,30 km2 atau luas kedua kecamatan tersebut mencapai 40,15 % dari seluruh wilayah Barito Timur. Sebagian besar wilayah Kabupaten Barito Timur merupakan dataran rendah, ketinggiannya berkisar antara 50 s/d 100 meter dari permukaan air laut. Kecuali sebagian wilayah Kecamatan Awang dan Patangkep Tutui yang merupakan daerah perbukitan.
2. Sejarah Suku.
Menurut legenda turun temurun, kelompok ini berasal dari Asia Selatan termasuk Proto Melayu. Dari ceritera yang dituturkan oleh Wadian Matei dalam upacara kematian Marubia Kiyaen, kelompok suku ini pernah melewati Sri Bagawan dan kota Lingga. Di dalam Kiyaen itu, tidak pernah disebut-sebut nama-nama tempat di Sumatera dan Jawa. Kiyaen adalah kisah perjalanan suku ini. Dikisahkan bahwa rombongan utama yang dipimpin oleh Datuk Sigumpulan dan isterinya Dara Sigumpulan tiba disuatu tempat yang bernama Gusung Kadumanyan atau Gusung Malangkasari. Pemerintahannya dipegang oleh semacam dewan, terdiri dari 40 orang yang mempunyai keahlian masing-masing. Sebagai pimpinan pemerintahan pada masa itu adalah Ambah Jarang dengan dibantu oleh 7 orang Uria dan 12 orang Patis.
Ketika Nan Sarunai mencapai puncak kemajuannya, tiba-tiba diserang oleh pasukan dari Jawa. Kejadian tersebut terkenal dengan ungkapan "Nan Sarunai hancur, usak Jawa". Sebagian kecil penduduknya melarikan diri dan membangun tempat baru diberi nama "Batang Helang Ranu".
3. Sistem Pemerintahan dalam masyarakat:
a. Kepala Suku.
b. Kepala Adat.
c. Balian / Wadian.
4. Tata krama dan aturan dalam masyarakat :
a. Adat istiadat dalam keluarga.
b. Warisan.
c. Pergaulan.
d. Sikap terhadap orang tua.
e. Sikap terhadap tamu / pendatang.
f. Nilai-nilai yang dijunjung tinggi.
g. Peranan adat dan larangan / hal yang tabu.
h. Sanksi adat.



                               BAB  III   AGAMA,  ADAT  DAN  BAHASA

A.    KEHIDUPAN BERAGAMA / KEPERCAYAAN.
Kepercayaan Asli Dayak Maanyan, Tuhan disebut Talamana Tuah Hukat (Alatala) sebagai penguasa tertinggi, membawa keselamatan dan kehidupan.
1.      Hiang Piumung.
Nanyu Saniang, merupakan suatu roh yang berasal dari arwah keluarga yang menurut nenek moyang ditentukan tempat tinggalnya, misalnya di Guci, sedangkan untuk umum biasanya ditetapkan pada tempat tertentu, yang disebut "Panungkulan" atau "Lewu-Nanyu" ini bisa berupa arwah laki-laki atau perempuan yang disebut juga Kariau (Miwit Umpui). Arwah laki-laki disebut "Nanyu" dan perempuan "Ngaliusen".
2.      Sahabat.
Ini merupakan suatu kepercayaan sebagai pelindung keluarga, misalnya seperti : buaya, macan atau kekuatan-kekuatan lainnya.
3.      Roh Jahat
atau kekuatan lain diluar yang diatas; untuk penangkal bencana, wabah,dst dilakukan ibubuhan atau menolak bala.

B.  SUSUNAN MASYARAKAT AGAMA DALAM MASYARAKAT DAYAK MAANYAN
a.  Wadian.
Wadian (dukun) menurut peranannya adalah pemimpin ritual. Untuk keperluan kehidupan dan upacara kematian. Pada umumnya pelaksanaan upacara ini terdiri dari kaum wanita, melalui "Tumang Katuh" (Pelantikan Wadian/dukun) baru kemudian disebut "Rampu" atau "Pamungkur" atau berarti ahlinya.
b. Wadian Matei.
Bertugas untuk memanggil, memanjatkan doa untuk arwah orang yang telah meninggal dunia untuk menghadap Datu Tunjung.
c. Wadian Welum.
Wadian ini bertugas khusus mendoakan atau mengobati serta menolak bala yang mengganggu orang masih hidup, seperti :
- Wadian Amun Rahu - Wadian Tapu Unru - Wadian Dadas - Wadian Bawo - Wadian Dusun - Wadian Diwa.
Hubungan Wadian (Balian) dengan pimpinan agama sangat erat dengan penghulu dan kepala kampung yang disesuaikan dengan tugas serta peranan masing-masing.
d. Kepala Kampung.
Kepala Kampung mengurus, mengatur keamanan dan pemerintahan kampung, sedangkan pimpinan agama mengatur upacara agama.
Keterangan:
Balian / Wadian Matei sangat berperan memanggil, mengantar dan menunjuk jalan yang berliku-liku agar sampai ke Datu Tunyung yang dikatakan penuh dengan keriaan, kecukupan tak berhingga. Biaya dan bahan yang harus tersedia : uang, beras, beras pulut, jelai, telur, ayam kecil dan besar, babi bahkan kerbau. Lama pelaksanaan dari satu malam, dua, tiga, lima, tujuh bahkan sembilan. Urutan menurut hari pelaksanaannya : Tarawen, Irupak, Irapat, Nantak Siukur dalam Marabia, untuk Ngadaton dan Ijambe dan lain sebagainya.
Pelaksanaan upacara siang malam dapat selesai berkat kegotongroyongan dan semangat kebersamaan yang tinggi. Tidak ada perhitungan berapa biaya, tenaga dan waktu maupun perhitungan ekonomi lain asal si mati bisa diantarkan sampai ke Datu Tunyung. Perbuatan kaum kerabat demikian bahkan memberi kebahagiaan kehidupan dengan arwah lain yang telah mendahului mereka. Biaya yang dikeluarkan tidak sia-sia karena menjadi bekal perjalanan adiau menuju dunia kaum keluarga yang telah meninggal mendahului mereka.



C.  PANDANGAN  MASYARAKAT  DAYAK
a. Asal Mula. Dari "Tutur Mula Alah" maka penciptaan alam semesta, termasuk manusia, hewan, dan segala isinya dijadikan serempak pada satu saat. Tuha Hukat Talamana mendiami langit lapis ke-10. Sedangkan Sawalang Gantung di lapisan langit ke-8 dan ke-9.
b.  Allah. Allah telah disebut Tuha Hukat Talamana menurunkan Sawalang Gantung ke bumi dan kawin dengan Ungkup Batu, beranak duabelas orang dan menjadi dewa.
c.  Balian. Balian merupakan penghantar makhluk/manusia dengan dewa, diteruskan ke Tuha Hukat Talamana. Ini dapat terjadi dengan menabur beras, minyak dan kemenyan sebagai alat memanggil di atas sesaji, tarian, musik, mantera (mamang) yang berisikan doa dan syukur.
d.  Dewa. Dewa menguasai kayu, rotan dan sebagainya, dimana Nabe menguasai manusia, tanah dan angin. Nanyu Manulun menjadi pelindung dan dewa perang, Kariau menguasai padi, burung dan binatang-binatang hutan. Pada umumnya orang dayak berusaha agar hubungan dengan Pencipta selalu ada agar menerima keselamatan di dunia dan akhirat.
e.  Roh –roh. Tetapi di dunia masih banyak roh-roh yang mendatangkan malapetaka, penyakit, sampar, kelaparan, dan bencana-bencana lain. Yang diluar kemampuan mengatasinya, mereka menganggap kesalahan manusia. Kemarahan itu datang dariroh-roh yang mereka sembah. Roh itu ada dimana-mana dan mempunyai tempat masing-masing. Misalnya pada pohon, hutan, batu, lubuk, danau, pulau dst. Disamping yang diketahui dan ditunjuk tempatnya, yakni roh padi di lumbung, roh puputan (alat penempa padi), patung dan rumah-rumah. Untuk roh jahat dan serba magis harus diusahakan perdamaian, juru damai adalah Balian atau dukun.
f.   Taat Adat. Untuk mendapat keamanan, ketentraman, kesehatan dan kebahagiaan tidak ada jalan lain kecuali mentaati hukum adat dan menyelaraskan dengan sekitarnya, yang nampak maupun yang tidak nampak. Hanya dengan ketaatan dan kepatuhan diatas dapat bekerja dengan tentram tanpa halangan hingga meninggal, sehingga arwah dapat mencapai ke Datu Tunjung. Kematian memang suatu kemalangan, karenanya harus memenuhi upacara-upacara kematian sesuai dengan tata caranya serta syarat untuk keluarga yang meninggal, agar perjalanan menuju Datu Tunjung menjadi mulus.


D.  PERKAWINAN MENURUT ADAT DAYAK MAANYAN.
1.       Perkawinan
Perkawinan menurut pandangan orang Dayak Maanyan adalah sesuatu yang luhur dan suci dan merupakan lembaga seksualitas dalam masyarakat tertentu. Perkawinan adat di kalangan masyarakat adat Dayak Maanyan telah berlangsung sejak dahulu kala, bahkan hingga saat ini dan diyakini berlangsung ke masa depan. Walaupun masyarakat Dayak telah terbagi menganut agama berbeda : Islam, Kristen, katolik dan Kaharingan.
Masalah perkawinan, orang Maanyan memandang perkawinan itu luhur dan suci, karenanya diusahakan semeriah mungkin, memenuhi segala ketentuan adat yang berlaku. Dibebani dengan persyaratan yang harus diindahkan. Pada dasarnya Suku Dayak Maanyan tidak menyukai Poligami. Diusahakan pasangan yang seimbang, tidak sumbang. Perkawinan yang terbaik jika melalui kesepakatan antara kedua orang tua. Kebanyakan perkawinan masa lalu diusahakan oleh orang tua. Kini kebebasan memilih sudah tidak menjadi soal lagi. Dahulu yang menjadi ukuran orang tua, turunan, perilaku, rajin, dan terampil bekerja dirumah atau di ladang. Untuk wanita harus pandai memasak, menganyam dan kerajinan lain didalam rumah tangga. Sekarang sesuai dengan kebebasan mereka, serta sejauh rasa tanggung jawab masing-masing.
Tahap pertama keinginan kedua belah pihak disetujui oleh orang tua masing-masing, kemudian bisik kurik, pertunangan atau peminangan, menentukan waktu terbaik dan biayanya. Sedangkan biaya pada waktu ini ditetapkan ditanggung bersama, tidak seperti dahulu sangat ditentukan oleh pihak wanita. Pesta perkawinan yang agak besar disebut "Nyumuh Wurung Jue" yakni meriah dan bergengsi. Bila perkawinan ini sumbang harus disediakan Hukum Adat "Panyameh Tutur" supaya bisa diselesaikan. Hampir semua orang pasti menghendaki cara perkawinan yang terbaik yakni melalui "Tunti-Tarutuh" atau jalan meminang si gadis. Cara-cara lain yang kurang terhormat yaitu melalui "Ijari" cara "Mudi" dan cara yang tidak terpuji melalui "Sihala", "Mangkau" dan cara kawin "Lari".

2.       Tujuan perkawinan menurut Adat :
a.       Perkawinan secara adat bertujuan untuk mengatur hidup dan perilaku hidup bahadat.
b.      Mengatur hubungan manusia berlainan jenis kelamin guna terpeliharanya ketertiban masyarakat agar melakukan perbuatan-perbuatan yang baik dan tidak tercela.
c.       Menata kehidupan berumah tangga yang baik sejak dini, tertata dengan baik dan santun, beradab dan bermartabat.
d.      Menjamin kelangsungan hidup suatu suku /punk dan medapatkan keturunan yang sehat jasmani dan rohani serta menata garis keturunan yang teratur.
e.       Menetapkan status sosial dalam masyarakat.
f.       Menyelesaikan permasalahan-permasalahan yang tedadi dalam pergaulan muda-mudi supaya terhindar dari cela ataupun kutuk yang berdampak luas.
g.      Menyelesaikan permasalahan yang berdampak pada komplik internal, eksternal dan antar suku.

3.      Persyaratan Perkawinan Menurut Adat :
a.       Telah berusia 16 tahun ke atas untuk laki-laki
b.      Sesudah haid pertama bagi perempuan
c.       Sehat jasmani dan rohani
d.      Tidak sedang dipinang oleh orang lain
e.       Bersedia memenuhi persyaratan hukum adat
f.       Bersedia menerima sanksi adat.

E.   SYARAT PEMENUHAN HUKUM ADAT DAYAK MAANYAN
Pada saat seseorang yang akan menikah dengan menggunakan Adat Dayak Maanyan, maka wajib hukumnya untuk melengkapi beberbagai persyaratan sebagai berikut:
1.    Pangukaan tajau tuak  3 real x 2 rupiah x 5 .   Rp. 30.000,- ( ½ ) dibayar pihak I & II. Ini adalah syarat tentang pembukaan tajau (sejenis priuk) tuak (minuman tradisional yg biasa terbuat dari fermentasi) dilambangkan secara simbolik.
2.    Keagungan Mantir    3 real x 2 rupiah x 5.    Rp. 30.000,- ( ½ ) dibayar pihak I & II Keagungan Mantir disini adalah penghargaan terhadap tetua adat atau kepala suku atau pemimpin adat yang dipercayakan oleh masyarakat setempat dilambangkan secara simbolik.
3.    Tajau tuak  galas sangker  3 Real x 2 rupiah x 5.    Rp. 30.000,- ( ½ ) dibayar pihak I & II. Persaratan berupa priuk tuak dan gelas kaca dilambangkan secara simbolik.
4.    Gula bulat niui bulat tipak pisis giling pinang 3 Real x 2 rupiah x 5.                                                                                Persaratan berupa gula merah bulat, kelapa bulat, dan buah pinang yang sudah dihancurkan.                                 Rp. 30.000,- ( ½ )  dibayar pihak I & II
5.    Sangku dite sangku lungkung sapak iwek 3 real x 2 rupiah x 5          
Persyaratan berupa beras ketan dan beras lungkung dan potongan daging babi bagian kakinya dilambangkan secara simbolik. Rp. 30.000,- ( ½ ) dibayar pihak I & II
6.    Hukum Kebenaran  12 real  x 2 rupiah x 5.  Rp. 120.000,-  Pol dibayar pihak I
7.    Lanjung Ume Petan Gantung 3 real x 2 rupiah x 5.   Rp. 30.000,-  Pol dibayar pihak I
Persyaratan berupa lanjung(sejenis tas dari rotan  khas dayak kalimantan) dan sumpit secara simbolik.
8.    Eteh Kadiwai  3 real x 2 rupiah x 5.     Rp. 30.000,-  Pol dibayar pihak I
9.    Paminia Pamakaian   3 real x 2 rupiah x 5.     Rp. 30.000,-  Pol dibayar pihak I
10.  Pilangkahan  3 real x 2 rupiah x 5.  Rp. 30.000,- Persyaratan ini berlaku apabila, seorang adik ingin menikah dan mendahului seorang kakaknya yang belum menikah, maka sang adik wajib membayar hukum adat ini.
11.  Pilah Anak    3 real x 2 rupiah x 5   Rp. 30.000,- 
12.  Tutup Uban   Berupa Kain                                                                 
13. Administrasi                  
Rp. 50.000,- ( ½ ) dibayar pihak I & II
·         Kepala  Desa                  Rp. 10.000
·         Mantir                            Rp. 10.000
·         Penghulu Adat               Rp. 10.000
·         Saksi 2 Orang                Rp. 10.000
·         Administrasi                  Rp. 10.000


 F.   SURAT PERKAWINAN MENURUT ADAT DAYAK
Surat perkawinan menurut adat adalah bukti tertulis yang dikeluarkan oleh Damang Kepala Adat menjadi pegangan kedua belah pihak mempelai.
a. Tujuan
1.      Menetapkan status
2.      Melindungi mereka dari prasangka buruk pihak ketiga
3.      Melindungi masing-masing dari hak dan kewajiban
4.      Menetapkan status anak dan melindungi hak-hak anak bila ada.
b. Manfaat
1.      Bukti otentik tertulis telah memenuhi hukum adat setempat
2.      Mengikat orang lain tunduk kepada hukum adat Dayak Maanyan
3.      Mengatur hak dan kewajiban pembagian harta milik bersama
4.      Melindungi hak dalam menghadapi permasalahan yang berhadapan dengan hukum formal
5.      Tanda bukti status dalam masyarakat.

G.   SURAT PERJANJIAN PERKAWINAN MENURUT ADAT
Surat perjanjian Perkawinan menurut Adat adalah sebuah perjanjian tertulis yang isinya disepakati oleh kedua belah pihak calon mempelai dan orang tua calon mempelai disaksikan oleh saksi-saksi dan mantir adat serta diketahui oleh Damang. Di dalam surat tersebut dicantumkan pemenuhan huku adat yang menjadi tanggung jawab pihak calon mempelai laki-laki serta dicantumkan hak dan kewajiban masing-masing. Dicantumkan pula sanksi hukum bagi yang melakukan kesalahan serta dicantumkan pengaturan pembagian harta rupa tangan serta pembagiannya termasuk hak anak dan hak ahli waris dimana perkawinan itu tidak mendapat anak.
a. Tujuan
1.      Bukti otentik perjanjian tertulis
2.      Acuan dalam penyelesaian masalah dikemudian hari
3.      Mengatur barang rupa tangan dan hak-hak
4.      Mengatur sanksi-sanksi
 b.  Manfaat
1.      Bukti otentik tertulis yang harus ditaati oleh kedua belah pihak
2.      Memudahkan dalam penyelesaikan masalah oleh para pihak
3.      Untuk dokumentasi

H.   SURAT KETERANGAN PERCERAIAN SECARA ADAT
   a.   Dasar.
Peraturan Daerah Provinsi Kalimantan Tengah Nomor: 16 tahun 2008 BAB V pasal 8 huruf a, b, dan c serta pasal 9 ayat (1) huruf a, b dan c.
   b.   Surat keterangan cerai.
1.      Surat keterangan perceraian yang sifatnya khusus karena menurut pertimbangan dilihat dari adat mereka tidak layak untuk meneruskan kehidupan berumah tangga dan mereka harus diceraikan (hal-hal khusus) hal ini mutlak sama dengan surat talak.
2.      Surat keterangan perceraian oleh karena permasalahan / sengketa dalam rumah tangga yang walaupun diupayakan upaya perdamaian namun tetap tidak dapat rujuk.
3.      Dalam hal ini Damang mengeluarkan surat keterangan perceraian dengan alasan-alasan, berfungsi sebagai rujukan untuk mendapatkan keputusan perceraian dari pengadilan (UU No. 1 tahun 1974).
     c.   Manfaat / kegunaan
a.       Menetapkan status hak masing-masing pihak dan menetapkan hak dan status anak.
b.      Memudahkan pihak lain untuk kepentingan-kepentingan tertentu.
c.       Sebagai acuan atau rujukan bagi pengadilan.

I.   UPACARA  KEMATIAN
Kematian bagi setiap orang sungguh mengerikan, menyedihkan dan menakutkan sebab harus berpisah dengan kaum keluarga yang dicintai dan disayangi. Namun semua harus diselesaikan sesuai adat dan rukun kematian itu sendiri. Meskipun yang meninggal karena karam atau mati di negeri lain, upacaranya tanpa jasad tetapi sudah cukup dengan pakaian, rambut atau kuku si mati. Upacaranya disesuaikan dengan kemampuan keluarga, meskipun semua pekerjaan maupun biayanya didapat dari sumbangan dan bantuan seluruh keluarga bahkan oleh penduduk kampung.
Upacara kematian yang lengkap disebut Marabia, Ijambe dan Ngadaton untuk tingkat terhormat. Harus dilaksanakan secara lengkap menurut adat agar sampai ke Datu Tunyung (sorga). Bila tidak arwah atau adiau bisa gentayangan tidak sampai ke tempat tujuan. Balian atau Wadian Matei sangat berperan memanggil, mengantar dan menunjuk jalan yang berliku-liku agar sampai ke Datu Tunyung yang dikatakan penuh dengan keriaan, kecukupan tak berhingga. Biaya dan bahan yang harus tersedia : uang, beras, beras pulut, jelai, telur, ayam kecil dan besar, babi bahkan kerbau.
Lama pelaksanaan dari satu malam, dua, tiga, lima, tujuh bahkan sembilan. Urutan menurut hari pelaksanaannya : Tarawen, Irupak, Irapat, Nantak Siukur dalam Marabia. Pelaksanaan upacara siang malam dapat selesai berkat kegotongroyongan dan semangat kebersamaan yang tinggi. Tidak ada perhitungan berapa biaya, tenaga dan waktu maupun perhitungan ekonomi lain asal si mati bisa diantarkan sampai ke Datu Tunyung. Perbuatan kaum kerabat demikian bahkan memberi kebahagiaan kehidupan dengan arwah lain yang telah mendahului mereka. Biaya yang dikeluarkan tidak sia-sia karena menjadi bekal perjalanan adiau menuju dunia kaum keluarga yang telah meninggal mendahului mereka.
Belian orang mati (wadian matei) yang  diinterview menggambarkan amirue/adiau akan diantar ke tumpuk janang jari, kawan nyiui pinang kakuring, wahai kawan intan amas, parei jari, kuta maharuh, welum sanang, puang mekum maringin, arai hewu (Roh yang meninggal kan di bimbing perjalanannya oleh belian menuju tempat/ perkampungan yang subur, kelapa dan pinang menghijau indah, bertaburkan intan dan emas, padi yang subur, makanan yang enak, hidup sejahtera, selalu sehat dan gembira). Pada dasarnya Upacara (adat) kematian merupakan berbagai jenis upacara (serangkaian) dari kematian sampai beberapa upacara untuk mengantar adiau/ roh ke tumpuk adiau/ dunia akhirat.
Berikut beberapa upacara tersebut :
1.      Ijambe
Ijambe, (baca : Ijamme’) yaitu upacara kematian yang pada intinya pembakaran tulang mati. Pelaksanaan upacaranya sepuluh hari sepuluh malam. dan membutuhkan biaya yang sangat besar, dengan hewan korban kerbau, babi dan ayam. Karena mahal Upacara ini dilakukan oleh keluarga besar dan untuk beberapa Orang (tulang yang udah meninggal). Ngadatun, yaitu upacara kematian yang dikhususkan bagi mereka yang meninggal dan terbunuh (tidak wajar) dalam peperangan atau bagi para pemimpin rakyat yang terkemuka. Pelaksanaannya tujuh hari tujuh malam.
2.      Miya
Miya, yaitu upacara membatur yang pelaksanaannya selama lima hari lima malam. kuburan dihiasi dan lewat upacara ini keluarga masih hidup dapat “mengirim” makanan, pakaian dan kebutuhan lainnya kepada adiau / arwah orang yang sudah meninggal.
3.      Bontang / Buntang
Bontang, adalah level tertinggi dan “termewah” bentuk penghormatan keluarga yang masih hidup dengan yang sudah meninggal, upacara ini cukup lama 5 hari lima malam, dengan biaya luar bisa, “memakan korban “puluhan ekor babi jumbo dan ratusan ekor ayam kampung esensinya adalah memberi/ mengirim “kesejahteraan dan kemapanan” untuk roh/ adiau yang di”bontang”, upacara ini bukan termasuk upacara duka, tapi sudah berbentuk upacara sukacita.
4.      Nuang Panuk
Nuang Panuk, yaitu upacara mambatur yang setingkat di bawah upacara Miya, karena pelaksanaannya hanya satu hari satu malam. Dan kuburan si mati pun hanya dibuat batur satu tingkat saja, di antar kue sesajen khas Dayak yaitu tumpi wayu dan lapat wayu dan berbagai jenis kue lainnya dalam jumlah serba tujuh dan susunan yang cukup rumit
5.      Siwah
Siwah, yaitu kelanjutan dari upacara Miya yang dilaksanakan setelah empat puluh hari sesudah upacara Mia. Pelaksanaan upacara Siwah ini hanya satu hari satu malam. Inti dari upacara Siwah adalah pengukuhan kembali roh si mati setelah dipanggil dalam upacara Miya untuk menjadi pangantu pangantuhu, atau “sahabat” bagi keluarga yang belum meninggal.
Yang menarik dari upacara tersebut adalah banyak unsur seninya, baik tumet leut (sajak yang dilantunkan dengan nada indah tapi tetap, dan tarian tarian khas jaman dulu misalnya giring-giring atau nampak maupun nandrik
Sebelum memulai tahun perladangan, segala upacara untuk masalah kematian dan upacara syukuran harus sudah selesai dilaksanakan. Jika tidak, sangat berbahaya dan merugikan untuk keselamatan keluarga seisi kampung dan padi yang akan ditanam. Semua upacara harus ditutup mengadakan "Ipaket" atau "Ibubuhan" dengan tujuan menolak bala bencana untuk tahun depan. Semua roh jahat harus diberi bagian, agar dapat bekerja dengan tenteram dan keluarga dijauhkan dari sampar dan sebagainya. Upacara diadakan pada malam hari penuh seperti Nyepi di Bali. Artinya, tidak membunuh, tidak memotong kayu/pohon, menumbuk dan membuat ingar bingar di kampung sehari penuh.
              
J.   BAHASA
Bahasa untuk komunkasi suku Dayak Maanyan adalah menggunakan bahasa Indonesia , bahasa Maanyan , dan bahasa Banjar sebagai bahasa yang digunakan dalam kesehariannya. Dalam bahasa Dayak Maanyan ini memiliki banyak kesamaan dengan bahasa suku Dayak lainnya dan juga dalam tutur kata dan berbahasa, setiap orang mudah dikenali dari logat atau dialeknya. Ada daerah tertentu di Barito Timur yang penyebutan hurufnya beda dengan daerah lain dan hal itu juga menjadi pembedanya. Contoh : Beberapa individu menyebutkan “ Opo “ menjadi “ Upu “, atau contoh lainnya “ Oso no “ menjadi “ Usu nu “. Hal seperti inilah yang menjadikan dialek atau logat yang berlainan ditambah lagi suku-suku lain yang bukan suku Maanyan asli dan tinggal serta hidup bersama di tengah-tengah suku Dayak Maanyan. Namun sangat disayangkan saat ini adalah generasi mudanya banyak yang tidak fasih lagi berbahasa daerah, khususnya bahasa Dayak Maanyan dikarenakan generasi mudanya banyak yang sekolah keluar daerah, misalnya sekolah di Banjarmasin ataupun Palangkaraya. Bila mereka terlalu lama tinggal di Banjarmasin, maka logat maupun dialek mereka terpengaruh oleh bahasa Banjar dan bahkan tercampur dengan bahasa Banjar ketika mereka berkomunikasi dan bahkan ada yang sudah lupa dengan bahasanya. Demikian juga dengan mereka yang tinggal di Palangkaraya, pasti akan terpengaruh oleh bahasa Dayak Ngaju, karena bahasa Dayak Ngaju adalah bahasa nomor 2 setelah bahasa Indonesia yang digunakan di Palangkaraya.
Berikut kosakata yang bisa anda pelajari dengan terjemahan ke bahasa Indonesia.


Ringkasan :
Bab III. Agama, Adat dan Bahasa.
Kepercayaan Asli Dayak Maanyan, Tuhan disebut Talamana Tuah Hukat (Alatala) sebagai penguasa tertinggi, membawa keselamatan dan kehidupan.
a.  Kehidupan Beragama / kepercayaan :
     1. Hiang Piumung.
     2. Sahabat.
     3. Roh Jahat
 b. Susunan Masyarakat Agama :
     1. Wadian.
     2. Wadian Matei.
     3. Wadian Welum.
     4. Kepala Kampung.
  c. Pandangan Masyarakat :
1.  Asal Mula. Dari "Tutur Mula Alah" maka penciptaan alam semesta, termasuk manusia, hewan, dan segala isinya dijadikan serempak pada satu saat. Tuha Hukat Talamana mendiami langit lapis ke-10. Sedangkan Sawalang Gantung di lapisan langit ke-8 dan ke-9.
2.  Allah. Allah telah disebut Tuha Hukat Talamana menurunkan Sawalang Gantung ke bumi dan kawin dengan Ungkup Batu, beranak duabelas orang dan menjadi dewa.
3.  Balian. Balian merupakan penghantar makhluk/manusia dengan dewa, diteruskan ke Tuha Hukat Talamana.
4.  Dewa. Dewa menguasai kayu, rotan dan sebagainya, dimana Nabe menguasai manusia, tanah dan angin. Nanyu Manulun menjadi pelindung dan dewa perang, Kariau menguasai padi, burung dan binatang-binatang hutan.
5.  Roh –roh. Tetapi di dunia masih banyak roh-roh yang mendatangkan malapetaka, penyakit, sampar, kelaparan, dan bencana-bencana lain. Yang diluar kemampuan mengatasinya, mereka menganggap kesalahan manusia.
6.   Taat Adat. Untuk mendapat keamanan, ketentraman, kesehatan dan kebahagiaan tidak ada jalan lain kecuali mentaati hukum adat dan menyelaraskan dengan sekitarnya, yang nampak maupun yang tidak nampak.
d. Perkawinan menurut Adat Dayak Maanyan :
1.  Perkawinan menurut pandangan orang Dayak Maanyan adalah sesuatu yang luhur dan suci dan merupakan lembaga seksualitas dalam masyarakat tertentu.
2.  Tujuan perkawinan menurut adat adalah perkawinan secara adat bertujuan untuk mengatur hidup dan perilaku hidup bahadat / beradat, mengatur hubungan manusia berlainan jenis kelamin guna terpeliharanya ketertiban masyarakat agar melakukan perbuatan-perbuatan yang baik dan tidak tercela, menata kehidupan berumah tangga yang baik sejak dini, tertata dengan baik dan santun, beradab dan bermartabat, menjamin kelangsungan hidup suatu suku /puak dan medapatkan keturunan yang sehat jasmani dan rohani serta menata garis keturunan yang teratur, menetapkan status sosial dalam masyarakat, menyelesaikan permasalahan-permasalahan yang tedadi dalam pergaulan muda-mudi supaya terhindar dari cela ataupun kutuk yang berdampak luas, menyelesaikan permasalahan yang berdampak pada komplik internal, eksternal dan antar suku.
3.   Persayaratan perkawinan menurut adat adalah, telah berusia 16 tahun ke atas untuk laki-laki, sesudah haid pertama bagi perempuan, sehat jasmani dan rohani, tidak sedang dipinang oleh orang lain, bersedia memenuhi persyaratan hukum adat, bersedia menerima sanksi adat.
 e.    Syarat pemenuhan hukum adat :   
Pada saat seseorang yang akan menikah dengan menggunakan Adat Dayak Maanyan, maka wajib hukumnya untuk melengkapi beberbagai persyaratan sebagai berikut:
Pertama, Pangukaan tajau tuak  3 real x 2 rupiah x 5 .   Rp. 30.000,- ( ½ ) dibayar pihak I & II. Ini adalah syarat tentang pembukaan tajau (sejenis priuk) tuak (minuman tradisional yg biasa terbuat dari fermentasi) dilambangkan secara simbolik. Kedua, Keagungan Mantir    3 real x 2 rupiah x 5.    Rp. 30.000,- ( ½ ) dibayar pihak I & II Keagungan Mantir disini adalah penghargaan terhadap tetua adat atau kepala suku atau pemimpin adat yang dipercayakan oleh masyarakat setempat dilambangkan secara simbolik. Ketiga, Tajau tuak  galas sangker  3 Real x 2 rupiah x 5.    Rp. 30.000,- ( ½ ) dibayar pihak I & II. Persaratan berupa priuk tuak dan gelas kaca dilambangkan secara simbolik. Keempat, Gula bulat niui bulat tipak pisis giling pinang 3 Real x 2 rupiah x 5. Persaratan berupa gula merah bulat, kelapa bulat, dan buah pinang yang sudah dihancurkan. Rp. 30.000,- ( ½ )  dibayar pihak I & II. Kelima, Sangku dite sangku lungkung sapak iwek 3 real x 2 rupiah x 5. Persyatan berupa beras ketan dan beras lungkung dan potongan daging babi bagian kakinya dilambangkan secara simbolik. Rp. 30.000,- ( ½ ) dibayar pihak I & II.  Keenam, Hukum Kebenaran  12 real  x 2 rupiah x 5.  Rp. 120.000,-  Pol dibayar pihak I.  Ketujuh, Lanjung Ume Petan Gantung 3 real x 2 rupiah x 5.   Rp. 30.000,-  Pol dibayar pihak I. Persyaratan berupa lanjung(sejenis tas dari rotan  khas dayak kalimantan) dan sumpit secara simbolik. Kedelapan, Eteh Kadiwai  3 rear x 2 rupiah x 5.     Rp. 30.000,-  Pol dibayar pihak I. Syarat kesembilan, Paminia Pamakaian   3 real x 2 rupiah x 5.     Rp. 30.000,-  Pol dibayar pihak I. Syarat kesepuluh, Pilangkahan  3 real x 2 rupiah x 5.  Rp. 30.000,- Persyaratan ini berlaku apabila, seorang adik ingin menikah dan mendahului seorang kakaknya yang belum menikah, maka sang adik wajib membayar hukum adat ini. Syarat kesebelas, Pilah Anak    3 real x 2 rupiah x 5   Rp. 30.000,-  , Kedua belas, Tutup Uban   Berupa Kain. Ketiga belas adalahAdministrasi  Rp. 50.000,- ( ½ ) dibayar pihak I & II, untuk Kepala  Desa, Mantir, Penghulu Adat, Saksi dan Administrasi masing-masingRp. 10.000.
f.   Surat perkawinan menurut adat adalah dengan tujuan menetapkan status, melindungi mereka dari prasangka buruk pihak ketiga, melindungi masing-masingdari hak dan kewajiban serta menetapkan status anak dan melindungi hak-hak anak bila ada. Manfaatnya yaitu sebagai bukti otentik tertulis telah memenuhi hukum adat setempat, mengikat orang lain tunduk kepada hukum adat Dayak Maanyan, mengatur hak dan kewajiban pembagian harta milik bersama, melindungi hak dalam menghadapi permasalahan yang berhadapan dengan hukum formal dan tanda bukti status dalam masyarakat.
g.   Surat perjanjian perkawinan bertujuan untuk  Bukti otentik perjanjian tertulis, acuan dalam penyelesaian masalah dikemudian hari, mengatur barang dan hak-hak serta mengatur sanksi-sanksi. Adapun manfaatnya adalah bukti otentik tertulis yang harus ditaati oleh kedua belah pihak, memudahkan dalam penyelesaikan masalah oleh para pihak dan untuk dokumentasi.

h.     Surat keterangan cerai, dasarnya adalah peraturan daerah provinsi Kalimantan Tengah Nomor: 16 tahun 2008 BAB V pasal 8 huruf a, b, dan c serta pasal 9 ayat (1) huruf a, b dan c.
Surat cerai adalah surat keterangan perceraian yang sifatnya khusus karena menurut pertimbangan dilihat dari adat mereka tidak layak untuk meneruskan kehidupan berumah tangga dan mereka harus diceraikan (hal-hal khusus) hal ini mutlak sama dengan surat talak, surat keterangan perceraian oleh karena permasalahan / sengketa dalam rumah tangga yang walaupun diupayakan upaya perdamaian namun tetap tidak dapat rujuk,  dan dalam hal ini Damang mengeluarkan surat keterangan perceraian dengan alasan-alasan, berfungsi sebagai rujukan untuk mendapatkan keputusan perceraian dari pengadilan (UU No. 1 tahun 1974). Manfaat / kegunaan adalah menetapkan status hak masing-masing pihak dan menetapkan hak dan status anak, memudahkan pihak lain untuk kepentingan-kepentingan tertentu sebagai acuan atau rujukan bagi pengadilan.
i.   Upacara Kematian yang ada dalam masyarakat Dayak Maanyan adalah Ijambe, Miya, Bontang, Nuang Panuk dan Siwah.
j.   Bahasa. Bahasa untuk komunkasi suku Dayak Maanyan adalah menggunakan bahasa Indonesia , bahasa Maanyan , dan bahasa Banjar sebagai bahasa yang digunakan dalam kesehariannya. Dalam bahasa Dayak Maanyan ini memiliki banyak kesamaan dengan bahasa suku Dayak lainnya dan juga dalam tutur kata dan berbahasa, setiap orang mudah dikenali dari logat atau dialeknya. Ada daerah tertentu di Barito Timur yang penyebutan hurufnya beda dengan daerah lain dan hal itu juga menjadi pembedanya. Contoh : Beberapa individu menyebutkan “ Opo “ menjadi “ Upu “, atau contoh lainnya “ Oso no “ menjadi “ Usu nu “, tetapi semua itu bukan masalah karena semuanya menjadi kekayaan secara bahasa.


             BAB  IV.  MATA PENCAHARIAN DAN PERLENGKAPAN HIDUP

A.    Mata Pencaharian.
Mata pencaharian orang Dayak selalu ada hubungannya dengan hutan, misalnya berburu, berladang, berkebun mereka pergi ke hutan. Mata pencaharian yang berorientasi pada hutan tersebut telah berlangsung selama berabad-abad, dan ternyata berpengaruh terhadap kultur orang Dayak. Misalnya rumah panjang yang masih asli seluruhnya dibuat dari kayu yang diambil dari hutan, demikian juga halnya dengan sampan-sampan kecil yang dibuat dengan teknologi sederhana yaitu dengan cara mengeruk batang pohon, peralatan kerja seperti kapak, beliung, parang, bakul, tikar, mandau, perisai dan sumpit semuanya (paling tidak sebagian) bahan-bahannya berasal dari hutan. Dan ini adalah sebagian besar mata pencaharian tersebut :
·         Mamantat.
Mamantat adalah suatu pekerjaan menyadap karet yang menjadi mata pencaharian utama suku Dayak Maanyan di Kabupaten Barito Timur. Setiap keluarga dapat dipastikan memiliki kebun karet dengan luas yang berpariasi dan itu diusahakan turun temurun.
·         Pegawai Negeri Sipil.
Sebagian masyarakat suku Dayak Maanyan juga berprofesi sebagai PNS di beberapa instansi maupun institusi pemerintah. Dan ini adalah mata pencaharian yang kedua dikarenakan diberlakukannya otonomi daerah yang memberdayakan SDM daerah itu sendiri.
·         Karyawan / ti Perusahaan.
Sebagian lagi masyarakat Dayak Maanyan juga menjadi karyawan/ti beberapa perusahaan tambang batu bara dikarenakan di kabupaten Barito Timur terdapat 13 perusahaan tambang batu bara.
·         Petani.
Sebagian masyarakat Dayak Maanyan di Kabupaten Barito Timur adalah petani dan di kabupaten ini terdapat lahan persawahan yang luas.
·         Nelayan.
Nelayan adalah mata pencaharian sebagian kecil masyarakat Dayak Maanyan, dikarenakan di daerah suku Dayak Maanyan ini hanya terdapat sungai-sungai ukuran kecil dan beberapa danau saja
·         Wiraswasta.
Untuk masyrakat asli Barito Timur, khususnya suku Dayak Maanyan untuk menjadi seorang wiraswasta adalah sebuah tantangan, karena dari segi  tradisi masyarakat Dayak(Maanyan) tidak ada sejarah yang membuktikan bahwa masyarakatnya adalah pedagang.

B.     Perlengkapan Hidup
Banyak dari alat-alat perlengkapan hidup yang di niliki oleh suku Dayak Maanyan yang mempunyai fungsi dan kegunaan lebih dari satu, malah multi fungsi, misalnya parang dalam segala bentuk dan jenisnya, berfungsi bukan saja sebagai alat rumah tangga, tetapi juga sebagai alat pertanian, alat perburuan, alat perlengkapan persenjataan  dan lain-lain.
a.      Alat-alat produksi rumah tangga :
1.      Bakul. Bakul, kegunaannya: bakul yang terbuat dari ahas atau bamban pada umumnya di gunakan untuk  mengisai (mencuci) beras yang akan di masak, sedang yang terbuat dari bambu dan  purun, ukurannya yang lebih besar, biasa digunakan dalam wadah dalam rumah tangga, dan sebagainya.
2.      Cupak / garabuk. Cupak atau garabuk. Kegunaanya berfungsi sebagai ember untuk menimba air dari sumur. Alat ini masih digunakan di desa-desa, terutama pada musim kemarau.
3.      Cubit / cobek. Cubit ( cobek). Dibuat dari kayu atau tanah liat dan di lengkapi dengan  ulak-ulak (kulak) yang terbuat dari akar bambu. Kegunaannya: untuk menghakuskan bumbu-bumbu, sambal dan sebagainya.
4.      Gantang. Gantang. Kegunaanya: sebagai alat pengukur/ penakar hasil pertanian (padi, beras dan kacang-kacangan), dan juga sebagai alat-alat penakar/ pengukur jual beli hasil-hasil pertanian.
5.      Parapatan. Parapatan. Terbuat dari tempuryng kelapa. Kegunaanya : sebagi alat penakar seperti pada gantang.
6.      Kandi / Kendi / buyung / kusi. Kandi atau buyung. Kegunaanya: untuk penyimpanan air minum, terutama kandi. Air yang tersimpan dalam kandi atau buyung rasanya sejuk.
7.      Nyiru. Nyiru.kegunaanya: digunakan terutama untuk membersihkan gabah kotor. Pekerjaan ini disebut menampi. Selain itu digunakan pula untuk keperluan-keperluan, misalnya untuk tempat menjemur ikan yang akan dikeringkan. Nyiru jarang atau ayakan. Di gunakan untuk memisahkan gabah dari beras, sedangkan Panai, kegunaanya sebagai tempat air, tempat mencuci dll.
8.      Kenceng. Kegunaanya untuk menanak nasi.

b.      Alat-alat pertanian
1. Wadiung / Balayung. Wadiung /Balayung. Kegunaanya: untuk menebang kayu atau memotong kayu yang keras.
 2.  Butah atau ungking. Kegunaanya: sebagi alat atau tempat untuk membawa alat-alat pertanian, seperti kapak, parang, blayung dan lain-lain. Juga digunakan untuk membawa hasil-hasil pertanian tanaman galangan seperti, ubi kayu, talas, dan lain-lain.
 3.   Garu atau gagaru. Kegunaanya: untuk mengumpulkan rumbut-rumput yang sudah ditebas di sawah, rumpu-rumput dikumpulkan menjadi gundukan. Gundukan rumput ini di tarik dengan gagaru ke pinggir sawah.
 4.   Gumbaan. Kegunaan: digunakan untuk membersihkan gabah yang masih kotor untuk memperoleh gabah bersih, memisahkan atau menghilangkan sekam dari gabah yang telah di pecah dari kulitnya.
  5.  Kandutan. Kegunaan: merupakan tempat untuk menampung atau mengumpulkan padi sewaktu menuai.
  6.  Lanjung / Buyung. Kegunaan: untuk mengangkut hail pertanian terutama mengangkut padi bertangkai dari sawah kerumah
 7.  Tajak. Kegunaan: untuk memotong rumput disawah sampai ke akar-akarnya.baik pada sawah yang berair maupun yang tidak berair (pematang sawah).
  8.  Tatujah. Kegunaanya: membuat lubang di tanah persawahan yang basah atau berair untuk menanam padi. Di tanah ladang atau sawah pematang dipergunakan pasak seperti alu yang ujung bawahnya diruncingkan.
  9.  Taruh / Parang. Berfungsi bukan saja sebagai alat rumah tangga, tetapi juga sebagai alat pertanian, alat perburuan, alat perlengkapan persenjataan  dan lain-lain.

c.   Alat-alat perburuan.
1.      Sarapang / Sampapak, untuk menombak ikan.
2.      Riwayang / Turis. Sejenis tombak, namun memiliki tali. Ketika ditombakkan ke binatang buruan, sekalipun buruannya besar dan mampu mematahkan gagang tombak, namun tombaknya tidak bisa terlepas.
3.      Sapung. Alat untuk memanggil burung-burung sawah, khususnya bangau untuk mempermudah penangkapannya.
4.      Pulut / Te’en. Ini adalah sejenis lidi yang telah dilumuri getah kayu atau karet untuk menangkap burung. Kalau burung kena getah ini, maka burung tersebut jatuh karena tidak bisa terbang dan biasanya alat ini ditaruh di pohon buah-buahan makanan burung-burung.
5.      Tombak / Duha.
6.      Parang / Taruh
7.      Petan / Sumpit
8.      Panah.
9.      Paluh. Paluh adalah sejenis jala yang dibentangkan di udara di antara pohon-pohon di hutan untuk menangkap Paing atau Kalong dan juga Kelelawar atau Juris.

d.      Alat-alat perikanan
1. Lukah / Bubu. Kegunaanya : untuk kenangkap ikan. Caranya Lukah tersebut di masukan beberapa siput sawah.
2. Tempirai. Kegunaanya: untuk menangkap ikan- ikan kecil setelah tempirai dan hampang terpasng, maka ikan dihalau untuk masuk ke dalam tempirai.
3. Jambih. Kegunaanya: untuk menangkap ikan disawah yang airnya dangkal pada malam hari.
4. Hampang balat. Kegunaanya: penangkapan ikan di sungai dan danau yang di timbuhi rerumputan.
5. Hampang tarumbuan. Kegunaanya: untuk menangkap ikan.
6. Lalangit. Kegunaanya: untuk menangkap ikan didaerah perairan yang dalam sekitar 1-2 meter.
7. Jala kalabau. Kegunaanya: menangkap ikan kalabau, alat ini digunakan pad kedalaman air antara 2-3 meter.
8. Rawai atau banjur. Berfungsi: menangkap mikan pada malam hari.dengan umpan yang terbuat dari potongan-potongan ikan belut atau siput sawah yang besar.
9. Kabam. Berguna untuk menangkap ikan sanggiringan, ikan wader dll.
10. Rawai tauman. Berguna untukmenangkap ikan gabus.
11. Lunta. Berguna untuk menangkap ikan dengan cara menebarkannya ke dalam air.
12. Rengge. Yaitu jala yang dipasang membentang di sungai atau di danau untuk menangkap ikan.
13.  Wintan. Yaitu kail yang menggunakan joran dan nilon yang untuk memancing ikan.

Ringkasan :
Bab IV. Mata pencaharian dan perlengkapan hidup.
1.   Mata Pencaharian.
Mata pencaharian orang Dayak selalu ada hubungannya dengan hutan, misalnya berburu, berladang, berkebun mereka pergi ke hutan. Mata pencaharian yang berorientasi pada hutan tersebut telah berlangsung selama berabad-abad, dan ternyata berpengaruh terhadap kultur orang Dayak. Mata pencaharian tersebut adalah : Mamantat, Pegawai Negeri Sipil, Karyawan / karyawati, Petani, Nelayan dan Wiraswasta.
 2.    Alat Produksi :
a. Alat rumah tangga. Untuk alat rumah tangga di antaranya adalah Bakul, Cupak/ garubak, Cubit/ cobek, Gantang, Parapatan, Kandi, Nyiru dan Kenceng.
b. Alat Pertanian. Alat pertanian suku Dayak Maanyan adalah Wadiung, Butah/ ano’ / lampunyut, Garu /gagaru, Gumbaan, Kandutan, Lanjung / buyung, Tajak, Tatujah dan juga Taruh / parang.
c.  Alat Perburuan. Untuk alat perburuan juga banyak jenisnya, di antaranya adalah Sarapang / sampapak, Riwayang / turis, Sapung, Pulut / te’en, Duha / tombak, Taruh / parang, Petan / sumpit, Panah dan Paluh.
d.  Alat Perikanan. Alat perikanan suku Dayak Maanyan adalah Lukah / bubu, Tempirai, Jambih, Hampang balat, Hampang tarumbuan, Lalangit, Jala Kalabau, Rawai atau banjur, Kabam, Rawai tauman, Lunta, Rengge dan Wintan.













                  BAB  V.  CIRI KHAS DARI SUKU DAYAK MAANYAN
Setiap daerah pasti memiliki ciri khas yang menunjukkan bagian dari kehidupannya, masyarakatnya, demikian juga dengan masyarakat Dayak Maanyan. Dan inilah hal-hal yang khas dari suku Dayak Maanyan.
A.   Kulinernya.
1.   Luen Karuang / Kalumpe.
Ini adalah makanan khas suku Dayak Maanyan yang terbuat dari daun singkong yang ditumbuk halus dan dimasak dengan banyak bumbu serta diberi santan. Rasanya gurih dan nikmat.
2.   Luen Rakanan Puka.
Makanan ini terbuat dari bambu muda yang disebut rebung, diiris tipis dan direbus serta diberi santan untuk menambah nikmat.
3.   Papahakan.
Papahakan adalah salah satu makanan suku Dayak Maanyan yang terkenal sangat enak dan paling disukai. Makanan ini terbuat dari daging Babi Hutan, daging Rusa ataupun ikan yang diberi bumbu khas kalimantan dan diberi kuah yang banyak dan kental serta aromanya sangat menggugah selera siapa saja. Daging yang digunakan biasanya adalah daging segar atau hasil buruan yang baru saja ditangkap.
4.   Wadi.
Wadi adalah salah satu makanan khas suku Dayak Maanyan yang diawetkan atau dipermentasikan dan biasanya daging yang digunakan adalah daging-daging yang masih segar, baik daging ikan atau daging Babi hutan. Daging tersebut diberi garam dan dilumuri “ samu “, yaitu beras ketan yang disangrai dan selanjutnya ditumbuk, kegunaan samu ini adalah menjadikan daging tidak membusuk karena telah dicampur dengan garam, lalu disimpan dalam guci maupun toples dan mampu bertahan lama. Sebelum dikonsumsi, harus dimasak terlebih dahulu.
5.   Pakasem / Pakasam.
Makanan ini juga makanan yang diawetkan atau dipermentasikan dengan cukup dilumuri garam dan nasi serta disimpan di dalam toples atau kusi/ guci dan disimpan beberapa waktu lamanya sama seperti wadi. Jika mau dikonsumsi, dimasak terlebih dahulu.
6.   Luen Uwut.
Makanan ini terbuat dari rotan yang masih muda yang disebut umbut. Umbut tersebut ada yang manis dan ada juga yang pahit tergantung jenis rotannya. Makanan ini biasanya diberi santan untuk menambah nikmat rasanya atau juga ditambahkan dengan daging ikan maupun babi ataupun rusa.
7.   Tampuyak / tempoyak.
Makanan ini terbuat dari daging durian yang juga diawetkan dengan diberi garam sereta disimpan beberapa lama di dalam guci maupun toples dan mampu bertahan lama, jika mau dikonsumsi, baru dimasak terlebih dahulu.
8.   Papai.
Papai dikenal juga oleh Dayak Dayak yang lain, maupun suku bangsa yang lain. Dayak Ngaju menyebutnya sebagai mandai. Sebagian menyebutnya dame atau  dami. Makanan ini terbuat dari kulit cempedak yang telah dibuang kulit luarnya yang tipis. Kulit yang sudah dikupas diberi garam secukupnya. Papai ini enaknya digoreng saja, baik kering maupun dioseng basah. Kalau menginginkan rasa papai yang manis dan lunak, maka segera sesudah dikupas dan diberi garam sedikit langsung digoreng, kalau menginginkan papai yang agak kecut dan dagingnya sedikit keras rendam dulu dalam air garam 1-2 malam, lebih dari 1-2 malam papai kecut tapi lunak. Saya sendiri suka papai yang asam diiris tipis tipis digoreng kering dengan irisan bawang Bombay yang banyak dan irisan cabe rawit plus sedikit MSG, enak sekali. Dahulu orang menyimpan papai dalam guci atau stoples selama berbulan bulan, sebagai persediaan. Karena papai bukan dianggap sebagai sayur namun juga pengganti daging sebagaimana tempe dan tahu.
9.   Gaguduh Nanakan.
Nanakan atau cempedak (Artocarpus cempeden) juga enak digoreng sebagaimana membuat pisang goreng, namun yang paling enak digoreng di atas api kecil dan agak lama, sehingga biji di dalamnya betul betul matang, sehingga selain daging cempedak , bijinya juga bisa dinikmati. Biji cempedak juga enak direbus, sampai kulitnya terkelupas, biji ini mengandung karbohidrat yang tinggi.
Selain makanan tersebut di atas, suku Dayak Maanyan juga kaya dengan ragam sambal pelengkap masakan atau pelengkap aneka kulinernya. Sambal merupakan hidangan pelengkap yang dikenal oleh seluruh lapisan masyarakat di Indonesia. Kalau suku Jawa mengindentifikasi sambal adalah hidangan pelengkap dengan rasa pedas dan manis, maka suku Dayak terutama Dayak Maanyan secara umum mengidentifikasi bahwa rasa sambal adalah perpaduan serasi antara rasa pedas dan asam dengan aroma terasi. Oleh karena itu bahan dasar pembuatan sambal bagi orang Dayak Maanyan selain Lombok /cabe, bawang dan terasi juga berbagai bahan yang mempunyai rasa asam. Masyarakat Dayak Maanyan menyebut “sambal” bila berbentuk padat, namun bila berkuah cair, sambal tersebut disebut “pansuk”.
Berikut ini beberapa jenis sambal khas Dayak Maanyan ( sangat mungkin jenisnya serupa dengan suku Dayak yang lain) :
1.   Sambal Ramania
Sambal ini berbahan dasar buah ramania yang masih muda tau mentah. Ramania adalah sejenis tumbuhan yang berbuah asam yang bisa dimakan dengan kulit kulitnya.  Buah ini bila masih mentah berwarna hijau, kalau matang berwarna kuning jingga ranum, dengan biji dalam berwarna ungu.  Cara membuat sambal ini cukup sederhana, yaitu dengan menghaluskan bahan mentah berupa cabe rawit, bawang merah, garam, gula atau MSG sedikit, dan terasi bakar. Bila bahan tersebut sudah halus masukan buah ramania mentah yang diiris dan dimemarkan, aduk sampai merata, siap dihidangkan. Jenis sambal ini dibuat untuk sekali makan. Sambal ini cocok dikombinasikan dengan sayur rebus, lalapan, ikan bakar, ikan goreng, daging maupun sayur berkuah.
2.   Sambal Mangga Muda
Sambal ini berbahan dasar mangga muda, cara membuatnya sama dengan membuat sambal ramania, hanya bahan asamnya diganti dengan mangga musa diserut halus, dan diaduk rata. Sambal ini sangat cocok sebagai cocolan ikan panggang atau ikan goreng, mantan para pembaca!
3.   Sambal sarai baya kenah
Sambal ini oleh masyarakat Dayak Ngaju disebut sambal kandas sarai, biasanya sambal ini bukan sebagi hidangan pelengkap tapi hidangan utama, seperti layaknya otak-otak atau semur daging giling. Hidangan utama ini bahan dasarnya adalah serai (pilih yang mudah, besar dan gemuk gemuk agar mudah diiris setipis mungkin). Serai terlebih dahulu dibakar di atas bara untuk mengeluarkan aromanya, kemudian diiris setipis mungkin, haluskan dengan bawang merah, bawang putih, cabe rawit, yang telah digoreng bulat bulat plus terasi bakar sedikit, tambahkan garam dan gula atau sedikit MSG. Setelah halus, campur bahan tersebut dengan daging ikan panggang atau goreng yang telah dibuang tulangnya dengan perbandingan 1:1, aduk rata menggunakan dua sendok kecil. Lebih enak menggunakan ikan dari jenis yang tidak bersisik seperti ikan Baung, Tapah/tampahas, Lais, Patin sungai atau ikan lele. Sambal ini rasanya luar biasa.
4.   Sambal Tampuyak Ruyan
Bahan dasar sambal ini adalah tempoyak atau tampuyak yaitu daging durian yang diawetkan dengan sedikit garam dan disimpan dalam stoples atau botol tertutup dalam jangka waktu tertentu.  Cara membuat sambal tampuyak sangat mudah, yaitu tampuyak digoreng dengan sedikit minyak goreng bersama irisan tipis bawang merah, cabe rawit, bawang putih sedikit, terasi sedikit, dan diberi garam (jangan diberi gula atau MSG karena rasanya sudah manis). Menggoreng sambal ini harus sambil terus diaduk sampai matang.
5.   Sambal ihem muda
Bahan dasarnya adalah ihem atau sejenis mangga hutan yang baunya khas yang masih muda, cara membuatnya sama dengan membuat sambal tmpuyak ruyan, namun tempuyaknya diganti dengan ihem yang diparut halus, dan pada saat menggorengnya diberi terasi lebih banyak, garam dan gula atau MSG sedikit.
6.   Sambal teung asem
Bahan dasarnya adalah terung asam atau teung asem yang dalam bahasa Dayak Ngaju disebut rimbang. Namun untuk bahan sambal terung asam yang dipakai adalah dari jenis yang kecil atau berbuah kecil yang mempunya rasa dan aroma yang lebih tajam. Cara membuat sama dengan membuat sambal ihem muda, hanya parutan ihem muda dig anti dengan teung asem yang diiris tipis tipis. Menggorengnya juga harus lebih lama sampai teung asemnya empuk.
7.   Sambal Binjai atau wennu
Ini adalah sambal yang paling enak yang dari semua sambal buatan suku Dayak Maanyan, bahan dasarnya adalah binjai atau wennu’ yang sudah matang. Binjai adalah sejenis pohon asam dengan batang yang besar dan tinggi, mempunyai buah lonjong besar dengan kulit berwarna off white sampai coklat, dagingya lunak menyerupai daging buah durian dengan warna putih susu.  Cara membuat sambalnya persis sama dengan membuat sambal tempuyak ruyan namun kompisisi terasinya lebih banyak dan diberi MSG sedikit. Perpaduan rasa pedas cabe rawit dengan rasa kecut binjai dan aroma terasi menimbulkan sensasi yang luar biasa di lidah. Perbanyak stok nasi jika makan dengan sambal ini,karena akan sangat membangkitkan selera makan.
8.   Sambal tomat
Sambal ini sudah dikenal penduduk sedunia, namun masyarakat tradisional dayak Maanyan yang masih berladang menggunakan jenis tomat local yang buahnya kecil seperti buh cerry, aromanya sangat tajam dan rasanya lebih manis.
 9.   Dadahan Acan atau terasi serai bakar
Bahannya adalah terasi dicampur dengan irisan tipis serai, Lombok dan garam. Dibuat adonan dan ditekan pelan2 pada cobek kayu. Kemudian di panggang di atas bara, di mana cobek dalam posisi terbalik ke arah bara api. Baunya harum dan enak sekali.
10.   Pansuk
Pansuk adalah jenis sambal yang berkuah untuk cocolan sayur rebus. Bahan yang sering di pakai adalah asam kandis atau kandris dibakar atau direbus, garam, terasi bakar, sedikit MSG,bawang merah iris, masukan dalam mangkok kecil dicampur air matang satu gelas, haluskan dengan menggunakan sendok kecil panjang, campur dengan daging ikan goreng atau panggang atau kenah upuh (ikan dibakar dengan sisik sisiknya), aduk rata dan siap dihidangkan. Selain asam kandis juga bisa menggunakan sama ramania yang dibakar atau buah rotan manau yang matang dipohonnya.

B.   Buah-buahan khas suku Dayak Maanyan.
1.   Buah Cimpedak (Wua Nanakan)
Buah Cimpedak atau dalam bahasa Dayak Maanyan adalah wua Nanakan merupakan buah musim yang sangat banyak terdapat didaerah hunian suku Dayak Maanyan dan buah ini mirip dengan buah nangka, namun buahnya ukurannya kecil.
2.   Papaken.
Buah papaken ini sekilas mirip dengan buah durian, namun dari segi warna, bau, dan rasa buah ini sangatlah berbeda dengan buah durian pada umumnya. Papaken adalah jenis buah musiman yang umumnya hanya berbuah sekali setahun. Rasa buah ini sungguh  sangat lezat bila dibandingkan dengan durian, disamping itu buah ini tidak akan menyebabkan mabuk pada si penikmatnya. Daging buahnya legit dan lebih bertekstur serta lebih banyak serat yang terkandung didalamnya. Warna daging buahnya yaitu berwarna merah bata, berbeda dengan Durian yang umunya berwarna putih kekuning-kuningan. Buah ini pun tidak menghasilkan bau yang sangat menyengat seperti halnya Durian. Selain itu buah ini juga tahan dalam pengemasan yang artinya tidak mudah busuk.
3.   Layung.
Seperti halnya buah Papaken, buah Layung juga sejenis dengan Durian. Namun dibanding Durian dan Papaken, buah Layung juga mempunyai keunikan tersendiri dan tentunya berberbeda dari segi bentuk dan rasanya. Rasa daging buahnya terasa manis tanpa ada rasa pahit seperti halnya buah Durian. Hanya saja daging buahnya walapun terasa manis tetapi tidak begitu tebal. Duri dari buahnya pun sangat tajam dan agak memanjang dibanding Durian. Dan satu hal lagi, buah ini kebanyakan pohonnya tumbuh di pedalaman hutan dan jarang dibudidayakan.
4.   Ruyan ( Durian )
Ini adalah buah yang paling umum ditemukan dihampir setiap daerah di indonesia. Perbedaan yang paling mendasar antar setiap daerah hanya pada nama dan sebut untuk buah ini. Khusus untuk orang Dayak Maanya sering menyebutnya dengan wua Ruyan. Untuk didaerah Barito Timur, Durian ini banyak tumbuh didaerah Gunung yang tanahnya masih terkenal dengan gemburnya.
5.   Ihem Puteren.
Buah ini sejenis dengan Mangga, namun mempunyai bentuk dan rasa yang berbeda. Buah ini berbentuk bulat seperti bola tenis dan daging buahnya terasa manis dengan serat buahnya terasa agak kasar dan tentunya mempunyai rasa yang khas.  Buah ini tidak ada yang membudidayakan, namun masih banyak ditemukan didalam hutan dan selalu aktif berbuah antara bulan September sampai akhir Januari.
6.   Ihem Tungku.
Ihem Tungku masih keluarga dari mangga, namun yang ini lebih unik dari jenis mangga yang biasa. Warna buahnya coklat dan tebal, tetapi memiliki daging buah yang berwarna umum seperti Mangga lainya. Daging buahnya lebih banyak serat yang terkandung yang rasanya manis keasam-asaman. Daging buahnya juga sering dijadikan sambal, yang tentunya lebih pedas akan lebih enak.
7.   Wua Lehat ( Buah Langsat / Duku )
Lehat atau dalam bahasa Indonesianya Duku. hampir semua tanah khususnya di daerah Barito Timur khususnya suku Dayak Maanyan banyak memelihara Lehat dan dapat dipastikan bahwa setiap kampung atau desa masyarakatnya memiliki kebun lehat.

C.     Senjata Khas daerah.
1.  Petan / Sumpit. Merupakan senjata utama suku dayak. Bentuknya bulat dan berdiameter 2-3 cm, panjang 1,5 - 2,5 meter, ditengah-tengahnya berlubang dengan diameter lubang ¼ - ¾ cm yang digunakan untuk memasukan anak sumpitan (Damek). Ujung atas ada tombak yang terbuat dari batu gunung yang diikat dengan rotan dan telah di anyam. Anak sumpit disebut damek, dan telep adalah tempat anak sumpitan.
2.  Duha / Tombak. Dibuat dari besi dan dipasang atau diikat dengan anyaman rotan dan bertangkai dari bambu atau kayu keras.
3. Telabang / Perisai. Terbuat dari kayu ringan, tetapi liat. Ukuran panjang 1 – 2 meter dengan lebar 30 – 50 cm. Sebelah luar diberi ukiran atau lukisan dan mempunyai makna tertentu. Disebelah dalam dijumpai tempat pegangan.
4. Mandau. Merupakan senjata utama dan merupakan senjata turun temurun yang dianggap keramat. Bentuknya panjang dan selalu ada tanda ukiran baik dalam bentuk tatahan maupun hanya ukiran biasa. Mandau dibuat dari batu gunung, besi dan ditatah, diukir dengan emas/perak/tembaga dan dihiasi dengan bulu burung atau rambut manusia.
5.  Dohong. Senjata ini semacam keris tetapi lebih besar dan tajam sebelah menyebelah. Hulunya terbuat dari tanduk dan sarungnya dari kayu. Senjata ini hanya boleh dipakai oleh kepala-kepala suku dan Damang kepala adat.
Senjata khas yang di miliki suku Dayak di Kalimantan yang tidak di miliki oleh suku lainnya adalah mandau dan sumpit. Senjata khas yang disebut mandau terbuat dari lempengan besi yang ditempa berbetuk pipih panjang seperti parang berujung runcing menyerupai paruh burung yang bagian atasnya berlekuk datar. Pada sisi mata di asah tajam sedang sisi atasnya sedikit tebal dan tumpul. Kebanyakan hulu mandau terbuat dari tanduk rusa diukir berbentuk kepala burung dengan berbagai motif seperti kepala naga, paruh burung, pilin dan kait. Sarung mandau terbuat dari lempengan kayu tipis, bagian atasnya dilapisi tulang berbentuk gelang, bagian bawah dililit dengan anyaman rotan.
Demikian juga senjata khas yang disebut sumpit yaitu jenis senjata tiup yang dalamnya diisi dengan damak yang terbuat dari bambu yang diraut kecil dan tajam yang ujungnya diberi kayu gabus sebagai keseimbangan dari peluru sumpit. Kekuatan jarak tiup sumpit biasanya mencapai 30-50 meter. Sumpit terbuat dari kayu keras berbentuk bulat panjang menyerupai tongkat yang sekaligus merupakan gagang tombak dengan lubang laras sebesar jari kelilingking yang tembus dari ujung ke ujung. Pada ujung sumpit di lengkapi dengan mata tombak terbuat dari besi berbentuk pipih berujung lancip yang menempel diikat dengan lilitan rotan.
D.   Bahan kerajinan.
Anyam-anyaman. Kerajinan tradisional dari orang Dayak berupa anyam-anyaman yang terbuat dari bahan baku rotan, terdapat di semua suku Dayak dengan pelbagai versi. Hal yang tampak khas terdapat dalam dua bentuk yaitu anyam tikar dengan aneka macam motif hias. Tembikar konon berasal dari Cina, seperti bejana, tempayan, belanga, piring dan mangkok sejak ribuan tahun lalu merupakan bagian dari tradisi kehidupan suku Dayak Maanyan di Kalimantan, khususnya di Barito Timur. Bahkan sebagian besar dari barang tersebut, terutama tempayan dan guci tidak hanya memiliki nilai ekonomis, melainkan juga memiliki nilai sosio religius yang difungsikan sebagai mahar (mas kawin) dan sarana pelbagai upacara adat, juga untuk menyimpan tulang-tulang leluhur serta sebagai lambang status sosial seseorang.
E.   Kesenian.
Orang Dayak walaupun dalam kehidupan yang agak sederhana, ternyata sangat gemar akan kesenian. Menurut Riwut (1958) kesenian yang di miliki oleh orang Dayak di Kalimantan berupa seni: (1) tari; (2) suara; (3) ukir; dan (4) seni lukis. Untuk mengetahui secara lebih mendalam jenis kesenian yang dimiliki oleh orang Dayak sebagaimana yang dikemukakan oleh Riwut tersebut akan diuraikan secara rinci sebagai berikut:
1.   Seni Tari
Seni tari yang hidup dan berkembang dilingkungan masyarakat Dayak Maanyan berupa :
a.  Deder, tarian Deder Dusun Tengah dipersembahkan untuk menyambut tamu dan ketika ada upacara adat dan lain-lain
b. Bukas, yaitu jenis tarian yang dipersembahkan untuk menyambut kedatangan Panglima dari berperang, yang dilakukan oleh 1 – 2 sampai 7 orang terdiri dari pemuda dan gadis-gadis dengan mempergunakan bambu dan tombak disertai dengan nyanyian-nyanyian.
c.  Balian, yaitu tarian yang semata-mata diperuntukan untuk merawat orang sakit yang dilakukan oleh Balian yang biasanya adalah seorang laki-laki selama 1 – 3 malam.
d. Kerangka atau Tari Gumbeuk, yaitu tarian ini pada khakekatnya di khususkan dalam upacara “Ijambe atau Manyalimbat” yang dilakukan oleh laki-laki dan anak-anak dengan mengelilingi tempat tulang kering orang yang sudah meninggal dunia.
e. Nampak / Tari Giring-giring, ini adalah tarian yang dilakukan oleh laki-laki maupun perempuan dari suku Dayak Maanyan dan lebih sering dilakukan dalam acara-acara hajatan.
f. Tari Galang Dadas, suatu jenis tarian yang menggunakan gelang yang digenjrengkan saat menari dan biasanya dilaksanakan pada suatu acara hajatan.
g.  Tari Galang Bawo, Tarian ini juga sama dengan tari Galang Dadas.
2.  Seni Suara
Kesenian dalam bentuk seni suara yang hidup dan berkembang dilingkungan masyarakat Dayak adalah berupa nyanyian-nyanyian yang berkaitan dengan kehidupan religi yang mereka anut dan percaya, seperti nyanyian-nyanyian waktu memotong padi, waktu berkayuh, berladang, menumbuk padi, berperang, berjalan di hutan, berburu, selagi pesta, bersukaria, dan nyanyian yang memuja Tuhan serta nyanyian tentang kematian keluarga, diantaranya:
a. Dedeo dan Ngaloak, jenis nyanyian yang dilakukan pada pesta saat perkawinan atau pada pesta kecil.
b. Dodoi, yaitu suatu nyanyian yang dilakukan pada saat berkayuh diperahu atau rakit.
c. Nyiang Lengan, yaitu nyanyian yang dilantunkan pada saat upacara tiwah upacara mengantar arwah orang-orang yang sudah meninggal (mati).
Sebagai ilustrasi dikemukakan beberapa contoh bait dari nyanyian tersebut, misalnya nyanyian yang berkaitan dengan upacara kematian pada suku Dayak Maanyan:
Tawang kanyu erang tumpalatan Angkang kedang ba iwu jumpun haket. Ada malupui lalan mainsang inse enoi isasikang piak takuit tawang ma-ulung kekenrein umbak basikunrung bakir. Yang artinya dalam bahasa Indonesia: Agar jangan sesat di perapatan tertahan di hutan lebat. Jangan mengikuti jalan yang berliku-liku lorong bersimpang seperti kaki anak ayam tersesat ke laut lepas gelombang memukul dahsyat.
3. Seni Ukir
Kesenian dalam bentuk seni ukir yaitu berupa ukir-ukiran pada hulu mandau yang terbuat dari kayu maupun tanduk rusa, sarung mandau, patung, perisai dan sumpit. Semua ukir-ukiran tersebut memiliki nama dan makna yang tersendiri.
4.   Seni lukis (tato)
Kesenian dalam bentuk seni lukis masyarakat Dayak yaitu berupa seni lukis seluruh badan badan manusia (tato) dengan menggunakan alat yang disebut “Tutang atau Cacah” yang dilakukan sangat teliti dan hati-hati. Gambar-gambar pada peti mati yang dinamai “runi”, kakurung di sandung-sandung (rumah tempat menyimpan tulang belulang orang yang telah meninggal), di patung dan lain-lain. Makna Tato Bagi Suku DayakTato memang sudah menjadi trend di dunia luar sana, jadi simbol kebebasan memodif diri dan tubuh, tapi di negara kita Indonesia tato sudah ada sejak dahulu. Jangan terkejut jika masuk ke perkampungan masyarakat Dayak dan berjumpa dengan orang-orang tua yang dihiasi berbagai macam tato indah di beberapa bagian tubuhnya. Tato bagi masyarakat Dayak bukan sekadar hiasan, tetapi memiliki makna yang sangat mendalam. Sebab tato bagi masyarakat Dayak tidak boleh dibuat sesuka hati sebab ia adalah sebagian dari tradisi, status sosial seseorang dalam masyarakat, serta sebagai bentuk penghargaan suku terhadap kemampuan seseorang. Oleh karena itu, ada peraturan tertentu dalam pembuatan tato baik pilihan gambarnya, struktur sosial seseorang yang memakai tato maupun penempatan tatonya. Meskipun demikian, secara realitasnya tato memiliki makna sama dalam masyarakat Dayak, yakni sebagai “obor” dalam perjalanan seseorang menuju alam keabadian, setelah kematian.
Berbeda pula dengan golongan bangsawan yang mamakai tato, motif yang lazim untuk kalangan bangsawan adalah burung enggang yakni burung endemik Kalimantan yang dikeramatkan. Ada pula tato yang dibuat di bagian paha. Bagi perempuan Dayak memiliki tato di bagian paha status sosialnya sangat tinggi dan biasanya dilengkapi gelang di bahagian bawah betis. Motif tato di bagian paha biasanya juga menyerupai simbol tato berbentuk muka harimau. Tapi saat ini di tengah masyarakat Dayak Maanyan, budaya tato boleh dikatakan hampir punah dikarenakan generasi mudanya tidak mau menggunakan tato lagi dikarenakan pengaruh pendidikan dan kemajuan zaman. Saat ini di tengah masyarakat Dayak Maanyan, orang yang memiliki tato adalah indentik dengan orang-orang yang memiliki kelakuan tidak baik, preman ataupun orang-orang yang pernah masuk penjara. Oleh sebab itu kalangan generasi mudanya tidak mau bertato lagi.
5.   Alat Musik
Berbagai jenis alat-alat bunyian yang terbuat dari besi, kayu ataupun bambu seperti Ketambung atau gendang, kalali atau suling panjang, ganta (gong besar), Agung ( gong kecil )kangkanong (gong kecil mirip gamelan ), ganang, kacapi (kecapi), gariding, suling.

Ringkasan :
Bab V. Ciri Khas Suku Dayak Maanyan.
Setiap daerah pastilah memiliki cirinya sendiri, demikian juga dengan suku Dayak Maanyan yang ada di Kabupaten Barito Timur, Kalimantan Tengah ini.
1.      Kuliner.
Dari segi kuliner, maka suku Dayak Maanyan juga memiliki kuliner yang menjadi andalan dan ciri khas daerah yang tidak dimiliki oleh daerah lain, di antaranya adalah Luen Karuang / kalumpe, Rakanan Puka, Papahakan, Wadi, Pakasem, Luen Uwut, Tampuyak / Tempoyak, Papai dan Gaguduh Nanakan.
Dan yang tidak kalah dari kuliner ini adalah ada sambal yang menjadi andalah daerah ini dan menjadi konsumsi umum di tengah suku Dayak Maanyan, di antaranya adalah Sambal Ramania, Sambal Mangga muda, Sambal Sarai baya kenah, Sambal Tampuyak, Sambal Ihem muda, Sambal Teung asem, Sambal Binjai / Wennu, Sambal Tomat dan Dadahan acan / Terasi serai bakar serta Pansuk.

2.      Buah-buahan khas.
Daerah Barito Timur atau pemukiman suku Dayak Maanyan juga memiliki buah-buahan musiman yang menjadi andalan daerah, yakni : Buah Cempedak yang disebut Wua Nanakan, Papaken, Layung, Ruyan atau durian, Ihem Puteren, Ihem Tungku, dan Wua Lehat atau langsat yang juga dalam bahasa Indonesianya disebut Duku.

3.      Senjata Khas.
Petan/Sumpit. Merupakan senjata utama suku dayak. Bentuknya bulat dan berdiameter 2-3 cm, panjang 1,5 - 2,5 meter, ditengah-tengahnya berlubang dengan diameter lubang ¼ - ¾ cm yang digunakan untuk memasukan anak sumpitan (Damek). Ujung atas ada tombak yang terbuat dari batu gunung yang diikat dengan rotan dan telah di anyam. Anak sumpit disebut damek, dan telep adalah tempat anak sumpitan. Duha / Tombak. Dibuat dari besi dan dipasang atau diikat dengan anyaman rotan dan bertangkai dari bambu atau kayu keras. Telawang / Perisai. Terbuat dari kayu ringan, tetapi liat. Ukuran panjang 1 – 2 meter dengan lebar 30 – 50 cm. Sebelah luar diberi ukiran atau lukisan dan mempunyai makna tertentu. Disebelah dalam dijumpai tempat pegangan. Mandau. Merupakan senjata utama dan merupakan senjata turun temurun yang dianggap keramat. Bentuknya panjang dan selalu ada tanda ukiran baik dalam bentuk tatahan maupun hanya ukiran biasa. Mandau dibuat dari batu gunung, atau besi yang ditatah, diukir dengan emas/perak/tembaga dan dihiasi dengan bulu burung atau rambut manusia. Dohong. Senjata ini semacam keris tetapi lebih besar dan tajam sebelah menyebelah. Hulunya terbuat dari tanduk dan sarungnya dari kayu. Senjata ini hanya boleh dipakai oleh kepala-kepala suku dan Damang kepala adat

4.      Bahan Kerajinan.
Untuk Bahan kerajinan lebih banyak mengandalkan anyam-anyaman yang terbuat dari rotan, dan anyaman tersebut jenisnya macam-macam, mulai dari tikar sampai kepada aksesoris atau hiasan dinding. Untuk tembikar tidak demikian banyak, karena yang ada hanyalah peninggalan orang tua turun temurun yang memiliki nilai historis yang mahal, atau dikatakan sebagai barang antik.
5.      Kesenian.
Untuk kesenian suku Dayak Maanyan dapat dibagi menjadi 5, diantaranya adalah :
a.       Seni Tari.
Untuk seni tari ada beberapa tarian, yaitu : Deder, Bukas, Balian , Kerangka atau Tari Gumbeuk, Nampak atau Tari Giring-giring, Tari Galang Dadas dan Tari Galang Bawo.
b.      Seni Suara.
Seni suara di antaranya adalah Dedeo / ngaloak, Dodoi atau Tumet leut dan Nyiang lengan.
c.       Seni Ukir.
Seni ukir lebih banyak digunakan untuk membuat ukir-ukiran rumah adat, kuburan dan pembuatan hiasan-hiasan adat dan patung-patung ritual.
d.      Seni Lukis.
Untuk seni lukis, maka yang ada hanya seni Tato.
e.       Alat Musik.
Alat musik khas suku Dayak Maanyan adalah Ketambung, Kalali, Ganta, Agung, Kangkanong, Ganang, Kacapi, Gariding dan Suling

Demikianlah ciri khas dari suku Dayak Maanyan yang ada sekarang ini dan menjadi bagian dari kekayaan bangsa.

6 komentar:

  1. Assalamualaikum pak saya tika mahasiswa ilmu komunikasi universiatas padjdajran, saya ingin menanyankan apakah bapak pernah mempublikasikan penelitian yang telah dilakukan dengan subjek suku maanyan ...? Saya dan teman kelompok saya ada tugas untuk mempresentasikan budaya dari suku suku indonesia salah satunya suku maanyan ini...? Kami berencana memasukan hasil penelitian ini di sumber referensi kami. Ap akah napak mau m empublikasikannya dan bersedia menjadi narasumber kami sebagai masayarakat asli suku dayak maanyan..? Terimakasih pak sebelumnya wassalammualikum...

    BalasHapus
  2. Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.

    BalasHapus
  3. SANGAT BAGUS, SALUUT! SAYA BERKAITAN DENGAN TULISAN PULAKSANA'I TENTANG TATTOO TRADISIONAL SUKU DAYAK MA'ANYAN, SAYA SUDAH LAMA MENCARI NAMUN TIDAK MENEMUKAN TITIK TERANG. SUMBER2 EX. WIKIPEDIA DLL MENYIMPULKAN ORANG MA'ANYAN TIDAK MEMPRAKTEKAN TATO, AKIBAT TIDAK ADANYA RITUAL MENGAYAU. DAYAK/ SUB DAYAK LAIN MEMILIKI TRADISI TSB. APAKAH MA'ANYAN BUKAN TERMASUK DAYAK? ATAU MEMANG TIDAK ADA? ATAU ADA-TETAPI PUNAH? ATAU ADA ALASAN LAIN? ATAUKAH KARENA KEKERASAN HATI DAN KEEGOISAN SAYA SEMATA-MATA "MEMAKSA" TRADISI TATTOO INI.
    NAMUN, BARU KALI INI SAYA MENEMUKAN SECERCAH CAHAYA. MOHON DENGAN HORMAT AGAR BERBAGI INFO APAPUN MENGENAI HAL TERSEBUT. TKS. GBU. TABE IPULAKSANA'I.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Huan kahaba lg aku pada motif tato takam dayak maanyan na, inun kah naan?

      Hapus
  4. Assalamu'alaikum... Pak, izin copy-paste ya pak. Terima kasih atas referensinya. Sangat bermanfaat!

    BalasHapus
  5. trime kasis pulaksana'i..aku ngntra hg internet tp msih nihil ne'u tattoo (tutang) takam Dayak Maanyan. Menurutni takam samula puang mempraktekkan tattoo..tp mungkin tkam kataru antuhan tutang daya katantau baya karengei wat ulun. Naan tulisan Letnan C. Bangert taun 1857 isa tulak pada ma tumpuk Siong, hang awe hnye ngantuh ulun Siong ru Sihonger, eauni tattoo puang na praktekkan hg daerah yiru (het tatoeeren is niet in gebruik). Tulisan Bangert yiru Verslag der reis in de binennwaarts gelegene straken van Doessoen Ilir hg wuang buku Indische Taal Land en Volkenkunde IX, 1860, hal. 153.
    Ekat yiru smentra habaku sumber ni. Amun itati naan motif2 tattoo anak2 Ma'anyan puang iuh napungkiri hasil teka proses cross culture & globalisasi. Hang sisi lain, natanggapi scra positif dya artini naan generasi sah mncoba aktif & kreatif ngulah ide2 wa'u, motif & kreasi wa'u, & ngami arti sh wa'u pada.
    Amun naan pulaksanai katuluh kahaba info ne'u tattoo takam Ma'anyan, awat karawah share lah..tabe

    BalasHapus