MENGENAL SUKU
DAYAK MA’ANYAN
DISUSUN OLEH
: DAVID. Y
BAB
1. PENDAHULUAN
LATAR BELAKANG
Suku Dayak, sebagaimana
suku bangsa lainnya, memiliki kebudayaan atau adat-istiadat tersendiri yang
pula tidak sama secara tepat dengan suku bangsa lainnya di Indonesia.
Adat-istiadat yang hidup di dalam masyarakat Dayak merupakan unsur terpenting,
akar identitas bagi manusia Dayak. Kebudayaan dapat diartikan sebagai
keseluruhan sistem gagasan, tindakan, dan hasil karya manusia dalam rangka
kehidupan masyarakat yang dijadikan milik dari manusia dengan belajar (Garna,
1996).
Jika pengertian
tersebut dijadikan untuk mengartikan kebudayaan Dayak maka paralel dengan itu,
kebudayaan Dayak Maanyan adalah seluruh sistem gagasan, tindakan dan hasil
karya manusia Dayak Maanyan dalam rangka kehidupan masyarakat Dayak yang
dijadikan milik manusia Dayak dengan belajar. Ini berarti bahwa kebudayaan dan
adat-istiadat yang sudah berurat berakar dalam kehidupan masyarakat Dayak
Maanyan, kepemilikannya tidak melalui warisan biologis yang ada di dalam tubuh
manusia Dayak, melainkan diperoleh melalui proses belajar yang diwariskan
secara turun-temurun dari generasi ke generasi.
Berdasarkan atas
pengertian kebudayaan tersebut, bila merujuk pada wujud kebudayaan sebagaimana
yang dikemukakan Koentjaraningrat, maka dalam kebudayaan Dayak juga dapat
ditemukan ketiga wujud tersebut yang meliputi: Pertama, wujud kebudayan sebagai
suatu himpunan gagasan, nilai-nilai, norma-norma, peraturan-peraturan. Wujud
itu merupakan wujud hakiki dari kebudayaan atau yang sering disebut dengan
adat, yang berfungsi sebagai tata kelakuan yang mengatur, mengendalikan dan
memberi arah kepada perilaku manusia Dayak,
Tampak jelas di dalam
pelbagai upacara adat yang dilaksanakan berdasarkan siklus kehidupan, yakni
kelahiran, perkawinan dan kematian, juga tampak dalam pelbagai upcara adat yang
berkaitan siklus perladangan; Kedua, wujud kebudayaan sebagai sejumlah perilaku
yang berpola, atau lazim disebut sistem sosial. Sistem sosial itu terdiri dari
aktivitas manusia yang berinteraksi yang senantiasa merujuk pada pola-pola
tertentu yang di dasarkan pada adat tata kelakuan yang mereka miliki, hal ini
tampak dalam sistem kehidupan sosial orang Dayak yang sejak masa kecil sampai
tua selalu dihadapkan pada aturan-aturan mengenai hal-hal mana yang harus
dilakukan dan mana yang dilarang yang sifatnya tidak tertulis yang diwariskan
secara turun temurun dari generasi ke generasi sebagai pedoman dalam bertingkah
laku bagi masyarakat Dayak; Ketiga, wujud kebudayaan sebagai benda-benda hasil
karya manusia, yang lazim disebut kebudayaan fisik, berupa keseluruhan hasil
karya manusia Dayak, misalnya seperti rumah panjang dan lain-lain. Berdasarkan
atas pemahaman itu, maka kebudayaan Dayak sangat mempunyai makna dan peran yang
amat penting, yaitu merupakan bagian yang tak terpisahkan dari proses kehidupan
orang Dayak. Atau dengan kata lain kebudayaan Dayak Maanyan dalam perkembangan
sejarahnya telah tumbuh dan berkembang seiring dengan masyarakat Dayak sebagai
pendukungnya.
Dewasa ini, seiring
dengan perkembangan dan perubahan zaman, kebudayaan Dayak juga mengalami
pergeseran dan perubahan. Hal ini berarti bahwa kebudayaan Dayak itu sifatnya
tidak statis dan selalu dinamik; meskipun demikian, sampai saat ini masih ada
yang tetap bertahan dan tak tergoyahkan oleh adanya pergantian generasi, bahkan
semakin menunjukkan identitasnya sebagai suatu warisan leluhur.
Dalam konteks ini dan
dalam tulisan ini bermaksud untuk mengupas kebudayaan yang terdapat dalam
masyarakat Dayak Maanyan dan memperkenalkannya, baik yang berupa kebudayaan
material maupun non material.
RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar
belakang diatas, dan mengacu pada judul yang ada, peneliti merumuskan masalah
dalam penulisan makalah ini sebagai berikut :
1.
Mengenal suku Dayak Maanyan di Kabupaten
Barito Timur, Kalimantan Tengah beserta budayanya sebagai bagian dari kekayaan
budaya bangsa.
2.
Mengenal suku Dayak Maanyan untuk
memperkaya wawasan pengetahuan tentang adat istiadat untuk memperkaya ilmu
pengetahuan etnologi bangsa.
3.
Mengenal suku Dayak Maanyan untuk
memperlengkapi pengetahuan yang sudah ada di dalam mempelajari sejarah bangsa
dan budaya Indonesia.
PERTANYAAN PENELITIAN
Bagaimana sejarah suku
Dayak Maanyan?
Bagaimana sistem religi
dan kepercayaan pada suku Dayak Maanyan?
Seperti apa sistem mata pencaharian hidup suku Dayak
Maanyan?
Bahasa apa yang di
gunakan suku Dayak Maanyan?
Bagaimana sistem
kesenian yang ada di suku Dayak Maanyan?
Bagaimana sistem teknologi
dan peralatan suku Dayak Maanyan?
Bagaimana sistem
organisasi kemasyarakatan yang ada di suku Dayak Maanyan?
TUJUAN PENELITIAN
Tujuan penelitian dan
pembuatan makalah ini adalah untuk menghasilkan suatu informasi yang dapat di
sajikan untuk di pergunakan :
Sebagai bahan untuk mengetahui ragam adat istiadat
yang ada di suku Dayak Maanyan
Sebagai bahan untuk
memperkuat apresiasi budaya bangsa.
Sebagai bahan untuk
studi lanjutan, sehingga memperkaya budaya bangsa.
PENTINGNYA PENELITIAN
Pentingnya penelitian
tentang kehidupan suku Dayak Maanyan di Barito Timur adalah :
Memberikan sumbangan
bagi ilmu pengetahuan di dalam mempelajari budaya Indonesia, khususnya suku
Dayak untuk memperkuat apresiasi budaya Indonesia yang beragam. Mengajak kita
semua untuk mengenal serta menjaga kekayaan bangsa dengan ragam budayanya serta
mengenal adat istiadat suku Dayak Maanyan sebagai bagian dari kehidupan
berbangsa dan bernegara.
TESIS
Dayak Maanyan adalah
salah satu suku yang ada di pulau Kalimantan memiliki budaya yang unik sebagai
bagian dari kekayaan budaya bangsa yang perlu dilestarikan dan dijaga di tengah
kemajuan zaman yang semakin hari menggerus jati diri suatu bagsa.
RUANG LINGKUP
PENELITIAN
Ruang lingkup
penelitian ini dimaksudkan untuk memudahkan penelitian dalam pengumpulan data
sehingga arah penelitian ini menjadi lebih jelas. Dengan demikian, ruang
lingkup penelitian ini akan mengamati tata cara kehidupan masyarakat Dayak
Maanyan di dalam kehidupan sehari-harinya di Kabupaten Barito Timur, Kalimantan
Tengah.
METODE DAN
PROSEDUR PENELITIAN
Metode Kualitatif.
Penelitian kualitatif
adalah penelitian yang berusaha memahami kejadian sosial berdasarkan
pandangan-pandangan subjektif dari para pelaku. Penelitian jenis ini menganggap
masyarakat adalah kumpulan dari individu-individu manusia sebagai subjek.
Berbeda dengan penelitian-penelitian jenis lain yang memandang manusia yang
diteliti sebagai objek. Dalam penelitian kualitatif, kelompok yang teliti
dipandang sebagai manusia yang mempunyai ekspresi, perasaan, emosi, dan
pandangan yang tidak mudah diungkap dengan angket. Oleh karena itu, penelitian
jenis ini mengandalkan teknik wawancara mendalam (depth interview) dalam
penggalian datanya.
Metode ini digunakan
untuk memperoleh data yang ada pada kehidupan
masyarakat secara langsung. Data
dapat diperoleh melalui ,wawancara atau
observasi secara langsung.
1. Metode Penelitian
Penelitian ini mengkaji
kehidupan sehari-hari masyarakat Dayak Maanyan di Kabupaten Barito Timur. Untuk
mencapai tujuan tersebut, penelitian ini menggunakan metode deskriptif. Metode
deskriptif diarahakn sebagai prosedur pemecahan masalah yang akan diselidiki
dengan menggambarkan atau melukiskan keadaan subjek atau objek yang diteliti
secara apa adanya sesuai dengan fakta pada saat penelitian dilakukan.
Menurut Sudaryanto,
(1988:62)
Metode deskriptif
menyarankan bahwa penelitian yang dilakukan semata-mata berdasarkan pada fakta
yang ada atau fenomena yang memang secara empiris hidup pada
penutur-penuturnya, sehingga dihasilkan atau dicatat berupa pemberian bahasa
yang dikatakan sifatnya seperti potret, paparan seperti apa adanya.
Dengan metode
deskriptif, penelitian dilakukan semata-mata berdasarkan fakta atau fenomena
yang memang hidup pada penuturnya. Dalam hal ini, metode dekriptif memberikan
gambaran yang objektif tentang kehidupan sehari-hari masyarakat Dayak Maanyan
di Kabupaten Barito Timur, Kalimantan Tengah.
2. Pendekatan
Penelitian
Pendekatan penelitian
yang digunakan dalam penelitian ini adalah menggunakan pendekatan kualitatif.
Penelitian kualitatif merupakan bentuk penelitian yang menggambarkan suatu
keadaaan dengan uraian. Data yang dikumpulkan berupa kata-kata, gambar, dan
bukan angka-angka (Moleong, 2005:11). Oleh karena itu, data yang akan
dikumpulkan tidak menggunakan angka-angka atau perhitungan, melainkan mengacu
pada makna atau pemahaman terhadap interkasi terhadap konsep data yang
dianalisis. Dengan demikian data dianalisis dalam bentuk uraian dalam bentuk
kata-kata atau kalimat.
Pendekatan kualitatif
memiliki ciri-ciri berlatar alamiah, bersifat deskriptif, lebih mengutamakan
proses daripada hasil, dan analisis data bersifat induktif (Bogdan dan Biklen,
1982 dalam Djajasudarma,1994).
Berlatar alamiah,
maksudnya data penelitian bersumber dari peristiwa-peristiwa komunikasi dan
situasi alamiah yang berlangsung di masyarakat Dayak Maanyan.
Bersifat deskriptif,
maksudnya data dikumpulkan berbentuk deskripsi wacana. Data dilengkapi dengan
konteks terjadinya interaksi. Pendeskripsian konteks diupayakan hingga
menyentuh hal-hal kecil, seperti waktu, tempat, dan kedudukan partisipan. Hasil
analisis data dilaporkan dalam bentuk deskripsi fenomenologis, artinya hasil
analisis dipaparkan sesuai dengan temuan di lapangan.
Lebih mengutamakan
proses daripada hasil, maksudnya dalam pelaksanaan penelitian ini, khususnya
kegiatan pengumpulan lebih diorientasikan pada proses. Pengorientasian
tersebut, misalnya pengupayaan waktu pelaksanaan pengumpulan data yang bersifat
fleksibel. Karena itu, jadwal tidak dijadikan target. Demikian halnya dengan
perolehan data, baik jenis maupun jumlahnya tidak didasarkan pada perencanaan
atau target tertentu.
Analisis data bersifat
induktif, maksudnya penelitian ini tidak diarahkan untuk memperkuat atau
menolak hipotesis tertentu. Karena itu, paparan hasil analisis penelitian yang
berkaitan dengan fonologi bahasa masyarakat Dayak Maanyan lebih didasarkan pada
data alamiah yang terkumpul di lapangan.
3. Data dan Sumber Data
a. Data
Data dalam penelitian
ini berupa paparan dari hasil wawancara dengan sumber data dan juga hasil dari
pengalaman peneliti sebagai salah seorang suku Dayak Maanyan yang juga telah
mengetahui kehidupan sehari-hari masyarakat Dayak Maanyan.
b. Sumber Data
Sumber data dalam
penelitian ini adalah penuturan yang dituturkan oleh penutur asli suku Dayak
Maanyan yang diperoleh melalui wawancara dan juga dari pengalaman peneliti
sendiri sebagai salah seorang putera Dayak Maanyan yang juga mengetahui
kehidupan masyarakat Maanyan itu sendiri.
Subjek penelitian yang
dipilih dalam penelitian ini adalah masyarakat asli suku Dayak Maanyan. Namun,
tidak semua masyarakat asli mempunyai kedudukan yang sama. Oleh karena itu,
untuk mendapatkan data yang valid diperlukan seorang informan. Adapun Nothofer
dan Slamet dalam bukunya mengemukakan delapan kriteria yang harus dipenuhi bagi
seorang informan.
Menurut Taryono,
(1993:23-24) dalam Susilo dkk. (1998:6):
1) Informan merupakan penutur asli suku
Dayak Maanyan.
2) Penutur berusia (51-60 tahun).
3) Informan mempunyai intelegensi cukup
tinggi dan setidak-tidaknya berpendidikan SD.
4) Informan ridak terlalu lama
meninggalkan tempat asal.
5) Informan dapat berbahasa Indonesia.
6) Informan tidak cacat wicara.
7) Informan tidak terlalu lama menggunakan
bahasa lain secara terus menerus.
8) Informan bersedia menjadi informan.
9) Informan bersikap terbuka, sabar,
ramah, jujur, dan tidak terlalu emosional dan mudah tersinggung.
10) Informan memiliki daya ingatan yang baik,
tidak malu, dan suka berbicara.
4. Teknik dan Alat Pengumpul Data
a. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data
dalam penelitian ini adalah wawancara dan perekaman. Teknik wawancara merupakan
teknik penjaringan data melalui percakapan antara peneliti dan informan. Pelaksanaan
teknik ini dilakukan dengan cara tanya jawab langsung sesuai dengan data yang
telah dipersiapkan. Teknik perekaman dalam penelitian ini dilakukan dengan
tujuan untuk memperoleh data yang sebenarnya dalam bentuk rekaman audio yang
akan ditranskripsikan dalam bentuk tulisan.
b. Instrumen Penelitian
Dalam penelitian
kualitatif, para ahli mengemukakan pendapatnya bahwa yang menjadi instrumen
penelitian adalah peneliti itu sendiri, atau dengan bantuan orang lain yang
merupakan alat pengumpul data utama (Guba dan Lincoln, 1981 dalam Moleong,
2005). Hal ini dikarenakan peneliti dalam penelitian kualitatif dipandang
sebagai pencari tahu alami dalam pengumpulan data.
Peneliti sebagai
instrumen, ada beberapa prasyarat yang harus diperhatikan, yaitu: (1) peneliti
ada jarak dengan objek terteliti, (2) tetap objektif, (3) berorientasi pada
tujuan penelitian, (4) tetap setia pada data penelitian, dan (5) menyelesaikan
sesuai dengan disiplin ilmu serta paradigma.
Selain peneliti sebagai
instrumen utama, penelitian ini menggunakan instrumen bantu, yaitu alat perekam
( Telepon Seluler BlackBerry), Alat perekam digunakan untuk merekam tuturan
informan, catatan lapangan digunakan untuk mencatat konteks tuturan.
c. Teknik Analisis Data
Teknik analisis data
ini didasarkan pada teknik yang dikemukakan oleh Miles dan Huberman (1992:
15-20). Teknik analisis yang dimaksud meliputi: (a) reduksi data, (b) penyajian
data, dan (c) penyimpulan. Ketiga langkah tersebut merupakan satu siklus yang
saling terkait dan dilaksanakan secara serentak selama dan setelah pengumpulan
data. Ketiga langkah itu secara memadai dipaparkan di bawah ini.
Reduksi data adalah
kegiatan analisis yang meliputi (a) identifikasi, dan (b) klasifikasi.
Identifikasi data adalah kegiatan menyeleksi kelayakan data, klasifikasi data
adalah kegiatan memilah dan mengelompokkan data. Penyajian data adalah kegiatan
mengelompokkan data yang telah direduksi. Dengan penyajian data ini diharapkan
penarikan kesimpulan menjadi terarah.
Penarikan simpulan
adalah kegiatan analisis yang lebih dikhususkan pada penafsiran data yang telah
disajikan.
d. Pengecekan Keabsahan Data
Konsekuensi bagi
peneliti yang melakukan penelitian kualitatif adalah sering dijumpai data kasus
negatif dan data bervariasi. Dalam kegiatan penelitian diperlukan kriteria
tertentu yang dapat memenuhi nilai kebenaran (keabsahan) terhadap data
informasi yang dikumpulkan peneliti dari lapangan, untuk mengantisipasi
kemungkinan-kemungkinan terjadi kesalahan, kekurangan atau bias terhadap data
yang dianalisis. Kekhawatiran ini dapat dihindari dengan melakukan trianggulasi
sebagai salah satu teknik pemeriksaan data (Moleong, 2005).
Pengecekan keabsahan
data menurut Moleong (2005:175) ada sembilan teknik, yaitu: (1) perpanjangan
keikutsertaan, (2) ketekunan pengamatan, (3) trianggulasi, (4) pemeriksaan
sejawat melalui diskusi, (5) analisis kasus negatif, (6) kecukupan referensi,
(7) pengecekan keanggotaan, (8) uraian rinci, dan (9) auditing. Dalam
penelitian ini, pemeriksaan keabsahan data hanya difokuskan pada ketekunan
pengamatan, trianggulasi, dan kecukupan referensial.
Trianggulasi adalah
teknik pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu yang lain di luar
data itu (Moleong, 2005:178). Teknik trianggulasi paling banyak digunakan ialah
pemeriksaan yang memanfaatkan penggunaan sumber, metode penyidik dan teori
(Denzin dan Moleong, 2005). Perlunya diadakan trianggulasi adalah untuk
memeriksa kepercayaan dan validasi dari hasil-hasil temuan penelitian.
Trianggulasi sebagai salah satu alat yang tepat untuk mengatasi terjadinya
perbedaan-perbedaan sumber dalam temuan penelitian. Beberapa ahli mengatakan
bahwa trianggulasi dilakukan untuk pengecekan data agar penelitian memiliki
taraf kepercayaan yang tinggi (Miles dan Huberman, 1984). Dalam penelitian ini,
trianggulasi digunakan untuk memeriksa keabsahan dan kesalahan data sebagai
strategi yang dapat meningkatkan kredibitas penelitian ini.
DEFINISI ISTILAH
1.
Wadian / Balian adalah pemimpin ritual
dalam beberapa upacara adat Dayak.
2.
Damang / Damung adalah pemimpin/ tokoh
masyarakat adat Dayak Maanyan.
3.
Mantir adalah tetua adat atau kepala
suku / kepala adat yang dihormati di tengah masyarakat Dayak Maanyan.
4.
Wadian matei adalah pemimpin ritual
dalam upacara kematian suku Dayak Maanyan.
5.
Wadian welum adalah pemimpin ritual
dalam upacara pengucapan syukur.
6.
Datu Tunyung adalah surga dalam
kepercayaan suku Dayak Maanyan.
7.
Nansarunai adalah nama daerah atau
kerajaan yang ada di Kalimantan, khususnya di Kabupaten Barito Timur.
8.
Talamana Tuah Hukat adalah Tuhan dalam
kepercayaan suku Dayak Maanyan dan juga sering disebut Alatala.
9.
Kariau adalah roh-roh atau makhluk
halus.
10.
Adiau adalah roh orang yang sudah
meninggal.
11.
Tunti-Tarutuh adalah pinangan dalam
masyarakat Dayak Maanyan.
12.
Sihala adalah suatu hukum adat yang
menangkap pasangan kumpul kebo atau praduga telah melakukan hal-hal yang tidak
baik menurut pandangan adat atau telah melakukan perzinahan.
13.
Mangkau adalah suatu tindakan mengambil
isteri atau suami orang lain.
SISTEMATIKA PENELITIAN
Sistematika penulisan
dalam mkalah ini adalah sebagai berikut :
BAB I adalah
pandahuluan. Bab ini berisi latar belakang masalah, rumusan masalah, pertanyaan
penelitian, tujuan penelitian, pentingnya penelitian, tesis, ruang lingkup
penelitian, metode dan prosedur penelitian, definisi istilah beserta
sistematika penelitian / penulisan. BAB II adalah landasan
teori yang berisi beberapa penjelasan mengenai letak geografi dan sejarah suku
beserta bentuk pemerintahan dalam masyarakat serta tata krama dan aturan dalam
masyarakat Dayak Maanyan.. BAB III adalah pembahasan dan
uraian mengenai kehidupan beragama atau kepercayaan masyarakat Dayak Maanyan,
susunan masyarakat agama dan juga uraian mengenai hukum adat dalam perkawinan
dan upacara kematian serta bahasa dan kosakata bahasa Dayak Maanyan. BAB IV
adalah pembahasan dan uraian tentang mata pencaharian dan perlengkapan hidup
masyarakat Dayak Maanyan. BAB V adalah penjelasan tentang ciri khas yang
dimiliki oleh suku Dayak Maanyan, termasuk kuliner, buah musiman, senjata,
bahan kerajinan dan juga keseniannya. BAB VI adalah kesimpulan dan saran
beserta daftar pustaka.
BAB
II. LETAK GEOGRAFI, SEJARAH DAN TATANAN MASYARAKAT
1. LETAK GEOGRAFI.
Kabupaten Barito Timur
yang beribukota di Tamiang Layang terletak antara 1°2’ Lintang Utara dan 2°5’
Lintang Selatan, 114° dan 115° Bujur Timur. Diapit oleh Kabupaten tetangga
yaitu di sebelah Utara dengan sebagian wilayah Kabupaten Barito Selatan, di
sebelah Timur dengan sebagian Wilayah Propinsi Kalimantan Selatan, di Selatan
dengan Kabupaten Barito Selatan dan Propinsi Kalimantan Selatan serta di
sebelah Barat dengan Kabupaten Barito Selatan.
Luas wilayah Kabupaten Barito Timur
tercatat 3.834 km2 meliputi sepuluh kecamatan. Kecamatan Dusun Timur dan
Kecamatan Paju Epat merupakan kecamatan terluas, masing-masing 867,70 km2 dan
664,30 km2 atau luas kedua kecamatan tersebut mencapai 40,15 % dari seluruh
wilayah Barito Timur. Sebagian besar wilayah Kabupaten Barito Timur merupakan
dataran rendah, ketinggiannya berkisar antara 50 s/d 100 meter dari permukaan
air laut. Kecuali sebagian wilayah Kecamatan Awang dan Patangkep Tutui yang
merupakan daerah perbukitan.
Dengan tidak ada sungai
besar dan banyak sungai kecil/anak sungai, keberadaannya menjadi salah satu
ciri khas Kabupaten Barito Timur. Sebagai daerah yang beriklim tropis, wilayah
Kabupaten Barito Timur rata-rata mendapat penyinaran matahari lebih dari 50%
sepanjang tahun. Udaranya relatif panas yaitu siang hari mencapai 34,6°C dan
malam hari 21,0°C, sedangkan rata-rata curah hujan pertahunnya relatif tinggi
yaitu mencapai 228,9 mm.
2
. SEJARAH SUKU
Berbicara untuk
memahami Kebudayaan Dayak Maanyan sekarang bukanlah mudah. Perubahan begitu
cepat yang telah dialami suku ini terutama setelah lebih setengah abad berlalu.
Nilai -nilai telah bergeser dan berubah, karena pengaruh yang masuk ke tengah-tengah
masyarakatnya. Pengaruh Pemerintah Belanda, Jepang, zaman pergolakan hingga
tercapainya kemerdekaan bangsa kita, zaman Orde Baru dan setelah keruntuhan
orde baru sampai Pemerintahan saat ini.
Sumbangan berupa
pemikiran terutama bagi peminat serta bersedia mau membangun dan mengembangkan
masyarakat Dayak Maanyan sangat diharapkan pada masa ini. Terutama mendampingi
mereka dalam gejolak perubahan tajam meninggalkan kepercayaan lama dari
benturan-benturan yang mungkin merugikan. Jalan yang memungkinkan dengan
memperhatikan sejarah, adat kebiasaan dan budaya suku ini.
Menurut legenda turun
temurun, kelompok ini berasal dari Asia Selatan termasuk Proto Melayu. Dari
ceritera yang dituturkan oleh Wadian Matei dalam upacara kematian Marubia
Kiyaen, kelompok suku ini pernah melewati Sri Bagawan dan kota Lingga. Di dalam
Kiyaen itu, tidak pernah disebut-sebut nama-nama tempat di Sumatera dan Jawa. Kiyaen
adalah kisah perjalanan suku ini. Besar kemungkinan melalui atau melewati
Kalimantan bagian Utara memakai Banung atau bahtera, kemudian menyusuri pantai
timur Kalimantan, Selat Makassar. Banung mereka ada yang sesat ke Pilipina
selatan, ada pula singgah di Tanjung Pamukan dan kemudian dikenal dengan Dayak
Sumihin menempati Tanah Gerogot selatan.
Dikisahkan bahwa
rombongan utama yang dipimpin oleh Datuk Sigumpulan dan isterinya Dara
Sigumpulan tiba disuatu tempat yang bernama Gusung Kadumanyan atau Gusung
Malangkasari tidak jauh dari Ujung Panti di tepi sungai Barito. Tidak diketahui
dengan jelas mengapa kelompok ini berpindah-pindah dari sana ke Bakumpai Lawas,
Jengah Tarabang, Katuping Baluh, Bamban Sabuku, Kupang Sundung, Unsum Ruang,
Eteen (Balangan) dan kemudian Nan Sarunai. Nan Sarunai menjadi tempat yang
makmur dan maju. Tata pemerintahan sudah teratur. Diperkirakan letaknya di
sekitar Banua Lawas, Pasar Arba di hilir Kelua sekarang. Pemerintahannya
dipegang oleh semacam dewan, terdiri dari 40 orang yang mempunyai keahlian
masing-masing. Sebagai pimpinan pemerintahan pada masa itu adalah Ambah Jarang
dengan dibantu oleh 7 orang Uria dan 12 orang Patis.
Ketika Nan Sarunai
mencapai puncak kemajuannya, tiba-tiba diserang oleh pasukan dari Jawa.
Kejadian tersebut terkenal dengan ungkapan "Nan Sarunai hancur, usak
Jawa". Sebagian kecil penduduknya melarikan diri dan membangun tempat baru
diberi nama "Batang Helang Ranu". Karena tidak aman Batang Helang
Ranu itupun ditinggalkan, lalu menyebar ke daerah Barito Timur dengan pembagian
Paju IV, Paju X dan Banua Lima. Sekitar abad ke 16 datanglah Lebai Lamiyah
meng-Islamkan, kecuali Paju IV, sampai ke Kampung Sarapat. Itulah sebabnya di
daerah Paju IV masih ada Hukum Kematian dengan membakar tulang dan mayat.
Karena ajaran-ajaran agama Islam sangat berbeda dengan adat istiadat dan
kebudayaan mereka, maka kembalilah mereka ke status kepercayaan asli mereka
semula. Akibatnya disana sini ada perubahan termasuk tak ada "Mapui"
atau Pembakaran Mayat.
Penghujung abad ke 18
Belanda dapat dengan mudah berkuasa atas kelompok yang sangat mencintai
kedamaian dan ketentraman ini. Kemudian diikuti oleh penyebaran agama Kristen
Protestan. Masih pada ujung abad itu sudah ada diantara penduduk yang dibaptis
oleh Pendeta Tromp dari Zending Bremen. Agama Kristen merambat masuk melalui Kuala
Kapuas. Misi itu diikuti dengan mendirikan gedung gereja di Tamianglayang tahun
1933 dan sekolah Rakyat di beberapa kampung. Semula menempati Kampung Beto,
kemudian Murutuwu, akan tetapi kampung tersebut menolak misi itu.
Dengan dibukanya
sekolah tadi maka daerah ini menerima perubahan yang sangat berarti. Melalui
pendidikan kemudian, orang Maanyan mulai masuk dan menjadi Kristen yang dikenal
dengan "Ulun Ungkup", sedang yang menjadi Islam karena perkawinan dan
hal lain disebut "Ulun Hakei". Kata Maanyan masih simpang siur
mengartikannya. "Ma" artinya ke dan "anyan" berarti tanah
kering dan berpasir. Jadi orang yang mendiami tanah kering dan berpasir, tetapi
ada juga yang berpendapat dan mengartikan, ialah orang yang mendiami Gusung
Kadumanyan. Kelompok ini sudah mengenal bertani ladang dengan memperhatikan
bintang "Awahat". Mata pencaharian lain yakni berburu, menangkap
ikan, membuat perahu dan lain-lain. Ketika ini tetap berladang, berkebun karet,
rotan dan buah-buahan dan berternak babi. Jika dahulu hanya untuk memenuhi
kebutuhan keluarga, sekarang sudah merupakan tambahan nilai ekonomis.
Sebelum perang dunia
kedua sudah banyak keluar untuk mencari lahan baru dan lebih subur. Disamping
hutan merupakan sumber usaha tambahan. Mengumpulkan hasil hutan dan usaha
membuat perahu. Karena hutan semakin menipis, maka pertanda kemunduran bagi
hidup dan kehidupan mereka. Kemana lagi? kini lebih 40% menjadi buruh dan
pegawai meninggalkan tempat asal mereka, menyebar kemana-mana. Ciri khas watak
pada umumnya sangat menyukai seni dan bahasa satra asli, lemah lembut bertutur
kata, suka merendah-rendah, dalam berbicara ceplas ceplos dan terus terang bila
sudah mengenal teman bicara. Agak mudah percaya, bila tertipu jadi pendendam. Suku
Dayak Maanyan sangat mempertahankan harga diri dan tidak suka mencari masalah.
3. SISTEM PEMERINTAHAN DALAM MASYARAKAT
a. Kepala Suku.
Suku Dayak Maanyan
tidak mengenal raja. Pemimpin merupakan Kepala Suku. Yang menjadi pemimpin
karena kecakapan, jujur, adil, dan berani. Pemimpin yang lalim tak akan
terpilih. Pemilihan melalui musyawarah kemudian didudus atau dinobatkan. Di
dalam pendudusan ia harus berjanji berlaku jujur dan adil. Pemimpin tertinggi
disebut Damung merangkap Uria. mengatur pemerintahan merangkap menjadi Panglima
atau orang kebal,menjaga keamanan. Penghulu atau Kepala Adat mengatur jalan dan
ketaatan Hukum Adat. Balian atau Wadian melaksanakan kepercayaan. Pada waktu
ini hanya ada Kepala Adat dengan beberapa orang anggotanya terdiri dari Mantir
dang Penghulu, termasuk para Balian. Sedangkan Kampung dipimpin oleh Kepala
Kampung. Kepala Kampung sekarang adalah pilihan masyarakatnya.
b. Kepala Adat /
Penghulu / Damang.
Kepala Adat dan
Penghulu bertanggung jawab dibidang Adat, melaksanakan, mengatur agar tidak
salah menurut kebiasaan adat. Dalam pelaksanaan selalu melalui musyawarah
termasuk harus disaksikan oleh Kepala Kampung.
c. Balian atau Wadian.
Balian atau Wadian
Matei sangat berperan memanggil, mengantar dan menunjuk jalan yang berliku-liku
agar sampai ke Datu Tunyung yang dikatakan penuh dengan keriaan, kecukupan tak
berhingga. Biaya dan bahan yang harus tersedia : uang, beras, beras pulut,
jelai, telur, ayam kecil dan besar, babi bahkan kerbau. Lama pelaksanaan dari
satu malam, dua, tiga, lima, tujuh bahkan sembilan. Urutan menurut hari
pelaksanaannya : Tarawen, Irupak, Irapat, Nantak Siukur dalam Marabia, untuk
Ngadaton dan Ijambe dan lain sebagainya.
Pelaksanaan upacara
siang malam dapat selesai berkat kegotongroyongan dan semangat kebersamaan yang
tinggi. Tidak ada perhitungan berapa biaya, tenaga dan waktu maupun perhitungan
ekonomi lain asal si mati bisa diantarkan sampai ke Datu Tunyung. Perbuatan
kaum kerabat demikian bahkan memberi kebahagiaan kehidupan dengan arwah lain
yang telah mendahului mereka. Biaya yang dikeluarkan tidak sia-sia karena
menjadi bekal perjalanan adiau menuju dunia kaum keluarga yang telah meninggal
mendahului mereka. Sebelum memulai tahun perladangan, segala upacara untuk
masalah kematian dan upacara syukuran harus sudah selesai dilaksanakan. Jika
tidak, sangat berbahaya dan merugikan untuk keselamatan keluarga seisi kampung
dan padi yang akan ditanam. Semua upacara harus ditutup mengadakan
"Ipaket" atau "Ibubuhan" dengan tujuan menolak bala bencana
untuk tahun depan. Semua roh jahat harus diberi bagian, agar dapat bekerja
dengan tenteram dan keluarga dijauhkan dari sampar dan sebagainya. Upacara
diadakan pada malam hari penuh seperti Nyepi di Bali. Artinya, tidak membunuh,
tidak memotong kayu/pohon, menumbuk dan membuat ingar bingar di kampung sehari
penuh.
4. TATA KRAMA DAN ATURAN DALAM MASYARAKAT
1.
Adat istiadat dalam keluarga :
Orang tua sangat
berperan dan menentukan di dalam keluarga. Dalam hal ini juga dapat dibantu
oleh Kakah atau Itak. perilaku, tutur kata dengan contoh dan teladan demikian
belajar bekerja untuk menolong orang tua sangat diutamakan. menanam rasa hormat
dan taat serta tertib menggunakan waktu, pagi buta sudah ke kebun atau ke
ladang, pulang bila hari sudah gelap. Sebutir padi tak boleh jatuh ke tanah,
sebiji nasi tak boleh jatuh ke tikar dan bangun harus mendahului margasatwa di
hutan. Menjawab kata suara lembut, lewat didepan orang tua harus membungkuk.
yang kakak melindungi dan dihormati dan adik harus menghargai.
Kakak laki-laki akan menjadi
"Usbah Bungkut" yakni melindungi harta milik yang ada di luar rumah.
Sedangkan jika kakak perempuan harus menuntun adik-adiknya dan melatih menjadi
pemimpin di dalam rumah. Dia disebut "Taragaan" tugasnya menjaga,
memelihara milik dan harta di dalam rumah. Hormat dan kepatuhan terjaga sejauh
mana "Uruk ajar" oleh orang tua mereka. Bila melanggar nasihat dan
ajaran oran tua dia akan menerima : Panalaen, kuta dusa dulat dan segalamacam
bencana dari Talamana. Ini diartikan sama dengan hukum karma, hanya saja dosa
yang besar, bila disebut mati tidak diterima bumi. Orang Dayak Maanyan
memandang kedudukan dan martabat anak laki dan perempuan sama.
2.
Warisan
Sebab kedudukan anak
laki-laki sama dengan perempuan, maka pembagian berupa waris sama. Bila orang
tua merasa perlu, harta kekayaan, tanah dan kebun sudah dapat ditentukan lebih
dahulu dan dihadapi oleh "Usbah Pulau". Jarang terjadi suara Usbah
Bungkut diingkari oleh saudara-saudaranya. Kerukunan dan musyawarah adalah
merupakan kekayaan sebagian besar keluarga Dayak Maanyan, dimana keadilan
sangat dijunjung tinggi.
3.
Pergaulan
Pergaulan antara pria
dan wanita boleh dikatakan cukup bebas. Karena itu dibebankan kepada sikap
pribadi masing-masing, teristimewa dalam memilih jodoh. Namun cara yang terbaik
biasanya ada orang ketiga terutama dari pihak si gadis selalu mendampinginya.
Ini kita harus mengenal batas dan waktu, serta keluarga masing-masing. Jangan
sampai mencurigakan seolah-olah mempermainkan gadis di depan mata kaum
keluarganya. Jika sindiran dan nasihat tak mempan, maka pasti ada orang yang
menuntut malu. Melanggar adat akan dituntut oleh adat.
4.
Sikap Terhadap Orang Tua
Terhadap orang tua
maupun sesepuh kampung mereka selamanya dihargai dan dihormati selama hidupnya.
Orang merasa aib besar jika tidak memberi tempat kepada mereka. Tempat duduk
dalam rapat, kenduri, ketika makan dan berbicara, memberi nasihat kepada
pengantin dan dalam menyelesaikan pertikaian antar keluarga. Sungguh sesuatu
keaiban bagi anak yang durhaka kepada orang tua dan para sesepuh.
5.
Sikap terhadap tamu atau pendatang :
"Potong
Pantan" dan "Natas Banyang" bukti adat kebiasaan cara menghargai
dan menghormati tamu. Orang merasa malu bila tidak dapat memberi kesan baik,
maupun tutur kata dan pelayanan bila rumahnya kedatangan tamu. Mereka akan
selalu berusaha agar tamu merasa seolah olah dirumah sendiri. Sekarang
tergantung pada sikap si tamu ramah atau angkuh dan sombong. Bila tamu murah
hatinya, separuh kehidupan mereka akan mereka serahkan kepada kita dan mereka
akan melayani sebaik mungkin dan bahkan mereka menjadikan diri mereka sebagai
tameng hidup untuk melindungi tamu.
6.
Nilai-nilai yang dijunjung tinggi :
Semangat "Anrau
Iram Suluk Matu" dalam susah dan senang. Setiap pekerjaan selalu melalui
musyawarah. Patuh dan taat pada apa yang diyakini, mematuhi pimpinan dan mau
berkorban demi kehormatan, keamanan dan kesejahteraan bersama. Nama kelompok
masih dijunjung tinggi.
7.
Peranan adat dan larangan / hal tabu
yang harus dihindari:
Pada umumnya peranan
adat masih ditaati sampai mati, kecuali ajaran baru yang melemahkan mereka. Hal yang tabu tersebut adalah diantaranya :
Kumpul kebo, hamil di luar nikah, mencuri, berzinah dan lain sebagainya. Melanggar
adat berarti akan menerima bencana dan kehancuran untuk umum. Semangat Suruk
Samah, Ngulung Maku akan menghilangkan rasa bersalah dengan ikhlas. Kesadaran
takut akan dikucilkan dari kelompok bila mengabaikan tuntutan adat. Semua yang
ditabukan sangat dipatuhi, karena sadar akan merugikan keselamatan,
kesejahteraan dan keamanan bersama. Pengawasan selalu dilakukan oleh Kepala
/Penghulu Adat serta dibantu oleh semua pihak. Namun akhir-akhir ini oleh
mereka yang melepaskan kepercayaan dahulu dengan sengaja menginjak dan
melanggar segala pantangan yang sudah berurat akar, sehingga menimbulkan
kekurang serasian antar mereka dan penganut agama yang baru.
8.
Sangsi Adat :
Pelanggaran membuat
hubungan tidak serasi lagi. Kalau ada yang terjadi, pelanggar harus memenuhi
segala tuntutan yang dibebankan oleh adat. Sangsi tersebut tergantung keputusan
Kepala Adat / Penghulu / Damang. Pada kenyataannya sekarang ini karena majunya
pendidikan, maka kebanyakan merubah agamanya dengan cepat sesuai dengan
kebebasan dan pilihan mereka. Kini diduga yang menganut kepercayaan asli
sekitar 40 % lagi. Jika anak berubah agama, lambat laun diikuti oleh orang tua.
Yang pasti mempercepat perubahan sikap dan arah hidup mereka. Kini Penghulu
Adat masih dihargai untuk memutuskan Hukum Adat dalam perkawinan pada orang
Kristen, untuk alasan ada kerja sama.
Ringkasan :
BAB II.
Letak Geografi, Sejarah dan Tatanan Masyarakat.
1. Letak Geografi..
Kabupaten Barito Timur
yang beribukota di Tamiang Layang terletak antara 1°2’ Lintang Utara dan 2°5’
Lintang Selatan, 114° dan 115° Bujur Timur. Diapit oleh Kabupaten tetangga
yaitu di sebelah Utara dengan sebagian wilayah Kabupaten Barito Selatan, di
sebelah Timur dengan sebagian Wilayah Propinsi Kalimantan Selatan, di Selatan
dengan Kabupaten Barito Selatan dan Propinsi Kalimantan Selatan serta di
sebelah Barat dengan Kabupaten Barito Selatan.
Luas wilayah Kabupaten
Barito Timur tercatat 3.834 km2 meliputi sepuluh kecamatan. Kecamatan Dusun
Timur dan Kecamatan Paju Epat merupakan kecamatan terluas, masing-masing 867,70
km2 dan 664,30 km2 atau luas kedua kecamatan tersebut mencapai 40,15 % dari
seluruh wilayah Barito Timur. Sebagian besar wilayah Kabupaten Barito Timur
merupakan dataran rendah, ketinggiannya berkisar antara 50 s/d 100 meter dari
permukaan air laut. Kecuali sebagian wilayah Kecamatan Awang dan Patangkep
Tutui yang merupakan daerah perbukitan.
2. Sejarah Suku.
Menurut legenda turun
temurun, kelompok ini berasal dari Asia Selatan termasuk Proto Melayu. Dari
ceritera yang dituturkan oleh Wadian Matei dalam upacara kematian Marubia
Kiyaen, kelompok suku ini pernah melewati Sri Bagawan dan kota Lingga. Di dalam
Kiyaen itu, tidak pernah disebut-sebut nama-nama tempat di Sumatera dan Jawa. Kiyaen
adalah kisah perjalanan suku ini. Dikisahkan bahwa rombongan utama yang
dipimpin oleh Datuk Sigumpulan dan isterinya Dara Sigumpulan tiba disuatu
tempat yang bernama Gusung Kadumanyan atau Gusung Malangkasari. Pemerintahannya
dipegang oleh semacam dewan, terdiri dari 40 orang yang mempunyai keahlian
masing-masing. Sebagai pimpinan pemerintahan pada masa itu adalah Ambah Jarang
dengan dibantu oleh 7 orang Uria dan 12 orang Patis.
Ketika Nan Sarunai
mencapai puncak kemajuannya, tiba-tiba diserang oleh pasukan dari Jawa.
Kejadian tersebut terkenal dengan ungkapan "Nan Sarunai hancur, usak
Jawa". Sebagian kecil penduduknya melarikan diri dan membangun tempat baru
diberi nama "Batang Helang Ranu".
3. Sistem Pemerintahan
dalam masyarakat:
a. Kepala Suku.
b. Kepala Adat.
c. Balian / Wadian.
4. Tata krama dan
aturan dalam masyarakat :
a. Adat istiadat dalam
keluarga.
b. Warisan.
c. Pergaulan.
d. Sikap terhadap orang
tua.
e. Sikap terhadap tamu
/ pendatang.
f. Nilai-nilai yang
dijunjung tinggi.
g. Peranan adat dan
larangan / hal yang tabu.
h. Sanksi adat.
BAB III
AGAMA, ADAT DAN
BAHASA
A.
KEHIDUPAN BERAGAMA / KEPERCAYAAN.
Kepercayaan Asli Dayak
Maanyan, Tuhan disebut Talamana Tuah Hukat (Alatala) sebagai penguasa
tertinggi, membawa keselamatan dan kehidupan.
1. Hiang
Piumung.
Nanyu Saniang, merupakan
suatu roh yang berasal dari arwah keluarga yang menurut nenek moyang ditentukan
tempat tinggalnya, misalnya di Guci, sedangkan untuk umum biasanya ditetapkan
pada tempat tertentu, yang disebut "Panungkulan" atau
"Lewu-Nanyu" ini bisa berupa arwah laki-laki atau perempuan yang
disebut juga Kariau (Miwit Umpui). Arwah laki-laki disebut "Nanyu"
dan perempuan "Ngaliusen".
2. Sahabat.
Ini merupakan suatu
kepercayaan sebagai pelindung keluarga, misalnya seperti : buaya, macan atau
kekuatan-kekuatan lainnya.
3. Roh
Jahat
atau kekuatan lain
diluar yang diatas; untuk penangkal bencana, wabah,dst dilakukan ibubuhan atau
menolak bala.
B. SUSUNAN MASYARAKAT AGAMA DALAM MASYARAKAT
DAYAK MAANYAN
a. Wadian.
Wadian (dukun) menurut
peranannya adalah pemimpin ritual. Untuk keperluan kehidupan dan upacara
kematian. Pada umumnya pelaksanaan upacara ini terdiri dari kaum wanita,
melalui "Tumang Katuh" (Pelantikan Wadian/dukun) baru kemudian
disebut "Rampu" atau "Pamungkur" atau berarti ahlinya.
b.
Wadian Matei.
Bertugas
untuk memanggil, memanjatkan doa untuk arwah orang yang telah meninggal dunia
untuk menghadap Datu Tunjung.
c.
Wadian Welum.
Wadian
ini bertugas khusus mendoakan atau mengobati serta menolak bala yang mengganggu
orang masih hidup, seperti :
-
Wadian Amun Rahu - Wadian Tapu Unru - Wadian Dadas - Wadian Bawo - Wadian Dusun
- Wadian Diwa.
Hubungan Wadian
(Balian) dengan pimpinan agama sangat erat dengan penghulu dan kepala kampung
yang disesuaikan dengan tugas serta peranan masing-masing.
d. Kepala Kampung.
Kepala Kampung
mengurus, mengatur keamanan dan pemerintahan kampung, sedangkan pimpinan agama
mengatur upacara agama.
Keterangan:
Balian / Wadian Matei
sangat berperan memanggil, mengantar dan menunjuk jalan yang berliku-liku agar
sampai ke Datu Tunyung yang dikatakan penuh dengan keriaan, kecukupan tak
berhingga. Biaya dan bahan yang harus tersedia : uang, beras, beras pulut,
jelai, telur, ayam kecil dan besar, babi bahkan kerbau. Lama pelaksanaan dari
satu malam, dua, tiga, lima, tujuh bahkan sembilan. Urutan menurut hari
pelaksanaannya : Tarawen, Irupak, Irapat, Nantak Siukur dalam Marabia, untuk
Ngadaton dan Ijambe dan lain sebagainya.
Pelaksanaan upacara
siang malam dapat selesai berkat kegotongroyongan dan semangat kebersamaan yang
tinggi. Tidak ada perhitungan berapa biaya, tenaga dan waktu maupun perhitungan
ekonomi lain asal si mati bisa diantarkan sampai ke Datu Tunyung. Perbuatan
kaum kerabat demikian bahkan memberi kebahagiaan kehidupan dengan arwah lain
yang telah mendahului mereka. Biaya yang dikeluarkan tidak sia-sia karena
menjadi bekal perjalanan adiau menuju dunia kaum keluarga yang telah meninggal
mendahului mereka.
C. PANDANGAN
MASYARAKAT DAYAK
a. Asal Mula. Dari
"Tutur Mula Alah" maka penciptaan alam semesta, termasuk manusia,
hewan, dan segala isinya dijadikan serempak pada satu saat. Tuha Hukat Talamana
mendiami langit lapis ke-10. Sedangkan Sawalang Gantung di lapisan langit ke-8
dan ke-9.
b. Allah. Allah telah disebut Tuha Hukat Talamana
menurunkan Sawalang Gantung ke bumi dan kawin dengan Ungkup Batu, beranak
duabelas orang dan menjadi dewa.
c. Balian. Balian merupakan penghantar makhluk/manusia
dengan dewa, diteruskan ke Tuha Hukat Talamana. Ini dapat terjadi dengan
menabur beras, minyak dan kemenyan sebagai alat memanggil di atas sesaji,
tarian, musik, mantera (mamang) yang berisikan doa dan syukur.
d. Dewa. Dewa menguasai kayu, rotan dan
sebagainya, dimana Nabe menguasai manusia, tanah dan angin. Nanyu Manulun
menjadi pelindung dan dewa perang, Kariau menguasai padi, burung dan
binatang-binatang hutan. Pada umumnya orang dayak berusaha agar hubungan dengan
Pencipta selalu ada agar menerima keselamatan di dunia dan akhirat.
e. Roh –roh. Tetapi di dunia masih banyak roh-roh
yang mendatangkan malapetaka, penyakit, sampar, kelaparan, dan bencana-bencana
lain. Yang diluar kemampuan mengatasinya, mereka menganggap kesalahan manusia.
Kemarahan itu datang dariroh-roh yang mereka sembah. Roh itu ada dimana-mana
dan mempunyai tempat masing-masing. Misalnya pada pohon, hutan, batu, lubuk,
danau, pulau dst. Disamping yang diketahui dan ditunjuk tempatnya, yakni roh
padi di lumbung, roh puputan (alat penempa padi), patung dan rumah-rumah. Untuk
roh jahat dan serba magis harus diusahakan perdamaian, juru damai adalah Balian
atau dukun.
f. Taat Adat. Untuk mendapat keamanan,
ketentraman, kesehatan dan kebahagiaan tidak ada jalan lain kecuali mentaati hukum
adat dan menyelaraskan dengan sekitarnya, yang nampak maupun yang tidak nampak.
Hanya dengan ketaatan dan kepatuhan diatas dapat bekerja dengan tentram tanpa
halangan hingga meninggal, sehingga arwah dapat mencapai ke Datu Tunjung. Kematian
memang suatu kemalangan, karenanya harus memenuhi upacara-upacara kematian
sesuai dengan tata caranya serta syarat untuk keluarga yang meninggal, agar
perjalanan menuju Datu Tunjung menjadi mulus.
D. PERKAWINAN MENURUT ADAT DAYAK MAANYAN.
1.
Perkawinan
Perkawinan menurut
pandangan orang Dayak Maanyan adalah sesuatu yang luhur dan suci dan merupakan
lembaga seksualitas dalam masyarakat tertentu. Perkawinan adat di kalangan
masyarakat adat Dayak Maanyan telah berlangsung sejak dahulu kala, bahkan hingga
saat ini dan diyakini berlangsung ke masa depan. Walaupun masyarakat Dayak telah
terbagi menganut agama berbeda : Islam, Kristen, katolik dan Kaharingan.
Masalah perkawinan, orang
Maanyan memandang perkawinan itu luhur dan suci, karenanya diusahakan semeriah
mungkin, memenuhi segala ketentuan adat yang berlaku. Dibebani dengan
persyaratan yang harus diindahkan. Pada dasarnya Suku Dayak Maanyan tidak
menyukai Poligami. Diusahakan pasangan yang seimbang, tidak sumbang. Perkawinan
yang terbaik jika melalui kesepakatan antara kedua orang tua. Kebanyakan
perkawinan masa lalu diusahakan oleh orang tua. Kini kebebasan memilih sudah
tidak menjadi soal lagi. Dahulu yang menjadi ukuran orang tua, turunan,
perilaku, rajin, dan terampil bekerja dirumah atau di ladang. Untuk wanita harus
pandai memasak, menganyam dan kerajinan lain didalam rumah tangga. Sekarang
sesuai dengan kebebasan mereka, serta sejauh rasa tanggung jawab masing-masing.
Tahap pertama keinginan
kedua belah pihak disetujui oleh orang tua masing-masing, kemudian bisik kurik,
pertunangan atau peminangan, menentukan waktu terbaik dan biayanya. Sedangkan
biaya pada waktu ini ditetapkan ditanggung bersama, tidak seperti dahulu sangat
ditentukan oleh pihak wanita. Pesta perkawinan yang agak besar disebut
"Nyumuh Wurung Jue" yakni meriah dan bergengsi. Bila perkawinan ini
sumbang harus disediakan Hukum Adat "Panyameh Tutur" supaya bisa
diselesaikan. Hampir semua orang pasti menghendaki cara perkawinan yang terbaik
yakni melalui "Tunti-Tarutuh" atau jalan meminang si gadis. Cara-cara
lain yang kurang terhormat yaitu melalui "Ijari" cara
"Mudi" dan cara yang tidak terpuji melalui "Sihala",
"Mangkau" dan cara kawin "Lari".
2.
Tujuan
perkawinan menurut Adat :
a.
Perkawinan secara adat bertujuan untuk mengatur
hidup dan perilaku hidup bahadat.
b.
Mengatur hubungan manusia berlainan
jenis kelamin guna terpeliharanya ketertiban masyarakat agar melakukan
perbuatan-perbuatan yang baik dan tidak tercela.
c.
Menata kehidupan berumah tangga yang
baik sejak dini, tertata dengan baik dan santun, beradab dan bermartabat.
d.
Menjamin kelangsungan hidup suatu suku
/punk dan medapatkan keturunan yang sehat jasmani dan rohani serta menata garis
keturunan yang teratur.
e.
Menetapkan status sosial dalam
masyarakat.
f.
Menyelesaikan permasalahan-permasalahan
yang tedadi dalam pergaulan muda-mudi supaya terhindar dari cela ataupun kutuk
yang berdampak luas.
g.
Menyelesaikan permasalahan yang
berdampak pada komplik internal, eksternal dan antar suku.
3.
Persyaratan Perkawinan Menurut Adat :
a.
Telah berusia 16 tahun ke atas untuk
laki-laki
b.
Sesudah haid pertama bagi perempuan
c.
Sehat jasmani dan rohani
d.
Tidak sedang dipinang oleh orang lain
e.
Bersedia memenuhi persyaratan hukum adat
f.
Bersedia menerima sanksi adat.
E. SYARAT PEMENUHAN HUKUM ADAT DAYAK MAANYAN
Pada saat seseorang yang
akan menikah dengan menggunakan Adat Dayak Maanyan, maka wajib hukumnya untuk
melengkapi beberbagai persyaratan sebagai berikut:
1. Pangukaan tajau tuak 3 real x 2 rupiah x 5 . Rp. 30.000,- ( ½ ) dibayar pihak I & II.
Ini adalah syarat tentang pembukaan tajau (sejenis priuk) tuak (minuman
tradisional yg biasa terbuat dari fermentasi) dilambangkan secara simbolik.
2. Keagungan Mantir 3 real x 2 rupiah x 5. Rp. 30.000,-
( ½ ) dibayar pihak I & II Keagungan Mantir disini adalah penghargaan terhadap
tetua adat atau kepala suku atau pemimpin adat yang dipercayakan oleh
masyarakat setempat dilambangkan secara simbolik.
3. Tajau tuak
galas sangker 3 Real x 2 rupiah x
5. Rp. 30.000,- ( ½ ) dibayar pihak I & II. Persaratan
berupa priuk tuak dan gelas kaca dilambangkan secara simbolik.
4. Gula bulat niui bulat tipak pisis giling
pinang 3 Real x 2 rupiah x 5.
Persaratan berupa gula merah bulat, kelapa
bulat, dan buah pinang yang sudah dihancurkan. Rp. 30.000,- ( ½ ) dibayar pihak I & II
5. Sangku dite sangku lungkung sapak iwek 3
real x 2 rupiah x 5
Persyaratan berupa
beras ketan dan beras lungkung dan potongan daging babi bagian kakinya
dilambangkan secara simbolik. Rp. 30.000,- ( ½ ) dibayar pihak I & II
6. Hukum Kebenaran 12 real
x 2 rupiah x 5. Rp.
120.000,- Pol dibayar pihak I
7. Lanjung Ume Petan Gantung 3 real x 2 rupiah
x 5. Rp. 30.000,- Pol dibayar pihak I
Persyaratan berupa
lanjung(sejenis tas dari rotan khas
dayak kalimantan) dan sumpit secara simbolik.
8. Eteh Kadiwai 3 real x 2 rupiah x 5. Rp. 30.000,- Pol dibayar pihak I
9. Paminia Pamakaian 3 real x 2 rupiah x 5. Rp. 30.000,- Pol dibayar pihak I
10. Pilangkahan
3 real x 2 rupiah x 5. Rp.
30.000,- Persyaratan ini berlaku apabila, seorang adik ingin menikah dan
mendahului seorang kakaknya yang belum menikah, maka sang adik wajib membayar
hukum adat ini.
11. Pilah Anak
3 real x 2 rupiah x 5 Rp.
30.000,-
12. Tutup Uban
Berupa Kain
13. Administrasi
Rp. 50.000,- ( ½ )
dibayar pihak I & II
·
Kepala Desa Rp. 10.000
·
Mantir Rp.
10.000
·
Penghulu Adat Rp. 10.000
·
Saksi 2 Orang Rp. 10.000
·
Administrasi Rp. 10.000
F. SURAT
PERKAWINAN MENURUT ADAT DAYAK
Surat
perkawinan menurut adat adalah bukti tertulis yang dikeluarkan oleh Damang
Kepala Adat menjadi pegangan kedua belah pihak mempelai.
a.
Tujuan
1.
Menetapkan status
2.
Melindungi mereka dari prasangka buruk
pihak ketiga
3.
Melindungi masing-masing dari hak dan
kewajiban
4.
Menetapkan status anak dan melindungi
hak-hak anak bila ada.
b. Manfaat
1.
Bukti otentik tertulis telah memenuhi
hukum adat setempat
2.
Mengikat orang lain tunduk kepada hukum
adat Dayak Maanyan
3.
Mengatur hak dan kewajiban pembagian
harta milik bersama
4.
Melindungi hak dalam menghadapi permasalahan
yang berhadapan dengan hukum formal
5.
Tanda bukti status dalam masyarakat.
G. SURAT PERJANJIAN PERKAWINAN MENURUT ADAT
Surat
perjanjian Perkawinan menurut Adat adalah sebuah perjanjian tertulis yang
isinya disepakati oleh kedua belah pihak calon mempelai dan orang tua calon
mempelai disaksikan oleh saksi-saksi dan mantir adat serta diketahui oleh
Damang. Di dalam surat tersebut dicantumkan pemenuhan huku adat yang menjadi
tanggung jawab pihak calon mempelai laki-laki serta dicantumkan hak dan kewajiban
masing-masing. Dicantumkan pula sanksi hukum bagi yang melakukan kesalahan
serta dicantumkan pengaturan pembagian harta rupa tangan serta pembagiannya
termasuk hak anak dan hak ahli waris dimana perkawinan itu tidak mendapat anak.
a.
Tujuan
1.
Bukti otentik perjanjian tertulis
2.
Acuan dalam penyelesaian masalah
dikemudian hari
3.
Mengatur barang rupa tangan dan hak-hak
4.
Mengatur sanksi-sanksi
b. Manfaat
1.
Bukti otentik tertulis yang harus
ditaati oleh kedua belah pihak
2.
Memudahkan dalam penyelesaikan masalah
oleh para pihak
3.
Untuk dokumentasi
H. SURAT KETERANGAN PERCERAIAN SECARA ADAT
a. Dasar.
Peraturan Daerah
Provinsi Kalimantan Tengah Nomor: 16 tahun 2008 BAB V pasal 8 huruf a, b, dan c
serta pasal 9 ayat (1) huruf a, b dan c.
b. Surat
keterangan cerai.
1.
Surat keterangan perceraian yang
sifatnya khusus karena menurut pertimbangan dilihat dari adat mereka tidak
layak untuk meneruskan kehidupan berumah tangga dan mereka harus diceraikan
(hal-hal khusus) hal ini mutlak sama dengan surat talak.
2.
Surat keterangan perceraian oleh karena
permasalahan / sengketa dalam rumah tangga yang walaupun diupayakan upaya
perdamaian namun tetap tidak dapat rujuk.
3.
Dalam hal ini Damang mengeluarkan surat
keterangan perceraian dengan alasan-alasan, berfungsi sebagai rujukan untuk
mendapatkan keputusan perceraian dari pengadilan (UU No. 1 tahun 1974).
c.
Manfaat / kegunaan
a.
Menetapkan status hak masing-masing
pihak dan menetapkan hak dan status anak.
b.
Memudahkan pihak lain untuk
kepentingan-kepentingan tertentu.
c.
Sebagai acuan atau rujukan bagi
pengadilan.
I. UPACARA
KEMATIAN
Kematian bagi setiap
orang sungguh mengerikan, menyedihkan dan menakutkan sebab harus berpisah
dengan kaum keluarga yang dicintai dan disayangi. Namun semua harus
diselesaikan sesuai adat dan rukun kematian itu sendiri. Meskipun yang
meninggal karena karam atau mati di negeri lain, upacaranya tanpa jasad tetapi
sudah cukup dengan pakaian, rambut atau kuku si mati. Upacaranya disesuaikan
dengan kemampuan keluarga, meskipun semua pekerjaan maupun biayanya didapat
dari sumbangan dan bantuan seluruh keluarga bahkan oleh penduduk kampung.
Upacara kematian yang
lengkap disebut Marabia, Ijambe dan Ngadaton untuk tingkat terhormat. Harus
dilaksanakan secara lengkap menurut adat agar sampai ke Datu Tunyung (sorga).
Bila tidak arwah atau adiau bisa gentayangan tidak sampai ke tempat tujuan. Balian
atau Wadian Matei sangat berperan memanggil, mengantar dan menunjuk jalan yang
berliku-liku agar sampai ke Datu Tunyung yang dikatakan penuh dengan keriaan,
kecukupan tak berhingga. Biaya dan bahan yang harus tersedia : uang, beras,
beras pulut, jelai, telur, ayam kecil dan besar, babi bahkan kerbau.
Lama pelaksanaan dari
satu malam, dua, tiga, lima, tujuh bahkan sembilan. Urutan menurut hari
pelaksanaannya : Tarawen, Irupak, Irapat, Nantak Siukur dalam Marabia. Pelaksanaan
upacara siang malam dapat selesai berkat kegotongroyongan dan semangat
kebersamaan yang tinggi. Tidak ada perhitungan berapa biaya, tenaga dan waktu
maupun perhitungan ekonomi lain asal si mati bisa diantarkan sampai ke Datu
Tunyung. Perbuatan kaum kerabat demikian bahkan memberi kebahagiaan kehidupan
dengan arwah lain yang telah mendahului mereka. Biaya yang dikeluarkan tidak
sia-sia karena menjadi bekal perjalanan adiau menuju dunia kaum keluarga yang
telah meninggal mendahului mereka.
Belian orang mati (wadian
matei) yang diinterview menggambarkan
amirue/adiau akan diantar ke tumpuk janang jari, kawan nyiui pinang kakuring,
wahai kawan intan amas, parei jari, kuta maharuh, welum sanang, puang mekum
maringin, arai hewu (Roh yang meninggal kan di bimbing perjalanannya oleh
belian menuju tempat/ perkampungan yang subur, kelapa dan pinang menghijau
indah, bertaburkan intan dan emas, padi yang subur, makanan yang enak, hidup
sejahtera, selalu sehat dan gembira). Pada dasarnya Upacara (adat) kematian
merupakan berbagai jenis upacara (serangkaian) dari kematian sampai beberapa
upacara untuk mengantar adiau/ roh ke tumpuk adiau/ dunia akhirat.
Berikut beberapa upacara
tersebut :
1.
Ijambe
Ijambe, (baca :
Ijamme’) yaitu upacara kematian yang pada intinya pembakaran tulang mati.
Pelaksanaan upacaranya sepuluh hari sepuluh malam. dan membutuhkan biaya yang
sangat besar, dengan hewan korban kerbau, babi dan ayam. Karena mahal Upacara
ini dilakukan oleh keluarga besar dan untuk beberapa Orang (tulang yang udah
meninggal). Ngadatun, yaitu upacara kematian yang dikhususkan bagi mereka yang
meninggal dan terbunuh (tidak wajar) dalam peperangan atau bagi para pemimpin
rakyat yang terkemuka. Pelaksanaannya tujuh hari tujuh malam.
2.
Miya
Miya, yaitu upacara
membatur yang pelaksanaannya selama lima hari lima malam. kuburan dihiasi dan
lewat upacara ini keluarga masih hidup dapat “mengirim” makanan, pakaian dan kebutuhan
lainnya kepada adiau / arwah orang yang sudah meninggal.
3.
Bontang / Buntang
Bontang, adalah level
tertinggi dan “termewah” bentuk penghormatan keluarga yang masih hidup dengan
yang sudah meninggal, upacara ini cukup lama 5 hari lima malam, dengan biaya
luar bisa, “memakan korban “puluhan ekor babi jumbo dan ratusan ekor ayam
kampung esensinya adalah memberi/ mengirim “kesejahteraan dan kemapanan” untuk
roh/ adiau yang di”bontang”, upacara ini bukan termasuk upacara duka, tapi
sudah berbentuk upacara sukacita.
4.
Nuang Panuk
Nuang Panuk, yaitu upacara
mambatur yang setingkat di bawah upacara Miya, karena pelaksanaannya hanya satu
hari satu malam. Dan kuburan si mati pun hanya dibuat batur satu tingkat saja,
di antar kue sesajen khas Dayak yaitu tumpi wayu dan lapat wayu dan berbagai
jenis kue lainnya dalam jumlah serba tujuh dan susunan yang cukup rumit
5.
Siwah
Siwah, yaitu kelanjutan
dari upacara Miya yang dilaksanakan setelah empat puluh hari sesudah upacara
Mia. Pelaksanaan upacara Siwah ini hanya satu hari satu malam. Inti dari
upacara Siwah adalah pengukuhan kembali roh si mati setelah dipanggil dalam
upacara Miya untuk menjadi pangantu pangantuhu, atau “sahabat” bagi keluarga
yang belum meninggal.
Yang menarik dari
upacara tersebut adalah banyak unsur seninya, baik tumet leut (sajak yang
dilantunkan dengan nada indah tapi tetap, dan tarian tarian khas jaman dulu
misalnya giring-giring atau nampak maupun nandrik
Sebelum memulai tahun
perladangan, segala upacara untuk masalah kematian dan upacara syukuran harus
sudah selesai dilaksanakan. Jika tidak, sangat berbahaya dan merugikan untuk
keselamatan keluarga seisi kampung dan padi yang akan ditanam. Semua upacara
harus ditutup mengadakan "Ipaket" atau "Ibubuhan" dengan
tujuan menolak bala bencana untuk tahun depan. Semua roh jahat harus diberi
bagian, agar dapat bekerja dengan tenteram dan keluarga dijauhkan dari sampar
dan sebagainya. Upacara diadakan pada malam hari penuh seperti Nyepi di Bali.
Artinya, tidak membunuh, tidak memotong kayu/pohon, menumbuk dan membuat ingar bingar
di kampung sehari penuh.
J. BAHASA
Bahasa untuk komunkasi
suku Dayak Maanyan adalah menggunakan bahasa Indonesia , bahasa Maanyan , dan
bahasa Banjar sebagai bahasa yang digunakan dalam kesehariannya. Dalam bahasa
Dayak Maanyan ini memiliki banyak kesamaan dengan bahasa suku Dayak lainnya dan
juga dalam tutur kata dan berbahasa, setiap orang mudah dikenali dari logat
atau dialeknya. Ada daerah tertentu di Barito Timur yang penyebutan hurufnya
beda dengan daerah lain dan hal itu juga menjadi pembedanya. Contoh : Beberapa
individu menyebutkan “ Opo “ menjadi “ Upu “, atau contoh lainnya “ Oso no “
menjadi “ Usu nu “. Hal seperti inilah yang menjadikan dialek atau logat yang
berlainan ditambah lagi suku-suku lain yang bukan suku Maanyan asli dan tinggal
serta hidup bersama di tengah-tengah suku Dayak Maanyan. Namun sangat
disayangkan saat ini adalah generasi mudanya banyak yang tidak fasih lagi
berbahasa daerah, khususnya bahasa Dayak Maanyan dikarenakan generasi mudanya
banyak yang sekolah keluar daerah, misalnya sekolah di Banjarmasin ataupun
Palangkaraya. Bila mereka terlalu lama tinggal di Banjarmasin, maka logat
maupun dialek mereka terpengaruh oleh bahasa Banjar dan bahkan tercampur dengan
bahasa Banjar ketika mereka berkomunikasi dan bahkan ada yang sudah lupa dengan
bahasanya. Demikian juga dengan mereka yang tinggal di Palangkaraya, pasti akan
terpengaruh oleh bahasa Dayak Ngaju, karena bahasa Dayak Ngaju adalah bahasa
nomor 2 setelah bahasa Indonesia yang digunakan di Palangkaraya.
Berikut kosakata yang bisa
anda pelajari dengan terjemahan ke bahasa Indonesia.
Ringkasan :
Bab III. Agama, Adat
dan Bahasa.
Kepercayaan Asli Dayak
Maanyan, Tuhan disebut Talamana Tuah Hukat (Alatala) sebagai penguasa
tertinggi, membawa keselamatan dan kehidupan.
a. Kehidupan Beragama / kepercayaan :
1.
Hiang Piumung.
2. Sahabat.
3. Roh Jahat
b. Susunan Masyarakat Agama :
1. Wadian.
2. Wadian Matei.
3. Wadian Welum.
4. Kepala Kampung.
c. Pandangan Masyarakat :
1. Asal Mula. Dari "Tutur Mula Alah"
maka penciptaan alam semesta, termasuk manusia, hewan, dan segala isinya
dijadikan serempak pada satu saat. Tuha Hukat Talamana mendiami langit lapis
ke-10. Sedangkan Sawalang Gantung di lapisan langit ke-8 dan ke-9.
2. Allah. Allah telah disebut Tuha Hukat Talamana
menurunkan Sawalang Gantung ke bumi dan kawin dengan Ungkup Batu, beranak
duabelas orang dan menjadi dewa.
3. Balian. Balian merupakan penghantar
makhluk/manusia dengan dewa, diteruskan ke Tuha Hukat Talamana.
4. Dewa. Dewa menguasai kayu, rotan dan
sebagainya, dimana Nabe menguasai manusia, tanah dan angin. Nanyu Manulun
menjadi pelindung dan dewa perang, Kariau menguasai padi, burung dan
binatang-binatang hutan.
5. Roh –roh. Tetapi di dunia masih banyak
roh-roh yang mendatangkan malapetaka, penyakit, sampar, kelaparan, dan
bencana-bencana lain. Yang diluar kemampuan mengatasinya, mereka menganggap
kesalahan manusia.
6. Taat Adat. Untuk mendapat keamanan,
ketentraman, kesehatan dan kebahagiaan tidak ada jalan lain kecuali mentaati
hukum adat dan menyelaraskan dengan sekitarnya, yang nampak maupun yang tidak
nampak.
d. Perkawinan menurut
Adat Dayak Maanyan :
1. Perkawinan menurut pandangan orang Dayak
Maanyan adalah sesuatu yang luhur dan suci dan merupakan lembaga seksualitas dalam
masyarakat tertentu.
2. Tujuan perkawinan menurut adat adalah perkawinan
secara adat bertujuan untuk mengatur hidup dan perilaku hidup bahadat /
beradat, mengatur hubungan manusia berlainan jenis kelamin guna terpeliharanya
ketertiban masyarakat agar melakukan perbuatan-perbuatan yang baik dan tidak
tercela, menata kehidupan berumah tangga yang baik sejak dini, tertata dengan
baik dan santun, beradab dan bermartabat, menjamin kelangsungan hidup suatu
suku /puak dan medapatkan keturunan yang sehat jasmani dan rohani serta menata
garis keturunan yang teratur, menetapkan status sosial dalam masyarakat, menyelesaikan
permasalahan-permasalahan yang tedadi dalam pergaulan muda-mudi supaya
terhindar dari cela ataupun kutuk yang berdampak luas, menyelesaikan
permasalahan yang berdampak pada komplik internal, eksternal dan antar suku.
3. Persayaratan perkawinan menurut adat adalah,
telah berusia 16 tahun ke atas untuk laki-laki, sesudah haid pertama bagi
perempuan, sehat jasmani dan rohani, tidak sedang dipinang oleh orang lain, bersedia
memenuhi persyaratan hukum adat, bersedia menerima sanksi adat.
e.
Syarat pemenuhan hukum adat :
Pada saat seseorang
yang akan menikah dengan menggunakan Adat Dayak Maanyan, maka wajib hukumnya
untuk melengkapi beberbagai persyaratan sebagai berikut:
Pertama, Pangukaan
tajau tuak 3 real x 2 rupiah x 5 . Rp. 30.000,- ( ½ ) dibayar pihak I & II.
Ini adalah syarat tentang pembukaan tajau (sejenis priuk) tuak (minuman
tradisional yg biasa terbuat dari fermentasi) dilambangkan secara simbolik.
Kedua, Keagungan Mantir 3 real x 2
rupiah x 5. Rp. 30.000,- ( ½ ) dibayar pihak I & II
Keagungan Mantir disini adalah penghargaan terhadap tetua adat atau kepala suku
atau pemimpin adat yang dipercayakan oleh masyarakat setempat dilambangkan
secara simbolik. Ketiga, Tajau tuak
galas sangker 3 Real x 2 rupiah x
5. Rp. 30.000,- ( ½ ) dibayar pihak I
& II. Persaratan berupa priuk tuak dan gelas kaca dilambangkan secara
simbolik. Keempat, Gula bulat niui bulat tipak pisis giling pinang 3 Real x 2
rupiah x 5. Persaratan berupa gula merah bulat, kelapa bulat, dan buah pinang
yang sudah dihancurkan. Rp. 30.000,- ( ½ )
dibayar pihak I & II. Kelima, Sangku dite sangku lungkung sapak iwek
3 real x 2 rupiah x 5. Persyatan berupa beras ketan dan beras lungkung dan
potongan daging babi bagian kakinya dilambangkan secara simbolik. Rp. 30.000,-
( ½ ) dibayar pihak I & II. Keenam, Hukum
Kebenaran 12 real x 2 rupiah x 5. Rp. 120.000,-
Pol dibayar pihak I. Ketujuh, Lanjung
Ume Petan Gantung 3 real x 2 rupiah x 5.
Rp. 30.000,- Pol dibayar pihak I.
Persyaratan berupa lanjung(sejenis tas dari rotan khas dayak kalimantan) dan sumpit secara
simbolik. Kedelapan, Eteh Kadiwai 3 rear
x 2 rupiah x 5. Rp. 30.000,- Pol dibayar pihak I. Syarat kesembilan, Paminia
Pamakaian 3 real x 2 rupiah x 5. Rp. 30.000,- Pol dibayar pihak I. Syarat kesepuluh, Pilangkahan 3 real x 2 rupiah x 5. Rp. 30.000,- Persyaratan ini berlaku apabila,
seorang adik ingin menikah dan mendahului seorang kakaknya yang belum menikah,
maka sang adik wajib membayar hukum adat ini. Syarat kesebelas, Pilah Anak 3 real x 2 rupiah x 5 Rp. 30.000,-
, Kedua belas, Tutup Uban Berupa
Kain. Ketiga belas adalahAdministrasi Rp.
50.000,- ( ½ ) dibayar pihak I & II, untuk Kepala Desa, Mantir, Penghulu Adat, Saksi dan
Administrasi masing-masingRp. 10.000.
f. Surat perkawinan menurut adat adalah dengan
tujuan menetapkan status, melindungi mereka dari prasangka buruk pihak ketiga, melindungi
masing-masingdari hak dan kewajiban serta menetapkan status anak dan melindungi
hak-hak anak bila ada. Manfaatnya yaitu sebagai bukti otentik tertulis telah
memenuhi hukum adat setempat, mengikat orang lain tunduk kepada hukum adat
Dayak Maanyan, mengatur hak dan kewajiban pembagian harta milik bersama, melindungi
hak dalam menghadapi permasalahan yang berhadapan dengan hukum formal dan tanda
bukti status dalam masyarakat.
g. Surat perjanjian perkawinan bertujuan untuk Bukti otentik perjanjian tertulis, acuan dalam
penyelesaian masalah dikemudian hari, mengatur barang dan hak-hak serta mengatur
sanksi-sanksi. Adapun manfaatnya adalah bukti otentik tertulis yang harus
ditaati oleh kedua belah pihak, memudahkan dalam penyelesaikan masalah oleh
para pihak dan untuk dokumentasi.
h. Surat keterangan cerai, dasarnya adalah
peraturan daerah provinsi Kalimantan Tengah Nomor: 16 tahun 2008 BAB V pasal 8 huruf
a, b, dan c serta pasal 9 ayat (1) huruf a, b dan c.
Surat cerai adalah surat
keterangan perceraian yang sifatnya khusus karena menurut pertimbangan dilihat
dari adat mereka tidak layak untuk meneruskan kehidupan berumah tangga dan
mereka harus diceraikan (hal-hal khusus) hal ini mutlak sama dengan surat
talak, surat keterangan perceraian oleh karena permasalahan / sengketa dalam
rumah tangga yang walaupun diupayakan upaya perdamaian namun tetap tidak dapat rujuk,
dan dalam hal ini Damang mengeluarkan
surat keterangan perceraian dengan alasan-alasan, berfungsi sebagai rujukan untuk
mendapatkan keputusan perceraian dari pengadilan (UU No. 1 tahun 1974). Manfaat
/ kegunaan adalah menetapkan status hak masing-masing pihak dan menetapkan hak
dan status anak, memudahkan pihak lain untuk kepentingan-kepentingan tertentu sebagai
acuan atau rujukan bagi pengadilan.
i. Upacara Kematian yang ada dalam masyarakat
Dayak Maanyan adalah Ijambe, Miya, Bontang, Nuang Panuk dan Siwah.
j. Bahasa. Bahasa untuk komunkasi suku Dayak
Maanyan adalah menggunakan bahasa Indonesia , bahasa Maanyan , dan bahasa
Banjar sebagai bahasa yang digunakan dalam kesehariannya. Dalam bahasa Dayak
Maanyan ini memiliki banyak kesamaan dengan bahasa suku Dayak lainnya dan juga
dalam tutur kata dan berbahasa, setiap orang mudah dikenali dari logat atau
dialeknya. Ada daerah tertentu di Barito Timur yang penyebutan hurufnya beda
dengan daerah lain dan hal itu juga menjadi pembedanya. Contoh : Beberapa
individu menyebutkan “ Opo “ menjadi “ Upu “, atau contoh lainnya “ Oso no “
menjadi “ Usu nu “, tetapi semua itu bukan masalah karena semuanya menjadi
kekayaan secara bahasa.
BAB IV.
MATA PENCAHARIAN DAN PERLENGKAPAN HIDUP
A.
Mata Pencaharian.
Mata
pencaharian orang Dayak selalu ada hubungannya dengan hutan, misalnya berburu,
berladang, berkebun mereka pergi ke hutan. Mata pencaharian yang berorientasi
pada hutan tersebut telah berlangsung selama berabad-abad, dan ternyata
berpengaruh terhadap kultur orang Dayak. Misalnya rumah panjang yang masih asli
seluruhnya dibuat dari kayu yang diambil dari hutan, demikian juga halnya
dengan sampan-sampan kecil yang dibuat dengan teknologi sederhana yaitu dengan
cara mengeruk batang pohon, peralatan kerja seperti kapak, beliung, parang,
bakul, tikar, mandau, perisai dan sumpit semuanya (paling tidak sebagian)
bahan-bahannya berasal dari hutan. Dan ini adalah sebagian besar mata
pencaharian tersebut :
·
Mamantat.
Mamantat
adalah suatu pekerjaan menyadap karet yang menjadi mata pencaharian utama suku
Dayak Maanyan di Kabupaten Barito Timur. Setiap keluarga dapat dipastikan
memiliki kebun karet dengan luas yang berpariasi dan itu diusahakan turun
temurun.
·
Pegawai Negeri Sipil.
Sebagian
masyarakat suku Dayak Maanyan juga berprofesi sebagai PNS di beberapa instansi
maupun institusi pemerintah. Dan ini adalah mata pencaharian yang kedua
dikarenakan diberlakukannya otonomi daerah yang memberdayakan SDM daerah itu
sendiri.
·
Karyawan / ti Perusahaan.
Sebagian
lagi masyarakat Dayak Maanyan juga menjadi karyawan/ti beberapa perusahaan
tambang batu bara dikarenakan di kabupaten Barito Timur terdapat 13 perusahaan
tambang batu bara.
·
Petani.
Sebagian
masyarakat Dayak Maanyan di Kabupaten Barito Timur adalah petani dan di
kabupaten ini terdapat lahan persawahan yang luas.
·
Nelayan.
Nelayan
adalah mata pencaharian sebagian kecil masyarakat Dayak Maanyan, dikarenakan di
daerah suku Dayak Maanyan ini hanya terdapat sungai-sungai ukuran kecil dan
beberapa danau saja
·
Wiraswasta.
Untuk
masyrakat asli Barito Timur, khususnya suku Dayak Maanyan untuk menjadi seorang
wiraswasta adalah sebuah tantangan, karena dari segi tradisi masyarakat Dayak(Maanyan) tidak ada
sejarah yang membuktikan bahwa masyarakatnya adalah pedagang.
B.
Perlengkapan Hidup
Banyak dari alat-alat
perlengkapan hidup yang di niliki oleh suku Dayak Maanyan yang mempunyai fungsi
dan kegunaan lebih dari satu, malah multi fungsi, misalnya parang dalam segala
bentuk dan jenisnya, berfungsi bukan saja sebagai alat rumah tangga, tetapi
juga sebagai alat pertanian, alat perburuan, alat perlengkapan
persenjataan dan lain-lain.
a. Alat-alat produksi rumah tangga :
1.
Bakul. Bakul, kegunaannya: bakul yang
terbuat dari ahas atau bamban pada umumnya di gunakan untuk mengisai (mencuci) beras yang akan di masak,
sedang yang terbuat dari bambu dan
purun, ukurannya yang lebih besar, biasa digunakan dalam wadah dalam
rumah tangga, dan sebagainya.
2.
Cupak / garabuk. Cupak atau garabuk.
Kegunaanya berfungsi sebagai ember untuk menimba air dari sumur. Alat ini masih
digunakan di desa-desa, terutama pada musim kemarau.
3.
Cubit / cobek. Cubit ( cobek). Dibuat
dari kayu atau tanah liat dan di lengkapi dengan ulak-ulak (kulak) yang terbuat dari akar
bambu. Kegunaannya: untuk menghakuskan bumbu-bumbu, sambal dan sebagainya.
4.
Gantang. Gantang. Kegunaanya: sebagai
alat pengukur/ penakar hasil pertanian (padi, beras dan kacang-kacangan), dan
juga sebagai alat-alat penakar/ pengukur jual beli hasil-hasil pertanian.
5.
Parapatan. Parapatan. Terbuat dari
tempuryng kelapa. Kegunaanya : sebagi alat penakar seperti pada gantang.
6.
Kandi / Kendi / buyung / kusi. Kandi
atau buyung. Kegunaanya: untuk penyimpanan air minum, terutama kandi. Air yang
tersimpan dalam kandi atau buyung rasanya sejuk.
7.
Nyiru. Nyiru.kegunaanya: digunakan
terutama untuk membersihkan gabah kotor. Pekerjaan ini disebut menampi. Selain
itu digunakan pula untuk keperluan-keperluan, misalnya untuk tempat menjemur
ikan yang akan dikeringkan. Nyiru jarang atau ayakan. Di gunakan untuk
memisahkan gabah dari beras, sedangkan Panai, kegunaanya sebagai tempat air,
tempat mencuci dll.
8.
Kenceng. Kegunaanya untuk menanak nasi.
b. Alat-alat pertanian
1. Wadiung / Balayung. Wadiung
/Balayung. Kegunaanya: untuk menebang kayu atau memotong kayu yang keras.
2. Butah
atau ungking. Kegunaanya: sebagi alat atau tempat untuk membawa alat-alat
pertanian, seperti kapak, parang, blayung dan lain-lain. Juga digunakan untuk
membawa hasil-hasil pertanian tanaman galangan seperti, ubi kayu, talas, dan
lain-lain.
3. Garu
atau gagaru. Kegunaanya: untuk mengumpulkan rumbut-rumput yang sudah ditebas di
sawah, rumpu-rumput dikumpulkan menjadi gundukan. Gundukan rumput ini di tarik
dengan gagaru ke pinggir sawah.
4. Gumbaan.
Kegunaan: digunakan untuk membersihkan gabah yang masih kotor untuk memperoleh
gabah bersih, memisahkan atau menghilangkan sekam dari gabah yang telah di
pecah dari kulitnya.
5. Kandutan.
Kegunaan: merupakan tempat untuk menampung atau mengumpulkan padi sewaktu
menuai.
6. Lanjung
/ Buyung. Kegunaan: untuk mengangkut hail pertanian terutama mengangkut padi
bertangkai dari sawah kerumah
7. Tajak.
Kegunaan: untuk memotong rumput disawah sampai ke akar-akarnya.baik pada sawah
yang berair maupun yang tidak berair (pematang sawah).
8. Tatujah.
Kegunaanya: membuat lubang di tanah persawahan yang basah atau berair untuk
menanam padi. Di tanah ladang atau sawah pematang dipergunakan pasak seperti
alu yang ujung bawahnya diruncingkan.
9. Taruh
/ Parang. Berfungsi bukan saja sebagai alat rumah tangga, tetapi juga sebagai
alat pertanian, alat perburuan, alat perlengkapan persenjataan dan lain-lain.
c. Alat-alat perburuan.
1.
Sarapang / Sampapak, untuk menombak
ikan.
2.
Riwayang / Turis. Sejenis tombak, namun
memiliki tali. Ketika ditombakkan ke binatang buruan, sekalipun buruannya besar
dan mampu mematahkan gagang tombak, namun tombaknya tidak bisa terlepas.
3.
Sapung. Alat untuk memanggil
burung-burung sawah, khususnya bangau untuk mempermudah penangkapannya.
4.
Pulut / Te’en. Ini adalah sejenis lidi
yang telah dilumuri getah kayu atau karet untuk menangkap burung. Kalau burung
kena getah ini, maka burung tersebut jatuh karena tidak bisa terbang dan
biasanya alat ini ditaruh di pohon buah-buahan makanan burung-burung.
5.
Tombak / Duha.
6.
Parang / Taruh
7.
Petan / Sumpit
8.
Panah.
9.
Paluh. Paluh adalah sejenis jala yang
dibentangkan di udara di antara pohon-pohon di hutan untuk menangkap Paing atau
Kalong dan juga Kelelawar atau Juris.
d. Alat-alat perikanan
1. Lukah / Bubu.
Kegunaanya : untuk kenangkap ikan. Caranya Lukah tersebut di masukan beberapa
siput sawah.
2. Tempirai. Kegunaanya:
untuk menangkap ikan- ikan kecil setelah tempirai dan hampang terpasng, maka
ikan dihalau untuk masuk ke dalam tempirai.
3. Jambih. Kegunaanya:
untuk menangkap ikan disawah yang airnya dangkal pada malam hari.
4. Hampang balat.
Kegunaanya: penangkapan ikan di sungai dan danau yang di timbuhi rerumputan.
5. Hampang tarumbuan.
Kegunaanya: untuk menangkap ikan.
6. Lalangit.
Kegunaanya: untuk menangkap ikan didaerah perairan yang dalam sekitar 1-2 meter.
7. Jala kalabau.
Kegunaanya: menangkap ikan kalabau, alat ini digunakan pad kedalaman air antara
2-3 meter.
8. Rawai atau banjur.
Berfungsi: menangkap mikan pada malam hari.dengan umpan yang terbuat dari
potongan-potongan ikan belut atau siput sawah yang besar.
9. Kabam. Berguna untuk
menangkap ikan sanggiringan, ikan wader dll.
10. Rawai tauman. Berguna
untukmenangkap ikan gabus.
11. Lunta. Berguna
untuk menangkap ikan dengan cara menebarkannya ke dalam air.
12. Rengge. Yaitu jala
yang dipasang membentang di sungai atau di danau untuk menangkap ikan.
13. Wintan. Yaitu kail yang menggunakan joran dan
nilon yang untuk memancing ikan.
Ringkasan :
Bab IV. Mata
pencaharian dan perlengkapan hidup.
1. Mata Pencaharian.
Mata pencaharian orang
Dayak selalu ada hubungannya dengan hutan, misalnya berburu, berladang,
berkebun mereka pergi ke hutan. Mata pencaharian yang berorientasi pada hutan
tersebut telah berlangsung selama berabad-abad, dan ternyata berpengaruh
terhadap kultur orang Dayak. Mata pencaharian tersebut adalah : Mamantat,
Pegawai Negeri Sipil, Karyawan / karyawati, Petani, Nelayan dan Wiraswasta.
2.
Alat Produksi :
a. Alat rumah tangga.
Untuk alat rumah tangga di antaranya adalah Bakul, Cupak/ garubak, Cubit/
cobek, Gantang, Parapatan, Kandi, Nyiru dan Kenceng.
b. Alat Pertanian. Alat
pertanian suku Dayak Maanyan adalah Wadiung, Butah/ ano’ / lampunyut, Garu
/gagaru, Gumbaan, Kandutan, Lanjung / buyung, Tajak, Tatujah dan juga Taruh /
parang.
c. Alat Perburuan. Untuk alat perburuan juga
banyak jenisnya, di antaranya adalah Sarapang / sampapak, Riwayang / turis,
Sapung, Pulut / te’en, Duha / tombak, Taruh / parang, Petan / sumpit, Panah dan
Paluh.
d. Alat Perikanan. Alat perikanan suku Dayak
Maanyan adalah Lukah / bubu, Tempirai, Jambih, Hampang balat, Hampang
tarumbuan, Lalangit, Jala Kalabau, Rawai atau banjur, Kabam, Rawai tauman,
Lunta, Rengge dan Wintan.
BAB V.
CIRI KHAS DARI SUKU DAYAK MAANYAN
Setiap daerah pasti
memiliki ciri khas yang menunjukkan bagian dari kehidupannya, masyarakatnya,
demikian juga dengan masyarakat Dayak Maanyan. Dan inilah hal-hal yang khas
dari suku Dayak Maanyan.
A. Kulinernya.
1. Luen Karuang / Kalumpe.
Ini adalah makanan khas
suku Dayak Maanyan yang terbuat dari daun singkong yang ditumbuk halus dan
dimasak dengan banyak bumbu serta diberi santan. Rasanya gurih dan nikmat.
2. Luen Rakanan Puka.
Makanan ini terbuat
dari bambu muda yang disebut rebung, diiris tipis dan direbus serta diberi
santan untuk menambah nikmat.
3. Papahakan.
Papahakan adalah salah
satu makanan suku Dayak Maanyan yang terkenal sangat enak dan paling disukai.
Makanan ini terbuat dari daging Babi Hutan, daging Rusa ataupun ikan yang
diberi bumbu khas kalimantan dan diberi kuah yang banyak dan kental serta
aromanya sangat menggugah selera siapa saja. Daging yang digunakan biasanya
adalah daging segar atau hasil buruan yang baru saja ditangkap.
4. Wadi.
Wadi adalah salah satu
makanan khas suku Dayak Maanyan yang diawetkan atau dipermentasikan dan biasanya
daging yang digunakan adalah daging-daging yang masih segar, baik daging ikan
atau daging Babi hutan. Daging tersebut diberi garam dan dilumuri “ samu “,
yaitu beras ketan yang disangrai dan selanjutnya ditumbuk, kegunaan samu ini
adalah menjadikan daging tidak membusuk karena telah dicampur dengan garam,
lalu disimpan dalam guci maupun toples dan mampu bertahan lama. Sebelum
dikonsumsi, harus dimasak terlebih dahulu.
5. Pakasem / Pakasam.
Makanan ini juga
makanan yang diawetkan atau dipermentasikan dengan cukup dilumuri garam dan
nasi serta disimpan di dalam toples atau kusi/ guci dan disimpan beberapa waktu
lamanya sama seperti wadi. Jika mau dikonsumsi, dimasak terlebih dahulu.
6. Luen Uwut.
Makanan ini terbuat
dari rotan yang masih muda yang disebut umbut. Umbut tersebut ada yang manis
dan ada juga yang pahit tergantung jenis rotannya. Makanan ini biasanya diberi
santan untuk menambah nikmat rasanya atau juga ditambahkan dengan daging ikan
maupun babi ataupun rusa.
7. Tampuyak / tempoyak.
Makanan ini terbuat
dari daging durian yang juga diawetkan dengan diberi garam sereta disimpan
beberapa lama di dalam guci maupun toples dan mampu bertahan lama, jika mau
dikonsumsi, baru dimasak terlebih dahulu.
8. Papai.
Papai dikenal juga oleh
Dayak Dayak yang lain, maupun suku bangsa yang lain. Dayak Ngaju menyebutnya
sebagai mandai. Sebagian menyebutnya dame atau
dami. Makanan ini terbuat dari kulit cempedak yang telah dibuang kulit
luarnya yang tipis. Kulit yang sudah dikupas diberi garam secukupnya. Papai ini
enaknya digoreng saja, baik kering maupun dioseng basah. Kalau menginginkan
rasa papai yang manis dan lunak, maka segera sesudah dikupas dan diberi garam
sedikit langsung digoreng, kalau menginginkan papai yang agak kecut dan
dagingnya sedikit keras rendam dulu dalam air garam 1-2 malam, lebih dari 1-2
malam papai kecut tapi lunak. Saya sendiri suka papai yang asam diiris tipis
tipis digoreng kering dengan irisan bawang Bombay yang banyak dan irisan cabe
rawit plus sedikit MSG, enak sekali. Dahulu orang menyimpan papai dalam guci
atau stoples selama berbulan bulan, sebagai persediaan. Karena papai bukan
dianggap sebagai sayur namun juga pengganti daging sebagaimana tempe dan tahu.
9. Gaguduh Nanakan.
Nanakan atau cempedak
(Artocarpus cempeden) juga enak digoreng sebagaimana membuat pisang goreng,
namun yang paling enak digoreng di atas api kecil dan agak lama, sehingga biji
di dalamnya betul betul matang, sehingga selain daging cempedak , bijinya juga
bisa dinikmati. Biji cempedak juga enak direbus, sampai kulitnya terkelupas,
biji ini mengandung karbohidrat yang tinggi.
Selain makanan tersebut
di atas, suku Dayak Maanyan juga kaya dengan ragam sambal pelengkap masakan
atau pelengkap aneka kulinernya. Sambal merupakan hidangan pelengkap yang dikenal
oleh seluruh lapisan masyarakat di Indonesia. Kalau suku Jawa mengindentifikasi
sambal adalah hidangan pelengkap dengan rasa pedas dan manis, maka suku Dayak
terutama Dayak Maanyan secara umum mengidentifikasi bahwa rasa sambal adalah
perpaduan serasi antara rasa pedas dan asam dengan aroma terasi. Oleh karena
itu bahan dasar pembuatan sambal bagi orang Dayak Maanyan selain Lombok /cabe,
bawang dan terasi juga berbagai bahan yang mempunyai rasa asam. Masyarakat
Dayak Maanyan menyebut “sambal” bila berbentuk padat, namun bila berkuah cair,
sambal tersebut disebut “pansuk”.
Berikut ini beberapa
jenis sambal khas Dayak Maanyan ( sangat mungkin jenisnya serupa dengan suku Dayak
yang lain) :
1. Sambal Ramania
Sambal ini berbahan
dasar buah ramania yang masih muda tau mentah. Ramania adalah sejenis tumbuhan
yang berbuah asam yang bisa dimakan dengan kulit kulitnya. Buah ini bila masih mentah berwarna hijau,
kalau matang berwarna kuning jingga ranum, dengan biji dalam berwarna
ungu. Cara membuat sambal ini cukup
sederhana, yaitu dengan menghaluskan bahan mentah berupa cabe rawit, bawang
merah, garam, gula atau MSG sedikit, dan terasi bakar. Bila bahan tersebut
sudah halus masukan buah ramania mentah yang diiris dan dimemarkan, aduk sampai
merata, siap dihidangkan. Jenis sambal ini dibuat untuk sekali makan. Sambal
ini cocok dikombinasikan dengan sayur rebus, lalapan, ikan bakar, ikan goreng,
daging maupun sayur berkuah.
2. Sambal Mangga Muda
Sambal ini berbahan
dasar mangga muda, cara membuatnya sama dengan membuat sambal ramania, hanya
bahan asamnya diganti dengan mangga musa diserut halus, dan diaduk rata. Sambal
ini sangat cocok sebagai cocolan ikan panggang atau ikan goreng, mantan para
pembaca!
3. Sambal sarai baya kenah
Sambal ini oleh
masyarakat Dayak Ngaju disebut sambal kandas sarai, biasanya sambal ini bukan
sebagi hidangan pelengkap tapi hidangan utama, seperti layaknya otak-otak atau
semur daging giling. Hidangan utama ini bahan dasarnya adalah serai (pilih yang
mudah, besar dan gemuk gemuk agar mudah diiris setipis mungkin). Serai terlebih
dahulu dibakar di atas bara untuk mengeluarkan aromanya, kemudian diiris
setipis mungkin, haluskan dengan bawang merah, bawang putih, cabe rawit, yang
telah digoreng bulat bulat plus terasi bakar sedikit, tambahkan garam dan gula
atau sedikit MSG. Setelah halus, campur bahan tersebut dengan daging ikan
panggang atau goreng yang telah dibuang tulangnya dengan perbandingan 1:1, aduk
rata menggunakan dua sendok kecil. Lebih enak menggunakan ikan dari jenis yang
tidak bersisik seperti ikan Baung, Tapah/tampahas, Lais, Patin sungai atau ikan
lele. Sambal ini rasanya luar biasa.
4. Sambal Tampuyak Ruyan
Bahan dasar sambal ini
adalah tempoyak atau tampuyak yaitu daging durian yang diawetkan dengan sedikit
garam dan disimpan dalam stoples atau botol tertutup dalam jangka waktu
tertentu. Cara membuat sambal tampuyak
sangat mudah, yaitu tampuyak digoreng dengan sedikit minyak goreng bersama
irisan tipis bawang merah, cabe rawit, bawang putih sedikit, terasi sedikit,
dan diberi garam (jangan diberi gula atau MSG karena rasanya sudah manis).
Menggoreng sambal ini harus sambil terus diaduk sampai matang.
5. Sambal ihem muda
Bahan dasarnya adalah
ihem atau sejenis mangga hutan yang baunya khas yang masih muda, cara
membuatnya sama dengan membuat sambal tmpuyak ruyan, namun tempuyaknya diganti
dengan ihem yang diparut halus, dan pada saat menggorengnya diberi terasi lebih
banyak, garam dan gula atau MSG sedikit.
6. Sambal teung asem
Bahan dasarnya adalah
terung asam atau teung asem yang dalam bahasa Dayak Ngaju disebut rimbang.
Namun untuk bahan sambal terung asam yang dipakai adalah dari jenis yang kecil
atau berbuah kecil yang mempunya rasa dan aroma yang lebih tajam. Cara membuat
sama dengan membuat sambal ihem muda, hanya parutan ihem muda dig anti dengan
teung asem yang diiris tipis tipis. Menggorengnya juga harus lebih lama sampai
teung asemnya empuk.
7. Sambal Binjai atau wennu
Ini adalah sambal yang
paling enak yang dari semua sambal buatan suku Dayak Maanyan, bahan dasarnya
adalah binjai atau wennu’ yang sudah matang. Binjai adalah sejenis pohon asam
dengan batang yang besar dan tinggi, mempunyai buah lonjong besar dengan kulit
berwarna off white sampai coklat, dagingya lunak menyerupai daging buah durian
dengan warna putih susu. Cara membuat
sambalnya persis sama dengan membuat sambal tempuyak ruyan namun kompisisi
terasinya lebih banyak dan diberi MSG sedikit. Perpaduan rasa pedas cabe rawit
dengan rasa kecut binjai dan aroma terasi menimbulkan sensasi yang luar biasa
di lidah. Perbanyak stok nasi jika makan dengan sambal ini,karena akan sangat
membangkitkan selera makan.
8. Sambal tomat
Sambal ini sudah
dikenal penduduk sedunia, namun masyarakat tradisional dayak Maanyan yang masih
berladang menggunakan jenis tomat local yang buahnya kecil seperti buh cerry,
aromanya sangat tajam dan rasanya lebih manis.
9. Dadahan Acan atau terasi serai bakar
Bahannya adalah terasi
dicampur dengan irisan tipis serai, Lombok dan garam. Dibuat adonan dan ditekan
pelan2 pada cobek kayu. Kemudian di panggang di atas bara, di mana cobek dalam
posisi terbalik ke arah bara api. Baunya harum dan enak sekali.
10. Pansuk
Pansuk adalah jenis
sambal yang berkuah untuk cocolan sayur rebus. Bahan yang sering di pakai
adalah asam kandis atau kandris dibakar atau direbus, garam, terasi bakar,
sedikit MSG,bawang merah iris, masukan dalam mangkok kecil dicampur air matang
satu gelas, haluskan dengan menggunakan sendok kecil panjang, campur dengan
daging ikan goreng atau panggang atau kenah upuh (ikan dibakar dengan sisik
sisiknya), aduk rata dan siap dihidangkan. Selain asam kandis juga bisa
menggunakan sama ramania yang dibakar atau buah rotan manau yang matang
dipohonnya.
B. Buah-buahan khas suku Dayak Maanyan.
1. Buah Cimpedak (Wua Nanakan)
Buah Cimpedak atau
dalam bahasa Dayak Maanyan adalah wua Nanakan merupakan buah musim yang sangat
banyak terdapat didaerah hunian suku Dayak Maanyan dan buah ini mirip dengan
buah nangka, namun buahnya ukurannya kecil.
2. Papaken.
Buah papaken ini
sekilas mirip dengan buah durian, namun dari segi warna, bau, dan rasa buah ini
sangatlah berbeda dengan buah durian pada umumnya. Papaken adalah jenis buah
musiman yang umumnya hanya berbuah sekali setahun. Rasa buah ini sungguh sangat lezat bila dibandingkan dengan durian,
disamping itu buah ini tidak akan menyebabkan mabuk pada si penikmatnya. Daging
buahnya legit dan lebih bertekstur serta lebih banyak serat yang terkandung
didalamnya. Warna daging buahnya yaitu berwarna merah bata, berbeda dengan
Durian yang umunya berwarna putih kekuning-kuningan. Buah ini pun tidak
menghasilkan bau yang sangat menyengat seperti halnya Durian. Selain itu buah
ini juga tahan dalam pengemasan yang artinya tidak mudah busuk.
3. Layung.
Seperti halnya buah
Papaken, buah Layung juga sejenis dengan Durian. Namun dibanding Durian dan
Papaken, buah Layung juga mempunyai keunikan tersendiri dan tentunya berberbeda
dari segi bentuk dan rasanya. Rasa daging buahnya terasa manis tanpa ada rasa
pahit seperti halnya buah Durian. Hanya saja daging buahnya walapun terasa
manis tetapi tidak begitu tebal. Duri dari buahnya pun sangat tajam dan agak
memanjang dibanding Durian. Dan satu hal lagi, buah ini kebanyakan pohonnya
tumbuh di pedalaman hutan dan jarang dibudidayakan.
4. Ruyan ( Durian )
Ini adalah buah yang
paling umum ditemukan dihampir setiap daerah di indonesia. Perbedaan yang
paling mendasar antar setiap daerah hanya pada nama dan sebut untuk buah ini.
Khusus untuk orang Dayak Maanya sering menyebutnya dengan wua Ruyan. Untuk
didaerah Barito Timur, Durian ini banyak tumbuh didaerah Gunung yang tanahnya
masih terkenal dengan gemburnya.
5. Ihem Puteren.
Buah ini sejenis dengan
Mangga, namun mempunyai bentuk dan rasa yang berbeda. Buah ini berbentuk bulat
seperti bola tenis dan daging buahnya terasa manis dengan serat buahnya terasa
agak kasar dan tentunya mempunyai rasa yang khas. Buah ini tidak ada yang membudidayakan, namun
masih banyak ditemukan didalam hutan dan selalu aktif berbuah antara bulan
September sampai akhir Januari.
6. Ihem Tungku.
Ihem Tungku masih
keluarga dari mangga, namun yang ini lebih unik dari jenis mangga yang biasa.
Warna buahnya coklat dan tebal, tetapi memiliki daging buah yang berwarna umum
seperti Mangga lainya. Daging buahnya lebih banyak serat yang terkandung yang
rasanya manis keasam-asaman. Daging buahnya juga sering dijadikan sambal, yang
tentunya lebih pedas akan lebih enak.
7. Wua Lehat ( Buah Langsat / Duku )
Lehat atau dalam bahasa
Indonesianya Duku. hampir semua tanah khususnya di daerah Barito Timur
khususnya suku Dayak Maanyan banyak memelihara Lehat dan dapat dipastikan bahwa
setiap kampung atau desa masyarakatnya memiliki kebun lehat.
C.
Senjata Khas daerah.
1. Petan / Sumpit. Merupakan senjata
utama suku dayak. Bentuknya bulat dan berdiameter 2-3 cm, panjang 1,5 - 2,5
meter, ditengah-tengahnya berlubang dengan diameter lubang ¼ - ¾ cm yang
digunakan untuk memasukan anak sumpitan (Damek). Ujung atas ada tombak yang
terbuat dari batu gunung yang diikat dengan rotan dan telah di anyam. Anak
sumpit disebut damek, dan telep adalah tempat anak sumpitan.
2. Duha / Tombak. Dibuat dari besi
dan dipasang atau diikat dengan anyaman rotan dan bertangkai dari bambu atau
kayu keras.
3. Telabang / Perisai. Terbuat dari kayu ringan, tetapi liat. Ukuran
panjang 1 – 2 meter dengan lebar 30 – 50 cm. Sebelah luar diberi ukiran atau
lukisan dan mempunyai makna tertentu. Disebelah dalam dijumpai tempat pegangan.
4. Mandau. Merupakan senjata utama dan merupakan senjata turun temurun yang
dianggap keramat. Bentuknya panjang dan selalu ada tanda ukiran baik dalam
bentuk tatahan maupun hanya ukiran biasa. Mandau dibuat dari batu gunung, besi
dan ditatah, diukir dengan emas/perak/tembaga dan dihiasi dengan bulu burung
atau rambut manusia.
5. Dohong. Senjata ini semacam keris
tetapi lebih besar dan tajam sebelah menyebelah. Hulunya terbuat dari tanduk
dan sarungnya dari kayu. Senjata ini hanya boleh dipakai oleh kepala-kepala
suku dan Damang kepala adat.
Senjata khas yang di
miliki suku Dayak di Kalimantan yang tidak di miliki oleh suku lainnya adalah
mandau dan sumpit. Senjata khas yang disebut mandau terbuat dari lempengan besi
yang ditempa berbetuk pipih panjang seperti parang berujung runcing menyerupai
paruh burung yang bagian atasnya berlekuk datar. Pada sisi mata di asah tajam
sedang sisi atasnya sedikit tebal dan tumpul. Kebanyakan hulu mandau terbuat
dari tanduk rusa diukir berbentuk kepala burung dengan berbagai motif seperti
kepala naga, paruh burung, pilin dan kait. Sarung mandau terbuat dari lempengan
kayu tipis, bagian atasnya dilapisi tulang berbentuk gelang, bagian bawah
dililit dengan anyaman rotan.
Demikian juga senjata
khas yang disebut sumpit yaitu jenis senjata tiup yang dalamnya diisi dengan
damak yang terbuat dari bambu yang diraut kecil dan tajam yang ujungnya diberi
kayu gabus sebagai keseimbangan dari peluru sumpit. Kekuatan jarak tiup sumpit
biasanya mencapai 30-50 meter. Sumpit terbuat dari kayu keras berbentuk bulat
panjang menyerupai tongkat yang sekaligus merupakan gagang tombak dengan lubang
laras sebesar jari kelilingking yang tembus dari ujung ke ujung. Pada ujung
sumpit di lengkapi dengan mata tombak terbuat dari besi berbentuk pipih
berujung lancip yang menempel diikat dengan lilitan rotan.
D. Bahan kerajinan.
Anyam-anyaman. Kerajinan
tradisional dari orang Dayak berupa anyam-anyaman yang terbuat dari bahan baku
rotan, terdapat di semua suku Dayak dengan pelbagai versi. Hal yang tampak khas
terdapat dalam dua bentuk yaitu anyam tikar dengan aneka macam motif hias. Tembikar
konon berasal dari Cina, seperti bejana, tempayan, belanga, piring dan mangkok
sejak ribuan tahun lalu merupakan bagian dari tradisi kehidupan suku Dayak Maanyan
di Kalimantan, khususnya di Barito Timur. Bahkan sebagian besar dari barang
tersebut, terutama tempayan dan guci tidak hanya memiliki nilai ekonomis,
melainkan juga memiliki nilai sosio religius yang difungsikan sebagai mahar
(mas kawin) dan sarana pelbagai upacara adat, juga untuk menyimpan
tulang-tulang leluhur serta sebagai lambang status sosial seseorang.
E. Kesenian.
Orang Dayak walaupun
dalam kehidupan yang agak sederhana, ternyata sangat gemar akan kesenian.
Menurut Riwut (1958) kesenian yang di miliki oleh orang Dayak di Kalimantan
berupa seni: (1) tari; (2) suara; (3) ukir; dan (4) seni lukis. Untuk
mengetahui secara lebih mendalam jenis kesenian yang dimiliki oleh orang Dayak
sebagaimana yang dikemukakan oleh Riwut tersebut akan diuraikan secara rinci
sebagai berikut:
1. Seni
Tari
Seni tari yang hidup
dan berkembang dilingkungan masyarakat Dayak Maanyan berupa :
a. Deder, tarian Deder Dusun Tengah
dipersembahkan untuk menyambut tamu dan ketika ada upacara adat dan lain-lain
b. Bukas, yaitu jenis
tarian yang dipersembahkan untuk menyambut kedatangan Panglima dari berperang,
yang dilakukan oleh 1 – 2 sampai 7 orang terdiri dari pemuda dan gadis-gadis
dengan mempergunakan bambu dan tombak disertai dengan nyanyian-nyanyian.
c. Balian, yaitu tarian yang semata-mata
diperuntukan untuk merawat orang sakit yang dilakukan oleh Balian yang biasanya
adalah seorang laki-laki selama 1 – 3 malam.
d. Kerangka atau Tari
Gumbeuk, yaitu tarian ini pada khakekatnya di khususkan dalam upacara “Ijambe
atau Manyalimbat” yang dilakukan oleh laki-laki dan anak-anak dengan mengelilingi
tempat tulang kering orang yang sudah meninggal dunia.
e. Nampak / Tari
Giring-giring, ini adalah tarian yang dilakukan oleh laki-laki maupun perempuan
dari suku Dayak Maanyan dan lebih sering dilakukan dalam acara-acara hajatan.
f. Tari Galang Dadas,
suatu jenis tarian yang menggunakan gelang yang digenjrengkan saat menari dan
biasanya dilaksanakan pada suatu acara hajatan.
g. Tari Galang Bawo, Tarian ini juga sama dengan
tari Galang Dadas.
2. Seni Suara
Kesenian dalam bentuk
seni suara yang hidup dan berkembang dilingkungan masyarakat Dayak adalah
berupa nyanyian-nyanyian yang berkaitan dengan kehidupan religi yang mereka
anut dan percaya, seperti nyanyian-nyanyian waktu memotong padi, waktu
berkayuh, berladang, menumbuk padi, berperang, berjalan di hutan, berburu,
selagi pesta, bersukaria, dan nyanyian yang memuja Tuhan serta nyanyian tentang
kematian keluarga, diantaranya:
a. Dedeo dan Ngaloak,
jenis nyanyian yang dilakukan pada pesta saat perkawinan atau pada pesta kecil.
b. Dodoi, yaitu suatu
nyanyian yang dilakukan pada saat berkayuh diperahu atau rakit.
c. Nyiang Lengan, yaitu
nyanyian yang dilantunkan pada saat upacara tiwah upacara mengantar arwah
orang-orang yang sudah meninggal (mati).
Sebagai ilustrasi
dikemukakan beberapa contoh bait dari nyanyian tersebut, misalnya nyanyian yang
berkaitan dengan upacara kematian pada suku Dayak Maanyan:
Tawang kanyu erang
tumpalatan Angkang kedang ba iwu jumpun haket. Ada malupui lalan mainsang inse
enoi isasikang piak takuit tawang ma-ulung kekenrein umbak basikunrung bakir. Yang
artinya dalam bahasa Indonesia: Agar jangan sesat di perapatan tertahan di
hutan lebat. Jangan mengikuti jalan yang berliku-liku lorong bersimpang seperti
kaki anak ayam tersesat ke laut lepas gelombang memukul dahsyat.
3. Seni Ukir
Kesenian dalam bentuk
seni ukir yaitu berupa ukir-ukiran pada hulu mandau yang terbuat dari kayu
maupun tanduk rusa, sarung mandau, patung, perisai dan sumpit. Semua ukir-ukiran
tersebut memiliki nama dan makna yang tersendiri.
4. Seni
lukis (tato)
Kesenian dalam bentuk
seni lukis masyarakat Dayak yaitu berupa seni lukis seluruh badan badan manusia
(tato) dengan menggunakan alat yang disebut “Tutang atau Cacah” yang dilakukan
sangat teliti dan hati-hati. Gambar-gambar pada peti mati yang dinamai “runi”,
kakurung di sandung-sandung (rumah tempat menyimpan tulang belulang orang yang
telah meninggal), di patung dan lain-lain. Makna Tato Bagi Suku DayakTato
memang sudah menjadi trend di dunia luar sana, jadi simbol kebebasan memodif
diri dan tubuh, tapi di negara kita Indonesia tato sudah ada sejak dahulu. Jangan
terkejut jika masuk ke perkampungan masyarakat Dayak dan berjumpa dengan
orang-orang tua yang dihiasi berbagai macam tato indah di beberapa bagian
tubuhnya. Tato bagi masyarakat Dayak bukan sekadar hiasan, tetapi memiliki
makna yang sangat mendalam. Sebab tato bagi masyarakat Dayak tidak boleh dibuat
sesuka hati sebab ia adalah sebagian dari tradisi, status sosial seseorang
dalam masyarakat, serta sebagai bentuk penghargaan suku terhadap kemampuan
seseorang. Oleh karena itu, ada peraturan tertentu dalam pembuatan tato baik
pilihan gambarnya, struktur sosial seseorang yang memakai tato maupun
penempatan tatonya. Meskipun demikian, secara realitasnya tato memiliki makna
sama dalam masyarakat Dayak, yakni sebagai “obor” dalam perjalanan seseorang
menuju alam keabadian, setelah kematian.
Berbeda pula dengan
golongan bangsawan yang mamakai tato, motif yang lazim untuk kalangan bangsawan
adalah burung enggang yakni burung endemik Kalimantan yang dikeramatkan. Ada
pula tato yang dibuat di bagian paha. Bagi perempuan Dayak memiliki tato di
bagian paha status sosialnya sangat tinggi dan biasanya dilengkapi gelang di
bahagian bawah betis. Motif tato di bagian paha biasanya juga menyerupai simbol
tato berbentuk muka harimau. Tapi saat ini di tengah masyarakat Dayak Maanyan,
budaya tato boleh dikatakan hampir punah dikarenakan generasi mudanya tidak mau
menggunakan tato lagi dikarenakan pengaruh pendidikan dan kemajuan zaman. Saat
ini di tengah masyarakat Dayak Maanyan, orang yang memiliki tato adalah
indentik dengan orang-orang yang memiliki kelakuan tidak baik, preman ataupun
orang-orang yang pernah masuk penjara. Oleh sebab itu kalangan generasi mudanya
tidak mau bertato lagi.
5. Alat Musik
Berbagai jenis
alat-alat bunyian yang terbuat dari besi, kayu ataupun bambu seperti Ketambung
atau gendang, kalali atau suling panjang, ganta (gong besar), Agung ( gong
kecil )kangkanong (gong kecil mirip gamelan ), ganang, kacapi (kecapi), gariding,
suling.
Ringkasan :
Bab V. Ciri Khas Suku
Dayak Maanyan.
Setiap daerah pastilah
memiliki cirinya sendiri, demikian juga dengan suku Dayak Maanyan yang ada di
Kabupaten Barito Timur, Kalimantan Tengah ini.
1.
Kuliner.
Dari
segi kuliner, maka suku Dayak Maanyan juga memiliki kuliner yang menjadi
andalan dan ciri khas daerah yang tidak dimiliki oleh daerah lain, di antaranya
adalah Luen Karuang / kalumpe, Rakanan Puka, Papahakan, Wadi, Pakasem, Luen Uwut,
Tampuyak / Tempoyak, Papai dan Gaguduh Nanakan.
Dan
yang tidak kalah dari kuliner ini adalah ada sambal yang menjadi andalah daerah
ini dan menjadi konsumsi umum di tengah suku Dayak Maanyan, di antaranya adalah
Sambal Ramania, Sambal Mangga muda, Sambal Sarai baya kenah, Sambal Tampuyak,
Sambal Ihem muda, Sambal Teung asem, Sambal Binjai / Wennu, Sambal Tomat dan
Dadahan acan / Terasi serai bakar serta Pansuk.
2.
Buah-buahan khas.
Daerah
Barito Timur atau pemukiman suku Dayak Maanyan juga memiliki buah-buahan
musiman yang menjadi andalan daerah, yakni : Buah Cempedak yang disebut Wua
Nanakan, Papaken, Layung, Ruyan atau durian, Ihem Puteren, Ihem Tungku, dan Wua
Lehat atau langsat yang juga dalam bahasa Indonesianya disebut Duku.
3.
Senjata Khas.
Petan/Sumpit. Merupakan senjata utama suku
dayak. Bentuknya bulat dan berdiameter 2-3 cm, panjang 1,5 - 2,5 meter,
ditengah-tengahnya berlubang dengan diameter lubang ¼ - ¾ cm yang digunakan
untuk memasukan anak sumpitan (Damek). Ujung atas ada tombak yang terbuat dari
batu gunung yang diikat dengan rotan dan telah di anyam. Anak sumpit disebut
damek, dan telep adalah tempat anak sumpitan. Duha / Tombak.
Dibuat dari besi dan dipasang atau diikat dengan anyaman rotan dan bertangkai
dari bambu atau kayu keras. Telawang / Perisai. Terbuat dari
kayu ringan, tetapi liat. Ukuran panjang 1 – 2 meter dengan lebar 30 – 50 cm.
Sebelah luar diberi ukiran atau lukisan dan mempunyai makna tertentu. Disebelah
dalam dijumpai tempat pegangan. Mandau. Merupakan senjata utama dan
merupakan senjata turun temurun yang dianggap keramat. Bentuknya panjang dan
selalu ada tanda ukiran baik dalam bentuk tatahan maupun hanya ukiran biasa.
Mandau dibuat dari batu gunung, atau besi yang ditatah, diukir dengan
emas/perak/tembaga dan dihiasi dengan bulu burung atau rambut manusia. Dohong.
Senjata ini semacam keris tetapi lebih besar dan tajam sebelah menyebelah.
Hulunya terbuat dari tanduk dan sarungnya dari kayu. Senjata ini hanya boleh
dipakai oleh kepala-kepala suku dan Damang kepala adat
4.
Bahan Kerajinan.
Untuk
Bahan kerajinan lebih banyak mengandalkan anyam-anyaman yang terbuat dari
rotan, dan anyaman tersebut jenisnya macam-macam, mulai dari tikar sampai
kepada aksesoris atau hiasan dinding. Untuk tembikar tidak demikian banyak,
karena yang ada hanyalah peninggalan orang tua turun temurun yang memiliki
nilai historis yang mahal, atau dikatakan sebagai barang antik.
5.
Kesenian.
Untuk
kesenian suku Dayak Maanyan dapat dibagi menjadi 5, diantaranya adalah :
a. Seni
Tari.
Untuk seni tari ada beberapa tarian,
yaitu : Deder, Bukas, Balian , Kerangka atau Tari Gumbeuk, Nampak atau Tari
Giring-giring, Tari Galang Dadas dan Tari Galang Bawo.
b. Seni
Suara.
Seni suara di antaranya adalah Dedeo /
ngaloak, Dodoi atau Tumet leut dan Nyiang lengan.
c. Seni
Ukir.
Seni ukir lebih banyak digunakan untuk
membuat ukir-ukiran rumah adat, kuburan dan pembuatan hiasan-hiasan adat dan
patung-patung ritual.
d. Seni
Lukis.
Untuk seni lukis, maka yang ada hanya
seni Tato.
e. Alat
Musik.
Alat musik khas suku Dayak Maanyan adalah Ketambung,
Kalali, Ganta, Agung, Kangkanong, Ganang, Kacapi, Gariding dan Suling
Demikianlah ciri khas
dari suku Dayak Maanyan yang ada sekarang ini dan menjadi bagian dari kekayaan
bangsa.
Assalamualaikum pak saya tika mahasiswa ilmu komunikasi universiatas padjdajran, saya ingin menanyankan apakah bapak pernah mempublikasikan penelitian yang telah dilakukan dengan subjek suku maanyan ...? Saya dan teman kelompok saya ada tugas untuk mempresentasikan budaya dari suku suku indonesia salah satunya suku maanyan ini...? Kami berencana memasukan hasil penelitian ini di sumber referensi kami. Ap akah napak mau m empublikasikannya dan bersedia menjadi narasumber kami sebagai masayarakat asli suku dayak maanyan..? Terimakasih pak sebelumnya wassalammualikum...
BalasHapusKomentar ini telah dihapus oleh pengarang.
BalasHapusSANGAT BAGUS, SALUUT! SAYA BERKAITAN DENGAN TULISAN PULAKSANA'I TENTANG TATTOO TRADISIONAL SUKU DAYAK MA'ANYAN, SAYA SUDAH LAMA MENCARI NAMUN TIDAK MENEMUKAN TITIK TERANG. SUMBER2 EX. WIKIPEDIA DLL MENYIMPULKAN ORANG MA'ANYAN TIDAK MEMPRAKTEKAN TATO, AKIBAT TIDAK ADANYA RITUAL MENGAYAU. DAYAK/ SUB DAYAK LAIN MEMILIKI TRADISI TSB. APAKAH MA'ANYAN BUKAN TERMASUK DAYAK? ATAU MEMANG TIDAK ADA? ATAU ADA-TETAPI PUNAH? ATAU ADA ALASAN LAIN? ATAUKAH KARENA KEKERASAN HATI DAN KEEGOISAN SAYA SEMATA-MATA "MEMAKSA" TRADISI TATTOO INI.
BalasHapusNAMUN, BARU KALI INI SAYA MENEMUKAN SECERCAH CAHAYA. MOHON DENGAN HORMAT AGAR BERBAGI INFO APAPUN MENGENAI HAL TERSEBUT. TKS. GBU. TABE IPULAKSANA'I.
Huan kahaba lg aku pada motif tato takam dayak maanyan na, inun kah naan?
HapusAssalamu'alaikum... Pak, izin copy-paste ya pak. Terima kasih atas referensinya. Sangat bermanfaat!
BalasHapustrime kasis pulaksana'i..aku ngntra hg internet tp msih nihil ne'u tattoo (tutang) takam Dayak Maanyan. Menurutni takam samula puang mempraktekkan tattoo..tp mungkin tkam kataru antuhan tutang daya katantau baya karengei wat ulun. Naan tulisan Letnan C. Bangert taun 1857 isa tulak pada ma tumpuk Siong, hang awe hnye ngantuh ulun Siong ru Sihonger, eauni tattoo puang na praktekkan hg daerah yiru (het tatoeeren is niet in gebruik). Tulisan Bangert yiru Verslag der reis in de binennwaarts gelegene straken van Doessoen Ilir hg wuang buku Indische Taal Land en Volkenkunde IX, 1860, hal. 153.
BalasHapusEkat yiru smentra habaku sumber ni. Amun itati naan motif2 tattoo anak2 Ma'anyan puang iuh napungkiri hasil teka proses cross culture & globalisasi. Hang sisi lain, natanggapi scra positif dya artini naan generasi sah mncoba aktif & kreatif ngulah ide2 wa'u, motif & kreasi wa'u, & ngami arti sh wa'u pada.
Amun naan pulaksanai katuluh kahaba info ne'u tattoo takam Ma'anyan, awat karawah share lah..tabe